13

52.4K 5.1K 281
                                    

Bryan mengenakan kemejanya, perlahan berjalan menuju pintu namun mendadak ia berhenti dengan kedua tangan terkepal erat di sisi tubuhnya. Bryan langsung membalikkan tubuhnya, berjalan kembali ketempat tidur, mengecup pelipis Thalia secepat kilat dan kemudian berbisik pelan,"Aku tidak bisa mencintaimu, maafkan aku."

Lalu, Bryan berjalan dengan cepat dari ruangan tersebut. Di luar, seluruh staff bodyguard termasuk Harrison membungkukkan tubuhnya.

"Apakah anda sudah siap untuk pergi, Sir?" tanya Harrison.

Bryan tidak mengindahkan pertanyaan Harrison dan tetap berjalan menelusuri lorong apartemen. Namun setelah tujuh detik berdiam diri sambil mengepalkan tangannya, Bryan berbisik pelan. "Jaga dia, Har."

"Saya mengerti, Sir."

"Jangan sampai pria tua itu ataupun salah satu orang suruhannya berani mendekat dia. Got it?"

Dengan cepat Harrison berjalan di depan Bryan dan membungkuk hingga membuat Bryan menghentikan langkahnya. Harrison mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuhnya sambil berkata. "Beliau telah berbicara dengan Ms. Tjandrawinata kemarin sore di rumah sakit. Saya belum mengetahui apa yang tengah di bicarakan oleh mereka, Sir. Tapi jika anda mau, kami akan—"

"Tidak perlu." Dengan gerakan sangat perlahan Bryan menunduk dan berbisik tepat di telinga Harrison. "Tapi jika aku melihat ada satu goresan pada tubuhnya. Aku akan membuatmu membayar dengan goresan yang sama atau bahkan lebih parah."

Tubuh Harrison menegang.

"Kesalahanmu akan membawa keluargamu dan juga seluruh team-mu kedalam kehancuran Harrison. Sepenting itulah tugas yang kuberikan kepadamu." Lalu Bryan menegakkan tubuhnya, melipat lengan kemejanya hingga ke siku. Mata birunya kini terlihat begitu dingin dan tak tersentuh seperti biasanya. "Suruh Driver menyiapkan kendaraan. Aku akan menemui seseorang."

Harrison memejamkan matanya sesaat, berharap tidak ada lagi kesalahan yang mungkin akan terjadi selama beberapa jam kedepan. Setelah memulihkan keterkejutannya, Harrison langsung berlari dan menyiapkan Driver seperti biasanya. Bagi Harrison, ia lebih baik berlari selama sejam untuk menyiapkan kebutuhan Bryan di banding bersama dengan pria yang tidak bisa di tebak itu.

Sementara itu, Bryan berdiri di tempatnya dengan kepala menoleh kearah belakang. Seolah-olah tindakannya itu bisa menembus kearah kamar tidur di mana wanita itu berada. Perlahan dan dengan begitu lirih ia berkata, "Kadang cinta itu tidak perlu harus memahami, Sugar. Sama seperti kau tidak perlu memahamiku, just hate me as you want."

Thalia tidak berani membuka matanya. Ia tahu pria itu telah bangun, namun Thalia tidak berani membuka matanya dan bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun. Dan ketika kenyataan bahwa pria itu meminta maaf kepadanya hanya karena tidak bisa balas mencintainya. Hal itu membuat air matanya mengalir.

Air matanya mengalir dan menggores luka di hatinya dengan begitu dalam. Thalia bukan wanita yang cengeng tapi ia juga bukan wanita yang benar-benar kuat. Sungguh, Thalia sudah berusaha menata hatinya. Namun kenapa ini semua masih menyakitkan baginya? Kenapa semua ini malah lebih menyakitkan di banding dengan apa yang di pikirkannya?

Satu-satunya hal yang bisa membuatnya sedikit tersenyum adalah karena ia pernah menjadi kekasih pria itu. Dan hal yang lebih gilanya lagi? Thalia berharap hamil.

Perlahan Thalia mengulurkan tangan, mengelus bantal yang ada di sampingnya. Lalu memeluk bantal tersebut yang menebarkan aroma Bryan. Dan air matanya mengalir begitu saja. "Kalau mencintaimu adalah perkara yang mudah, kenapa aku tidak membencimu dengan mudah? Dan kau tahu apa yang lebih menyakitkannya lagi?"

The Man Who Can't Fall In LoveWhere stories live. Discover now