Posesif

18.2K 1.2K 135
                                    

Slice of life. Father vs Son in law story. #1. Posesif

Bukan cerita seriusan yah, cuma buat seneng-senengan yg nulis :)


Rasa panas itu mengalir dari jantung ke wajah, aku yakin penyebabnya adalah karena darahku mendidih dan terpompa ke kepala, akibat apa yang baru saja diperbuat Revarion Alzier padaku. Sementara dihadapanku bocah lelaki itu terlihat seperti tanpa beban, matanya menatapku dengan keteguhan tak tergoyahkan.

Pembawaannya yang tenang selalu mengingatkan pada almarhum Tamong Dalom Azwar Patranegara, Kakek buyut dari pihak Ibunya. Tapi dibalik ketenangan itu juga tersimpan kecerdasan dingin dan mengintimidasi yang membuat Revar menjadi sosok muda yang kelihatannya cukup disegani dan anehnya terlihat lebih dewasa dari kebanyakan remaja sebaya—apa yang tidak aku suka dan aku yakini dia warisi dari sisi Ayahnya.

Kami sedang duduk di ruang tamu rumahku, berhadapan ... hanya terpisah oleh meja serta amplop coklat dalam ukuran yang cukup besar yang ada diatasnya. Dan benda itulah yang membuatku marah.

"Berani-beraninya kamu berbuat ini!" itu satu-satunya kata-kata yang bisa aku ucapkan pada Revarion Alzier dan kelakuannya yang seperti sengaja menginjak-injak harga diriku. Dengan setumpukan uang dalam amplop yang dia sodorkan, Revar mengusik egoku sebagai seorang ayah.

"Pak Dalom jangan salah sangka, saya tidak bermaksud berbuat apapun selain melaksanakan tanggung jawab saya pada Azira."

"Kamu pikir Pak Dalommu ini sudah tidak mampu lagi membiayai anaknya sendiri, hah!"

Revar tersenyum datar, "Saya nggak bilang seperti itu kan? Lagipula dalam agama bukankah sudah diatur dengan tegas siapa yang berhak menafkahi seorang istri?"

Aku menutup rapat mulutku mendengarnya berbicara, jelas-jelas menantuku itu tahu cara tercepat untuk membungkam dan meredakan amarahku. Jadi mungkin lebih baik kutempuh cara lain untuk memenangkan perdebatan ini.

"Revar, apa kamu tidak ingin menggunakan uang ini untuk kepentingan kamu sendiri? Pak Dalom yakin ... kamu pasti punya banyak keinginan yang belum terlaksana. Gunakan saja uang ini untuk jalan-jalan keluar negeri atau membeli apapun yang kamu mau, Pak Dalom akan mendukungmu ... tapi biarlah urusan Azira Pak Dalom yang mengurus."

Bukan kemenangan, yang kudapat justru gelengan dan senyuman mantap darinya. Aku tahu, anak ini keras kepala seperti ayahnya. Dan jika sudah ingin melakukan sesuatu ... dia tidak akan melepaskannya dengan mudah.

Sejak dia—secara terpaksa harus—menikahi Azira, Revar sepertinya berusaha keras mewujudkan tanggung jawab yang sebenarnya belum layak diembannya. Dari Reira aku tahu, jika Revar mengumpulkan uang dengan bekerja magang di kantor Aristha, juga freelance sebagai penyiar disebuah radio swasta.

"Kamu tidak akan membiarkan Pak Dalom menolak ini kan?" tanyaku mulai kesal.

"Tidak, kecuali jika Pak Dalom ingin saya bicara langsung sama Azira dan membongkar status pernikahan kami ... saya sudah siap kok, lagi pula menurut saya gagasan itu nggak jelek-jelek amat."

Sialan! "Menantu kurang ajar. Lain kali jangan pakai tekhnik intimidasi Ayahmu untuk mendapatkan apa yang kamu mau," gerutuku sambil mengambil amplop di atas meja kemudian berlalu menuju ke kamar.

Di dalam kamar aku membanting amplop itu ke atas tempat tidur, tepat di depan Reira yang sedang menyisir rambutnya.

Mata Reira berbinar geli namun bibirnya mengumbar senyum. "Kamu seharusnya bersyukur Revar selalu tanggung jawab sama Azira."

My Story Book (One Shoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang