Romantika 08

665 54 2
                                    

"Bu Listy ngapain di sini?"

Aku berbisik pada Mas Raka, selain keberadaan Bu Listy yang dulunya hanya supervisor di salah satu merk parfume yang ada di pabrik ini, Mbak Dilla juga tidak terlihat.

Mas Raka menatapku serius, membuatku takut sebab sesuatu pasti sudah terjadi.

"Can...." Aku hanya mengernyit melihat raut sendu Mas Raka. Seketika, jantungku berdetak kencang. Ada apa, Tuhan? "Dilla ditangkap."

Aku yang tidak bisa mencerna kalimat Mas Raka masih diam duduk di tempat, menilai tiap reaksi yang Mas Raka tunjukkan.

Ditangkap bagaimana? Teman satu kos Mbak Dilla memang ada yang narkoba, tetapi Mbak Dilla sudah berjanji padaku jika dia tidak ikut-ikut. Mbak Dilla bilang dia akan pulang setelah berpisah dengan kekasihnya sekarang.

"Mak—maksudnya gimana?"

"Dilla melakukan penggelapan uang di kantor. Beberapa faktur perusahaan ia hilangkan jejaknya. Seratus juta."

Jatuh, air mataku mengalir turun ke pipi. Ini rasanya mustahil.

"Lo prank, ya, Mas? Mbak Dilla make uang segitu besarnya buat apa? Mbak Dilla cuman bawa motor, pakai tas yang cuman ratusan ribu, baju aja dia beli di serba tiga lima."

"Can.... Gue juga nggak nyangka Dilla bisa seperti itu. Dia ambil uang itu buat bayar utang ayahnya. Tapi cara Dilla salah dan nggak ada ampun dari Mas Veron."

Aku terkejut luar biasa, Mbak Dilla tidak pernah menceritakan masalah sebesar ini kepadaku. Dia orang yang baik, dia yang selalu mengajarkanku untuk menghargai diri sendiri, membuat diri sendiri menjadi sosok yang lebih kuat agar tidak mendapat bullying lagi seperti saat duduk di bangku SMK.

Tapi, sekarang semuanya seperti direnggut paksa dariku. Mbak Dilla dan segala hal darinya, apa-apa yang pernah Mbak Dilla ajarkan tidak bisa lagi aku dapatkan. Aku kehilangan sosok orang yang sudah aku anggap sahabat sendiri.

"Bu Listy yang gantiin Mbak Dilla sekarang."

Mas Raka memberiku tissue dan aku menghapus air mataku. Gagal. Air mataku terus saja berjatuhan tanpa bisa kutahan.

Kenapa ini bisa terjadi?

"Udah Can, jangan nangis. Ayo semangat, kerjaan lo udah numpuk banyak."

Hari itu, aku akhirnya bekerja dengan pikiran penuh dan air mata yang kadang berjatuhan. Bu Listy sangat baik, pekerjaannya cukup bagus dan ia membantuku yang tidak stabil kondisinya untuk sekarang.

Bu Listy mengetikkan pekerjaanku sementara aku membacakan dari faktur apa-apa yang menjadi pengeluaran dan jumlah yang telah dipakai untuk bahan produksi. Bu Listy juga membagikan kacang toro untukku dan Mas Raka.

"Dilla itu sudah baik tujuannya, tetapi cara yang Dilla pakai salah. Kamu jangan melakukan hal yang sama dengan Dilla, ya."

Aku menggeleng, bahkan aku masih terkejut dengan apa yang aku dengar. Ternyata aku salah menganggap Mbak Dilla sahabat. Karena aku tidak tahu apa pun tentang Mbak Dilla.

*

"Burik."

Aku lebih fokus melamun sambil memakan es krim. Bodo amat Roma mengajak entah siapa berbincang.

"Burik."

"Yah.... Cantik."

Aku menoleh, "Apa?"

"Kamu memang cantik, tidak burik"

Bugh!!

Aku memukulnya dengan totebag milikku. Mampus! Padahal totebag-ku berat. Ada dompet make up, payung, mantel, ciki untuk mengemil di dalam nanti, dan sebotol minuman titipan Mas Raka.

RomantikaWhere stories live. Discover now