Romantika 06

969 49 3
                                    

Tugas terkhir untuk mencintaimu adalah menyadarkanmu bahwa kau memang bukan satu-satunya serta tak seistimewa yang kau kira.

💔

Hari ini aku menangis karena bodoh.

Bodoh karena masih mencintaimu, karena kamu masih terlihat bermesraan dengannya.
Bodoh karena menangisimu, karena lagi; kulihat kamu tengah jalan bersama dan tertawa riang dengannya.
Bodoh karena tak pernah sadar dan memilih sudah.
Bodoh karena telah menyiakan hal baik yang selalu saja kutemukan dimana-mana.

💔

"Ini dimana?"

Aku mengerjabkan mata, melihat sekeliling ruang. Ini kamar yang kuyakini bukan milikku. Nuansa abu-abu di dinding beserta alat-alat musik yang memenuhi ruang, bahkan kamar ini rasanya seluas rumah milikku.

"Eh, sudah bangun?"

"Pak Roma!"

"Roma aja. Panggil Pak kalau di tempat kerja."

"Oh, tapi saya kerja di tempat Mas Veron."

Pria itu menggulung kemeja sebatas siku. Menarik! Sepertinya Roma pakai pelet sampai terlihat menyenangkan untuk kulihat.

"Veron saja kamu panggil Mas. Sudah, panggil saya Roma saja."

"Nggak enak, Pak Roma!"

"Roma atau baby?"

"Ih apa-apaan?" Aku menjerit, enak saja dia bicara begitu dengan entengnya.

"Ayo, pilihannya cuma dua."

"Pa--"

Cup. Aku melotot. Tega-teganya ia menciumku!

"Jadi panggil Baby aja?"

"Iya--Roma!"

Aku mendengkus. Tak lama, perutku tiba-tiba berbunyi karena sejak pagi tadi belum makan. Ditambah lagi aroma martabak telur yang menguap dari paper bag Roma membuatku semakin kelaparan.

Roma saja tanpa embel-embel Pak? Rasanya sangat aneh.

"Ini di rumah kamu, Roma?"

"Apa kantorku ada kamar semewah ini?" Aku melihat sekeliling. Tidak nyaman ruang semewah ini ada di kantor. Barang-barang berharga Roma pasti diincar dengan mudah oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.

"Enggaklah. Bising. Nggak nyaman."

"Pintar."

"Minta martabak!"

Aku bangun dari tiduranku. Sungguh kasur ini sangatlah empuk, seprainya begitu lembut, seperti tiduran di awan rasanya. Perpaduan mengistirahatkan tubuh yang sempurna.

"Martabak siapa?"

Tanganku masih menjulur meminta, sementara Roma berjalan ke arahku dan duduk di sampingku.

"Itu yang kamu bawa!" Hidungku mengendus-ngendus. Sungguh aku human yang tidak tahu diri.

Tapi, kadang aku suka seperti ini jika nyaman dengan seseorang. Ya, seseorang yang aku rasa begitu dekat dengan hatiku.

"Ini baju."

"Baju? Baju siapa?"

"Baju baru kamu."

Lama aku mencerna ucapan Roma. Sampai akhirnya aku melihat tubuhku yang telanjang.

Refleks, aku menjerit kencang. "ROMA!!!!!"

RomantikaWhere stories live. Discover now