Xtra - Rahasia Kecil

35.6K 1.7K 151
                                    

Hello masih ada yang ingat gak dengan kisah ini...

saya lagi kangen nih. makanya upload kisah lama ini...

selamat menikmati ya, semoga ceritanya gak basi.



Aku sedang membaca jurnal kedokteran diatas ranjang tempat tidurku ketika dia keluar dari balik pintu kamar mandi sambil mengendap-endap nyaris tanpa bersuara menuju kesebelahku.

Aku nyaris tertawa ketika menyadari kalau kebiasaan pelupanya yang parah itulah yang menjadi penyebabnya.

Dia, Annisa –istri kontrakku- melakukan itu semua karena lagi-lagi pelayan pribadinya menjejalkan lingerie seksi untuk dipakainya didepanku dan lagi-lagi dia pasti lupa membawa kimono pelapis untuk dipakainya keluar toilet, kebiasaan buruk yang membuatnya frustasi selain –menurut pengakuannya- tekanan supaya dia cepat hamil dari pelayannya itu.

Aku berpura-pura mengacuhkannya supaya dia tidak malu dan melakukan hal bodoh yang membuatku harus mencarinya disekeliling rumahku.

Aku pernah dengan sengaja mengangkat kepalaku saat dia sedang lewat dengan lingerienya itu...sengaja memberikan tatapanku sedikit lebih lama dari biasanya, hanya karena ingin tau reaksinya yang terjadi adalah wajahnya langsung berubah warna dan detik itu juga dia kabur entah kemana...setelah berjam-jam aku mencarinya akhirnya aku menemukannya menggulung diri dengan kain gorden di ruang kerja pribadiku.

Pemalu yang parah sekali istriku itu rupanya...sejak itulah aku lebih memilih untuk mengacuhkannya jika kebetulan dia lewat dengan lingerie yang sebenarnya terlihat sangat menggoda ditubuhnya itu.

“Selamat malam yang mulia” ucapnya ketika sudah berada disebelahku...bergelung didalam selimut tebal yang dikuasai sepenuhnya oleh dirinya.

Aku mengangkat kepalaku dan tersenyum saat menatapnya sekilas “Selamat malam” sahutku pelan “tidur yang nyenyak ya” tambahku lagi sambil mengulurkan tanganku untuk mengusap puncak kepalanya sebentar.

Dia mengangguk saja, dengan mata terkatup...dan aku bisa memulai hitungan dari satu sampai sepuluh....dan dia pasti sudah pulas dalam tidurnya.

Aku meneruskan membaca jurnalku sampai lewat tengah malam, baru terhenti ketika wanita disebelahku bergerak-gerak gelisah dalam tidurnya. Aku mengakhiri kegiatanku dan menaruh buku itu kemeja disebelah tempat tidur.

Tubuhku dengan sengaja kumiringkan menghadap kearahnya, sementara tangan yang lain meraih ponselku yang sejak tadi kusembunyikan dibawah bantal, sengaja kusembunyikan untuk momen kali ini.

Ya! sejak menikahinya aku punya kebiasaan baru yaitu diam-diam merekam segala igauannya didalam tidur, kebiasaan unik yang bahkan telah dilakukannya sejak malam pertama kami menikah.

Waktu itu aku tak bisa tidur karena dia terus bergerak-gerak gelisah dan menggumam sepanjang malam dalam bahasanya...dia baru berhenti saat aku mengulurkan tanganku untuk memeluknya, dan sejak saat itu aku selalu merekam gumamannya itu nyaris disetiap malam.

Lagi-lagi dia bergulak-gulik dengan gelisah dibalik selimutnya...menggumam dengan suara pelan dan terlihat frustasi sekali. Seingatku dia selalu begitu setiap kali mengigau.
 
Sangat menyedihkan melihat wajahnya yang begitu menderita didalam tidur.
Aku menghela nafas perlahan...tanganku kembali terulur kewajahnya, mengelus dengan lembut bagian diantara kedua alisnya yang berkerut dalam.

“Apa sebegitu menderitanya kau menikah denganku?” tanyaku separuh berbisik ditelinganya..berharap dengan melakukan itu dia bisa lebih tenang.

Tak ada jawaban tentu saja. Hanya saja dia benar-benar jadi lebih tenang setelah aku kembali menarik tubuhnya yang mungil mendekat kepelukanku.

Dengan sebelah lengan memeluknya dan lengan yang lain menumpu bagian belakang kepalaku aku berbaring menatap kelangit-langit kamarku.
Pikiran menyeruak membawa kekhawatiran terpendam pada gadis asing yang berada didalam pelukanku ini.

Dia begitu muda, polos dan tanpa perlindungan. Itulah yang membuat aku tertarik menjadikannya istri kontrakku.

Wanita asing ini benar-benar berbeda dari wanita lainnya yang pernah kukenal...entah dibagian mana dirinya aku seakan menemukan sesuatu yang bisa membuatku nyaman dengannya..tapi sepertinya itu tidak berlaku pada dirinya, dia tidak merasa nyaman ada didekatku.

Aku kembali menatap ponselku yang tadi kutaruh diatas bantal diatas kepalanya, entah sudah berapa banyak rekaman suaranya disana, pelan aku menghela nafas panjang dengan mata yang sudah mulai terasa berat.

Diantara perjuangan terakhir benakku yang mampu kupikirkan hanyalah, aku harus melakukan sesuatu untuk tau isi dari rekaman-rekaman itu, dan kemudian mataku mengatup sempurna.
…………………….


“B...Berrrraattt...” suara serak itu dan guncangan dilenganku membuatku menggeliat sesaat lalu menghela nafas yang rasa-rasanya masih separuh tertinggal ditubuh ini.

“Uhmmmm....sudah pagikah?” tanyaku lesu.
“Yang muliaaa....beraaatttt...” dia kembali mengeluh sambil memukul-mukul lenganku yang kupakai untuk memeluk tubuh mungilnya, aku diam saja dan berpura-pura melanjutkan tidur kembali.

Alasan aku belum mau bangun adalah, kenyamanan yang kurasakan saat berbaring sambil memeluknya, dia benar-benar harum,hangat dan empuk.
Ahhhh...ini enak sekali.

Tiba-tiba saja aku merasakan dorongan yang begitu kuat menyentakkan tanganku, karena kaget aku membuka mata dan langsung duduk, gadis disebelahku memegangi lehernya sambil terbatuk-batuk.

Sementara ku hanya bisa menatapnya keheranan. “Kau kenapa?” tanyaku padanya.
Dia balas menatapku dengan wajah kesal “Membunuhku! Apa anda sedang merencanakan itu yang mulia?” tanyanya ketus.

Aku semakin keheranan dengan pertanyaannya itu “Ada apa denganmu”.
“Aku tidak bisa bernafas…tangan anda berat sekali, dan itu menindih leherku, rasanya benar-benar bagai mau mati”

Aku tersenyum sekilas menyadari kesalahan fatal yang kulakukan dengan berlama-lama memeluknya “Salahkan saja tubuhmu…kenapa lemah sekali, baru ditindih lenganku saja sudah mau mati, bagaimana kalau seluruh tubuhku kupakai untuk menindihmu…bagaimana?” cecarku sengaja ingin membuatnya lebih kesal.

Seketika aku bisa melihat wajahnya yang semula pias berubah menjadi kemerahan “Pe-pertanyaan apa itu?” tanyanya gugup, sambil membuang muka menghindar dari tatapanku.
Perutku hampir kram karena menahan tawa.

“Aku mau mandi” katanya kemudian setelah melihat aku kembali merebahkan tubuhku keatas bantalku.
“Apa aku harus tau itu?” aku kembali bertanya.

Kulihat bibirnya mengerucut lucu “Bukan itu maksudku! Biasanya anda kan mandi lebih dulu dari aku…”.

“Oh!” kataku pelan “Aku lagi malas, kau silahkan duluan” lagi-lagi aku sengaja melakukannya…sekarang dia pasti sangat kebingungan memikirkan cara untuk pergi ketoilet tanpa membuatku melihat lingerie seksinya itu..ha ha..

Sambil menahan senyumku aku menggaruk pelipis kananku perlahan, terkejut sendiri menyadari kalau kelakuanku bisa sangat jahil seperti kanak-kanak.

“Yang mulia, boleh aku bawa selimut ini kekamar mandi tidak?” tanyanya pelan.
“Kalau kau ambil selimutnya aku bisa mati kedinginan….pagi ini dingin sekali”
“Tapi…..tapi….”.
“Kau kan mau mandi…kau tak butuh selimut yang kau butuhkan handuk, dan kurasa para khadimah sudah menyiapkannya disana”.
“Bukan ituuuuu…”.
“Lalu!”.

Dia benar-benar terlihat salah tingkah dihadapanku, warna merah diwajahnya menyebar sampai keleher dan daun telinga…bibirnya mengerucut semakin runcing lagi…ha ha…benar-benar hiburan menyenangkan dipagi hari.

“Jangan…jangan…” aku menatapnya serius “Kau..” tunjukku padanya “Kau ngompol ditempat tidurkan…benar begitu?”.

Dia menatapku dengan bibir membuka shock “Tidaaaakkk….” Jeritnya refleks “Aku nggak ngompol…memangnya aku bayi…”protesnya geram.

Aku bangkit dari tempat tidurku berdii ditepi ranjang menatapnya penuh dengan kecurigaan “Aku tidak percaya…aku harus memeriksanya” kataku sambil menarik tepi selimut kuat-kuat…

“JANGAAAAAN…..” teriaknya histeris.
Tapi terlambat…aku sudah melihatnya…

Ha ha….benar-benar pemandangan pagi yang inspiratif sekali.
Dengan panik dia menaruh kedua lengannya bersidekap didepan dada menatapku dengan tatapan kesal dan nyaris menangis.

“Oh..” kataku seolah-olah menyesali “Maaf…aku tidak tau” sebelum dia keburu kabur aku melempar selimut tebal itu kearahnya, sampai menutupi seluruh tubuhnya…bahkan kepala.

Dibawah selimut itu aku melihatnya menggeliat-geliat bagai kucing dimasukkan kedalam karung.

Aku tertawa kecil, lalu merentangkan kedua lenganku keatas….”Hhhhhh….segar sekali pagi ini” desahku sambil tersenyum lebar dan melangkah menuju kekamar mandi “Kalau begitu aku mandi dulu saja” kalimat bernada puas itu lebih kutujukan kepada diriku sendiri.
………………………


Aku sedang menandatangani setumpuk berkas-berkas yang kebanyakan isinya persetujuan kerja sama dengan tempat dimana aku akan menaruh uangku untuk investasi terbaru kami, sebuah jaringan bank internasional raksasa yang tengah mengalami kesulitan keuangan.

Dari pengalaman yang sudah-sudah, investasi semacam ini memang membutuhkan dana yang sangat besar. Tapi jangan ditanya keuntungan yang kelak akan kuterima, sangat besar tentu saja.

Tiba-tiba saja aku mendengar suara pintu ruang kerjaku diketuk kembali.
“Masuk” jawabku datar tanpa mengalihkan tatapanku dari berkas-berkas yang kutandatangani.

“Maaf yang mulia, orang yang anda cari sudah datang” Rakesh Davindra, sekretaris pribadiku yang berkebangsaan India yang berbicara “Apa dia boleh saya suruh masuk kesini?”.

“Suruh saja” kataku padanya singkat “apa dia datang sendirian?”.
“Tidak yang mulia ada seorang lain yang datang bersamanya”.
“Baiklah…aku akan menerimanya” aku segera menutup berkas terakhirku, dan Rakesh menghilang di balik pintu kaca kantorku, setengah menit kemudian dia kembali lagi bersama dua orang lainnya…yang satu pria Arab bertubuh gemuk pendek dan satunya lagi pria asing berwajah melayu.

Aku menghampiri keduanya sambil tersenyum “Mr. Tsuhail” sapaku seraya menyalaminya “Apa kabarmu? Ayo silahkan duduk saja kalian” suruhku.

“Seperti yang anda lihat sendiri Yang mulia” sahutnya ramah…”Oh ya ini Akhsan Hasyim” katanya seraya menunjuk pada lelaki muda disebelahnya “Dia staf kedubes Indonesia…temanku, saat anda mengatakan anda butuh penterjemah bahasa Indonesia aku segera saja teringat padanya”.

Aku tersenyum pada pria asing itu “Kau orang Indonesia?” tanyaku tanpa basa-basi.
“Iya yang mulia”.
“Kau pernah jadi penerjemah sebelumnya?”.
“Beberapa kali saja yang mulia…”.

Aku menganggukkan kepalaku sambil menatapnya meneliti…”Bisakah orang ini dipercaya?”.
“Saya mempercayainya tuan…” jawabnya singkat.

“Baiklah kalau begitu” kataku sambil menatap pada Rakesh memberi tanda padanya untuk membewakan sesuatu untukku. Dia mengangguk paham dan segera berbalik kearah meja kerjaku mencari-cari sesuatu yang kusimpan disebuah kotak kaca…
“Aku mempercayakan ini semua padamu” kataku pada sipemuda.

“Sekretarisku yang akan mengurus pembayaran atas pekerjaanmu, dan kuminta kau melakukannya sebaik mungkin tanpa ada kesalahan sedikitpun, kau paham tugasmu?”aku kembali bertanya.

Dia tersenyum dan mengangguk.
Aku balas tersenyum pada kedua orang itu.
……………………


“Kalau saja aku tidak ingat dia satu-satunya orang yang mau menjadi temanku saat pertama kali aku datang kesini, aku pasti akan meminta anda untuk menggantikan Zubaidah dengan khadimah yang lain”.

Istriku itu sibuk bercoleteh, mengadukan padaku apa yang dialaminya setiap hari sejak dia menikah denganku hal itu menjadi rutinitas kami sebelum waktu makan malam tiba..

Aku mengangkat kepalaku sekilas dari laptopku.
“Memangnya apa lagi yang dia lakukan padamu…Lingerie lagi? Bilang saja aku tidak suka dengan lingerie-lingerie itu…aku suka melihatmu polos…katakan saja begitu”.

“Yang muliaaaaaa……” protesnya kesal.
“Kenapa? Dengan mengatakan itu aku yakin dia akan berhenti menyuruhmu memakai lingeri lagi”.

“Tapi dia pasti akan menyuruhku memakai handuk saja saat mau tidur”.
Mau tak mau aku tertawa mendengar jawabannya itu “Apa dia benar-benar akan melakukannya?” tanyaku.
“Pasti”.

“Kalau begitu cepat suruh dia kesini, aku akan langsung memintanya melakukan itu…Aduuuuhhhh” aku meringis sambil mengusap-usap pinggang kananku tempat dimana dia mendaratkan cubitannya barusan, aku kembali menatapnya.

“Kau belum tau ya hukuman untuk penganiaya anggota keluarga kerajaan?”.
Dia menatapku cemberut “Biar saja aku tak peduli, mau di qishas, mau dipancung…sama saja. Kalau anda terus-terusan menjahili aku begitu aku pasti akan mati karena stress”.

Aku tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepalaku….sejak ada dia rasa-rasanya aku sering sekali tertawa. Aku baru menyadari kalau punya seorang istri itu lebih menghibur ketimbang menonton comedy show seperti yang pernah kulakukan di salah satu klub di Las Vegas.

Aku kembali menekuni laptopku….menyimak dengan serius apa yang disampaikan oleh penerjemah itu lewat headset yang tersambung langsung kelaptopku.
Aku mengernyit saat mendengar salah satu kalimatnya…

“Apa sih yang anda dengar?” katanya singkat sambil ikut menundukkan tubuhnya disebelahku. Aku memberikan headset yang kupakai padanya.
Dia menyimak dengan serius.
Aku menatap ekspresinya itu dengan seluruh perhatian tertuju padanya.

“Ini kan bahasa Indonesia” katanya sambil tersenyum sambil balas menatapku.

Aku mengangguk “Aku menyewa penerjemah yang terbaik untuk mencari tau artinya dalam bahasa Inggris” sambungku lagi.

“Ahhh…kenapa harus menyewa penerjemah segala…aku bisa melakukannya…” dia mengeluh seakan menyesali apa yang kuperbuat itu.

“Ini sangat mudah…gadis yang bicara dalam bahasa Indonesia itu hanya mengeluh kalau dia bisa mati kalau terus-terusan berada didekat lelaki setampan dia…terus gadis itu juga bilang kalau dia harus berjuang untuk tidak jadi gila setelah menjadi istri orang itu….ha ha…kasihan sekali perempuan dalam kaset ini” dia tertawa kecil sampai kedua matanya tampak menyipit.

Aku mendengus geli sambil terus-terusan menatap wajahnya.
“Lalu dia bicara apa lagi..”.
“Dia bilang…jantungnya bisa rusak kalau terlalu sering memandangnya…dia ingin matanya buta supaya dia tidak bisa melihat senyum diwajah tampan orang itu…Ckkk…kasihan sekali..”.

Aku mengangguk setuju.
Sambil menarik punggungku bersandar kekursi kerjaku aku menarik headset milikku dari telinganya “Sudahlah….” Kataku saat dia menatapku keheranan “Kurasa aku sudah tau kalau isinya cuma keluhan saja…yang jelas gadis ini harus diberi bantuan dari psikiater”.

Dia mengangguk setuju “Benar”.
“Ngomong-ngomong, kau tidak merasa seperti itukan saat ada didekatku?” aku tak dapat menahan diri lebih lama lagi untuk tidak menanyakan itu padanya.

Matanya melebar menatapku kaget….menilai dari reaksinya itu aku bisa tau kalau pertanyaanku sungguh mengena dihatinya.

“Ti..tidak…t-tentu saja tidak?” jawabnya gugup.

Aku tersenyum “Syukurlah kalau begitu…akan sangat merepotkan kalau kau kelewat
terpesona padaku…”

Aku mendengarnya menghela nafas lelah…caranya melakukan itu membuatku berpikir bernafas baginya adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan, dengan satu gerakan lembut aku merengkuh pinggangnya dengan tangan kananku kemudian menariknya kedalam pelukanku.

Bisa kurasakan tubuhnya otomatis menegang saat aku melakukan gerakan tak disangka-sangka itu…cukup bagiku untuk tau seberapa parah siksaan baginya saat ada didekatku.

“Aku tak pernah ingin membuat orang lain menderita” ucapku dengan suara sepelan mungkin “Tapi jika aku melakukannya tanpa sengaja padamu maka kuminta kau harus tetap kuat” sambungku lagi.

“Bernafaslah dengan normal dan teratur seberat apapun rasanya itu bagimu…pejamkan matamu kalau kau terganggu saat melihat ada aku didekatmu…tapi apapun yang terjadi kau harus tetap ada disekitarku”.

Lalu kesunyian melingkupi kami berdua didalam ruangan kerjaku itu, kesunyian yang dipenuhi oleh suasana canggung dan kaku tapi aku masih belum ingin melepas pelukanku dipinggangnya.

“Boleh aku bertanya?”
“Ya?” aku menyahuti sambil mendongakkan kepalaku untuk menatap wajahnya.
“Itu tadi….apa karena anda mengkhawatirkan aku?”.

Aku tersenyum “Tentu saja”.
Dahinya berkerut bingung saat balas menatapku “Kenapa?”.

Sebelum menjawabnya aku melepaskan pelukanku di pinggangnya berdiri dari dudukku dan duduk ditepian meja, tepat dihadapannya….dalam keadaan yang seperti ini kami sejajar sekarang “Haruskah seorang suami memberikan alasan setiap kali dia mengkhawatirkan istrinya?” aku balik bertanya.

“Tapi akukan hanya istri bayaran..”
Aku menganggukkan kepalaku perlahan “Iya…tapi bagiku kau lebih dari itu…kau seperti saudari perempuanku…temanku…dan…” aku dengan sengaja menggantung kalimatku.

“Apa?” matanya membesar oleh rasa penasaran terhadap kalimat yang tidak kuselesaikan itu.

“Kadang saat bersamamu menurutku lebih menyenangkan dibanding bersama Ar-rauzan atau Izar..”.

“Ar Rauzan” dia mengulang nama itu “Kuda kesayangan anda! Ya tuhan…jadi anda menyamakan aku dengan binatang peliharaanmu? Benarkah seperti itu yang mulia?”.

Aku tertawa melihat wajah sebalnya saat balas menatapku “Ada bedanya antara kau dengan Ar-rauzan…”

“Apaaa???” katanya masih sambil cemberut.
“Ar-rauzan liar tapi bisa ditunggangi…kau jinak tapi tak bisa ditunggangi  ha ha…benarkan?”.

Wajah itu memerah lagi, matanya semakin lebar saat memeloti aku.
“Ih…berhentilah mengatakan hal yang tidak-tidak begitu yang mulia…anda mau aku jadi depresi seperti gadis didalam rekaman itu…”

“Itukan memang suaramu…”
Dia terpaku beku sambil menatapku.

Aku balas menatapnya sambil memberinya senyuman innocent-ku hal yang sering kulakukan setiap kali melakukan hal yang bisa membuatnya malu atau ingin menangis “Itu suara igauan mu saat tidur…aku merekamnya dan karena terlalu ingin tau artinya aku menyuruh orang untuk menerjemahkannya”.

Dia masih membeku ditempatnya semula.
Kalaupun ada yang berubah hanyalah warna wajahnya.

Ah ya! Sial… aku lupa mengunci pintu ruang kerja ini dulu sebelum mengakui kejahatanku padanya.

Tepat disaat aku termangu-mangu memikirkan kecerobohanku itu dia berbalik dan langsung berlari, kabur dari hadapanku sambil membanting pintu ruang kerja dengan keras sekali.
Aku menghembuskan nafas panjang dari mulutku…mataku melirik arloji yang kupakai sambil berdiri dan berjalan menuju pintu yang sama dengan yang baru saja dibanting olehnya…
Sambil mulai mencarinya aku berdoa semoga ini tak akan lama.

END






My Story Book (One Shoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang