3S :: (13) Bentrok

39K 3.6K 106
                                    

3S :: (13) Bentrok

=============

Lidahku tiba-tiba kelu. Aku ingin mengatakannya. Sekarang. Di sini. Tapi, sesuatu seolah menahanku. Kulihat wajah Mason. Dia pasti mengerti apa yang kurasakan, karena itu dia mendengus. Kakinya menendang-nendang kerikil yang ada di pekarangan rumahku, hingga membentur gerbang dan mengeluarkan suara nyaring. Kedua tangannya ia masukkan ke saku celana saat berkata, "gue memang gak mau lo ngomong gitu."

Aku menautkan kedua alis, bingung. 

Tawa Mason menyembur tanpa terkendali. Membuat aku semakin heran dan bimbang. Sebenarnya, ada apa dengan cowok ini? Apa dia gila karena Ava atau siapa, aku tak mengerti. Mason kini berjalan ke arahku hingga kami berhadapan. Matanya berkilat-kilat di bawah cahaya lampu.

"Bagaimana? Apa Tyler hebat? Apa lo berdua baru aja ..." Dia berhenti berbicara sementara matanya menatap sekujur tubuhku. "Baju yang fantastis," katanya, mendesis.

Aku menampar Mason. Keras. Emosiku nyaris meledak andai saja aku tak mengingat dia siapa dan apa artinya bagiku. Nafasku terengah-engah, aku menampar Mason lagi. Sekali. Dua kali. Yang ketiga, tangisku pecah dan bahkan aku tak bisa berdiri lagi. 

Kudengar Mason mengumpat, namun aku tidak peduli. Kenapa? Kenapa kita bertemu dan malah menyakiti satu sama lain? 

"Kenapa?" aku memukul lututku, hal yang kulakukan jika tidak bisa menahan emosi lebih lama lagi. "Kenapa kamu mikir kayak gitu ...?"

"Karena terlihat seperti itu!" Mason berteriak, dia mengumpat, lalu duduk agak jauh dariku. Hanya terdengar deru nafas kami berdua untuk sesaat. Saat emosiku kembali tenang, aku menyeka air mata lalu menatap langit. Aku sama sekali tidak ingin melihat Mason, persetan. 

"Sean ngasih tau gue, kalo lo dateng ke rumah Dad," Mason mulai bercerita ketika keadaan mulai tenang. Dia mengusap wajahnya, lalu membuang muka. "Gue ke kota ini, bukan karena pernikahan Rex. Tapi, karena lo."

Ketika aku menatapnya tidak percaya, Mason mengedikkan bahu. "Oke. Memang ... gue ke sini karena Rex. Awalnya."

Aku terdiam, mendengarkan perkataan Mason selanjutnya.

"Gue punya pacar." Nyaris saja, aku menahan nafas karena sesak begitu mendengar pernyataan Mason. Dia punya pacar. Harusnya aku tahu itu. "Dia di NY, sementara gue di sini. Tadi pagi, gue ke sana. Gue temuin dia, dan gue bilang kalo gue gak bisa ngelanjutin hubungan kita lagi."

Aku menunggu Mason untuk berkata sesuatu yang menakjubkan lagi. "Gue bukan cowok brengsek, makanya gue mau tinggal di NY dan nemenin dia untuk menebus rasa bersalah gue. Kita udah pacaran 6 tahun, gue gak mungkin ninggalin dia gitu aja. Tapi, tiba-tiba Sean ngasih gue kabar kalo lo ke rumah Dad." Mason memberi jeda. "Dan lo salah paham."

"Siapa yang salah paham?!" cecarku langsung. "Memang 'kan, kamu hanya--"

"Gue belum selesai," Mason menatapku dingin. Dia kembali membuang muka. "Gue kira, sehabis dari NY, gue bisa ngebuat lo ada di samping gue. Gue kira, sehabis dari sana, gue bisa ngeliat lo senyum karena gue. Gue kira, dongeng itu ada, di sini, di kehidupan nyata." 

Hening. Aku merasa sengatan dingin menusuk kulitku, membuatku merapatkan jaket Tyler. Jaket Tyler ....

"Mason, ini gak seperti yang kamu bayangkan. Aku dan Tyler ... aku ... dia membantuku," kutundukkan kepala sembari melihat sepatu converse-ku, untung saja sepatu ini sudah dikeringkan oleh Pengasuh Tyler. 

"Membantu?" Mason bersiul. "Bantuan seperti yang gue bayangkan?" tanyanya sarkastik.

"Enggak!" Tanpa berpikir lagi, aku melempari Mason dengan kerikil yang kebetulan ada di sampingku. Tepat. Terkena pelipis kirinya. Dia mengaduh sesaat sembari mengusap-usap bekas kejahatanku. Mason menatapku garang, tapi aku balas dengan pelototan. "Kamu selalu mengira-ngira tanpa tau yang sebenernya!"

ST [7] - Step-Sister SecretWhere stories live. Discover now