3S :: (7) Dendam Membuatmu Menderita

48.1K 3.9K 169
                                    

3S :: (7) Dendam Membuatmu Menderita

================================

Aku baru saja ingin menyentuh kenop pintu ruang ganti pakaian wanita, ketika sebuah bisikan menghentikan semuanya. Ada empat orang. Yang pasti, suara bisikan itu dari dalam ruang ganti. Samar-samar, aku mengenali suara itu milik Ava dan gengnya. Kupandang  ragu kaus olahraga SMA Nusa Bangsa—kaus T-Shirt dengan lambang SMA NB berwarna biru muda dengan garis-garis merah menyala. Ada rasa ingin masuk ke dalam dan mengacuhkan mereka sambil berganti baju, tapi, aku ingin mendengar percakapan tidak bermutu mereka.

Kepo dikit gak apa-apa, lah, ya.

Lo kesel gak sama si rambut merah?” Itu suara Lea, sohibnya Ava.

“Bukan kesel lagi, woy. Rasanya gue pengen ngilangin dia dari muka bumi,” Ava, itu suara dia.

Suara yang lain menyahut, “keganjenan, anjrit. Udah ada Mason tetep aja embat Tyler.”

Dia gitu gara-gara punya banyak back-up-an. Dia juga gabung sama anak eksis, contohnya Carmen gitu-gitu. Jangan lupa Tita sama Rex yang dulu selalu ranking 1 atau 2 paralel. Ditambah Trevor, Michael, Kalva, Daniel, Axel, Abel, Raga, Rico, trus Landon. Komplit banget, jrot.” Ava kembali mencerocos.

Dia deket banget lagi sama ... juara PS dua tahun berturut-turut, si Tibby ‘kan?” Dengan bertanya seperti itu, sama saja Lea memanas-manasi Ava.

Widih, hapal juga lo,” yang lain menyahut sambil terkikik.

“Padahal menurut gue, si rambut merah alias Tiffany sialan itu gak pantes bareng mereka. Dia juga gak ada mirip-miripnya sama Tita. Dih, najis,” aku hanya bisa menahan kekesalan karena suara Ava. Menghina. Hanya itu yang bisa Ava lakukan.

“Katanya dia anak adopsi, ya?” tanya yang lain.

Aku tersenyum miris. Lebih dari itu. Aku anak adopsi. Tapi mereka tidak tahu aku adalah Vampire.

“Iya lah, yakin gue.”

“Gue gak peduli dia anak adopsi atau bukan. Yang penting, gue harus ngambil Mason dari dia.”

Hening sesaat ketika Ava bersuara. Jantungku mencelus. Artinya, Ava mengibarkan bendera perang. Aku tahu sifatnya. Jika sesuatu tercetus lewat mulutnya, dia benar-benar serius. Dia akan melakukan apapun hingga kemauannya tercapai. Tak peduli itu cara kotor sekalipun.

Ava kelewat keras kepala.

Aku menghembuskan nafas. Lelah dan bingung. Aku menyukai Mason. Tapi, bukan berarti aku menjadikannya sebagai piala yang patut diperebutkan. Kalau Ava ingin mengambil Mason, silahkan. Aku angkat tangan. Pada akhirnya, semua terserah pada Mason.

Aku atau Ava.

“Puas menguping?”

Kubalikkan badan, terkejut. Suara tersebut berasal dari belakang punggungku. Tyler, dengan senyum simpulnya, mencodongkan tubuh ke arahku. Bahkan, aku tak sadar selama ini dia berada di sana. Tak ada tanda-tanda kehidupan. Aku mengernyit sesaat. Mungkin gerak refleksku berkurang.

“Gak terlalu puas, sih. Ada kamu jadinya cuman denger sebagian,” kataku bercanda.

Tyler sudah rapi dengan seragam SMA Nusa Bangsa. Dia membetulkan letak tali ranselnya, lalu melihatku. “Mereka hanya iri,” tepat saat itu, suara bel tanda pulang sekolah berbunyi.

Kalau begini jadinya, aku tak perlu berganti baju. Kulangkahkan kakiku menuju kelas, Tyler berada di samping, bersamaku. Dia hanya berjalan santai tanpa menyadari beberapa pasang mata melihat kami iri. Aku mendengus, lalu membuka pintu kelas. Bersanding dengan orang cakep di sampingmu memang selalu muncul masalah. Pada saat aku memasuki kelas, ruangan itu sepi. Semuanya pasti telah pulang. Kuambil tas dan bersiap pulang.

ST [7] - Step-Sister SecretWhere stories live. Discover now