Romantika 05 (18+)

1.1K 50 2
                                    

Tugas terakhir untuk mencintaimu adalah berhenti mengharapkanmu.

💔

Suatu kali aku mendengar cerita mereka membuatku marah. Kutuntut penjelasan padamu hanya membuatmu lelah.

Sering kali aku mencoba untuk kembali percaya dan mengabaikan semuanya. Tetapi, jelas. Kenapa masih saja kau kecewakan aku?

Aku ingin penjelasan. Tapi, bagaimana aku mendapatkan?

💔

"Raka, minta faktur dan laporan pembelanjaan dari bulan Juli, ya. Kalau sudah siap ikut ke ruangan saya."

"Eh, oke Mas."

Mas Veron membetulkan jasnya dan beranjak pergi.

Aku menatap Mas Raka dari ujung kepala sampai ujung kaki. Cowok itu berkeringat. Mengusap wajah cemas.

"Kenapa, Mas? Gugup gitu."

"Gila, kalau auranya serem gitu kayaknya gue mau dimarahin."

Aku mengangguk-angguk, memainkan pulpen berkepala kuda putih di hidungku. Cium, cium, cium gue.

Aku meletakkan kasar pulpenku, jika seperti kapan aku melupakanmu?

"Can, aku ke toilet dulu ya."

Aku menangguk, lagi. Menatap heran teman-temanku. Hari ini, hidup mereka tidak selow. Seperti ada yang disembunyikan dariku.

Aku memutar kursi, mengambil toples Mbak Dilla yang berisi oreo dan memakannya. Kata Mas Raka, makanan yang ditaruh di atas dispenser itu milik umum--siapa saja boleh memakannya.

Aku menatap buku catatanku kembali, tugasku menginput data pembelian bahan dan juga pengeluaran untuk membuat bahan produksi. Dalam akuntansi, itu istilah perhitungan manufaktur. Kalau tanggung jawab Mas Raka dan Mbak Dilla tentu lebih besar dari aku, berhubung aku anak baru.

"Cantik!"

Sudah kuduga, sifat jahil itu muncul dari Pak Roma.

"Apa?"

"Aku tidak memanggilmu. Aku sedang memuji jika kamu itu cantik."

"Tau ah." Aku melengos, bahkan aku sendiri sampai fobia kaca hanya karena wajahku selalu tampak jelek di depan kaca. Apa Pak Roma sebegitu butanya?

"Kok gitu? Harusnya kamu itu bilang makasih."

"Pak Roma nggak ada kerjaan atau bagaimana? Main-main terus ke sini perasaan."

Mendengar itu membuat Pak Roma sumringah. Serius, Pak Roma itu pria paling gila yang pernah aku temui.

"Saya Owner, bukan CEO. Ngerti?" Aku mengerutkan kening dan itu membuat pria di depanku semakin menghina saja air wajahnya. "Pasti nggak ngerti."

"Ngerti."

"Apa, tebak?"

"Owner itu pemilik, sementara CEO itu President Dalton Corp, tapi belum tentu pemiliknya."

"Pintar!"

Aku memutar dua bola mataku malas. Betul bukan? Pak Roma itu benar-benar tidak penting. Rasa-rasanya hidupnya memang penuh main-main. Maksudku, dia tidak seperti kata orang-orang yang tegas dan bijaksana. Dia gila.

"Kamu nggak jadi resign?"

"Ngapain?"

"Ban motor kamu selalu kempes dan tidak ada tindakan apa-apa."

RomantikaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora