Romantika 03

1.5K 60 2
                                    

Tugas terakhir untuk mencintaimu adalah menghapus kamu.


💔

Aku punya satu rahasia bahwa aku membencinya. Dia, yang masih saja kamu buat bahagia. Dia, yang masih saja tertawa bersamamu. Dia, yang masih saja mendapat perhatian darimu. Dia, yang tak pernah lepas dari doa-doamu sepanjang waktu.

×

"Cantik."

Aku menoleh, tampak di hadapanku, seorang laki-laki sedang menyantap bubur ayam dan susu coklat di samping piringnya. Aku sendiri sibuk menikmati mojito, kali ini rasa mangga matah beserta buah lemon. Minuman ini memang menyegarkan terlebih saat musim panas seperti sekarang.

"Iya, kenapa?"

"Saya nggak manggil kamu. Saya bilang kamu cantik."

Aku tersipu. Baru kali ini ada orang yang memujiku cantik setelah kamu.

"Makasih." Kamu juga tampan.

Laki-laki itu mencondongkan tubuh di seberang sana untuk lebih dekat ke arahku. Refleks, badanku jadi mundur. Aku membawa gelas mojito dan menyeruputnya cepat. Mataku tak berhenti melihat sekeliling, takut jika ada teman di kantor, bisa-bisa aku dijadikan bahan gosip.

"Kamu... Lucu ya?" Ujarnya. Ia terkekeh-seksi. Aku menggigit ujung sedotan sembari nyengir kaku.

Ini orang kenapa, sih? Aneh banget. Nggak takut dimarahin istrinya apa godain aku?

"Perkenalkan, saya Roma Dalton."

Whoops, aku tersedak, terbatuk-batuk. Pak Roma yang bingung buru-buru menghampiriku. Menepuk-nepuk punggungku seraya memberiku susu coklat miliknya.

"Maaf. Saya pikir siapa." Harus baik-baik, Cantik. Kalau nggak mau dipecat Bos Veron.

"Memangnya, siapa nama kamu?"

"Cantika Ramon."

Dia, orang yang paling dihormati Bos Veron yang paling dingin, orang yang dibilang Mas Raka pintar menghargai wanita, benar-benar idola. Wajah tampannya tidak perlu diragukan lagi. Kaum hawa akan akan menengok dua kali jika berpapasan dengannya.

"Pantas saja saya bilang cantik, noleh."

Aku terkekeh miris. Hidup, kenapa sih, aku harus bertemu dengan orang-orang yang high quality jomblo? Padahal, aku tahu mereka nggak akan tertarik denganku. Nanti, jika lagi-lagi hatiku patah, apa yang bisa kulakukan selain menangis diam-diam sembari menyalahkan takdir?

"Saya permisi dulu, Pak. Jam istirahat saya hampir habis."

"Mau kemana?"

"Sholat?"

"Saya, ikut ya."

"Pak Roma muslim?"

Ia terkekeh, berjalan mendahuluiku menuju mushola kantor. Aku berhenti sejenak. Melihat punggung Pak Roma yang menjauh sekaligus mengingat kilasan beberapa tahun lalu.

"Sudah adzan, kalau kamu mau menenangkan hati kamu, kamu boleh ikut saya."

"Kemana?"

"Mushola."

"Bapak jadi Imam saya?"

Kamu tersenyum jahil. "Saya harap, kamu nggak lagi ngelamar saya."

Ah, Anugrah.

Andai semudah itu menghapus kamu.

*

RomantikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang