Love at the first sniff

24.4K 1.2K 71
                                    

Cerita dimuat dalam kumcer Secret Lust bersama enam cerita author wattpad lainnya. sengaja diunggah hari ini karena temanya tentang Holi Festival yang kebetulan baru dirayakan kemarin (masih deket2 nuansanya yah)

Jika kebetulan ntar dapet larangan tayang akan segera di hapus untuk dibikin versi ... ahh liat nanti aja. dilarang copas atau remake karena ini udah pernah terbit dan ada ISBN-nya.


~Bukan wajah yang menggugahku, tapi aku jatuh cinta pada endusan pertama dengan aroma tubuh Aditya Sharma.~

"Ciihh...!" cibiran sinis itu mengusik dari apa yang membuat langkahku terhenti di pintu Jodh Cafe.

Aku tersenyum sekilas pada Deepak Sharma yang berdiri di belakangku dan menatap masam pada sepasang kekasih yang sedang berciuman di Bar.

Untuk kali ini aku setuju dengan Deepak. Yang kami lihat tidak akan jadi pemandangan favorit, walau diam-diam selalu menjadi impianku untuk dapat melakukannya dengan seseorang yang aku cinta.

"Well, kakakmu benar-benar mabuk kepayang." Gumamanku terdengar penuh toleransi, bijak dan –seakan- tak tersakiti saat harus menelan mentah-mentah kemesraan antara Sanju dan Adi.

"Itu kabar buruk," sahutnya dingin. "Ibuku tidak menyukai Sanju," katanya seraya menggamit tanganku. "Sudahlah ayo kita masuk ke dalam. Akan kubuatkan kau masala chai yang paling enak."

Aku mengerutkan dahi. Pengakuan Deepak kalau Bibi Gauri tidak menyukai kekasih putra sulungnya agak mengejutkan.

Padahal yang kutahu, seperti kebanyakan keluarga Hindustan lainnya, keluarga Sharma masih teguh memegang adat istiadat tanah kelahiran nenek moyang mereka dalam menentukan pasangan.

"Deep, bisa tolong buatkan aku satu noon chai untuk Sanju."

Suara berat milik lelaki menepis lamunan, aku menoleh dan tersenyum pada pria yang berdiri di sebelah.

"Hai, Adi!" aku menyapa kakak sahabatku seperti biasa.

"Reena," dia membalas sapa-ku datar.

Dengan kulit coklat dan bulu-bulu halus pada garis rahang rahang sampai ke dagu, wajah eksotis Vikramaditya Sharma seratus atau dua ratus poin melebihi ketampanan adik-adiknya.

Adi terlihat jantan dan berkuasa bagai bangsawan Rajasthan dalam lukisan-lukisan klasik karya Raja Ravi Varma.

Matanya menyipit. "Kapan kau datang? Aku tidak melihatmu."

Keterkejutannya hanya kubalas dengan senyum kecil, seperti biasa aku tidak terlalu menganggap apa yang keluar secara verbal adalah yang sebenarnya ingin ia katakan. Dia jelas hanya berbasa-basi.

Aku terbiasa mencerna bentuk komunikasi lain yang keluar dari tubuhnya. Bahasa sakral aroma.

Sejak pertama kami bertemu aku sudah tertarik padanya. Itu sekitar dua tahun yang lalu.

Bukan wajah yang menggugahku, tapi aku jatuh cinta pada endusan pertama dengan aroma tubuh Aditya Sharma.

Dia memiliki paduan musikal aroma indah dari nada-nada bahan baku wewangian, hangatnya musk, sensualitas buah prem dan aroma manis menenangkan teh rempah masala khas India.

Wangi tubuhnya selalu membuat air liurku terbit dan jantungku berdetak dua kali lebih kencang dari biasa. Menebarkan darah ke seluruh penjuru nadi dan membuatku frustasi –nyaris gila- karena keinginan obsesif untuk mengeksplorasi aromanya.

Ketajaman memori seorang ahli seniman aroma membuatku bisa langsung mengenali rumus suatu parfum dan menemukan identitas bahan bakunya. Tapi aku tidak menemukan tandingan untuk aroma yang menguar secara ajaib dari tubuh pria Hindustan yang satu ini.

My Story Book (One Shoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang