3S :: (5) Fakta Baru

54.8K 5K 294
                                    

=sebelum kamu baca chapter ini, aku minta votenya ya :p=

3S :: (5) Fakta Baru

===============

Jika tak ada ototnya, mataku mungkin sudah meloncat-loncat keluar karena sekarang aku sadar. Ini bukan cafe pasangan biasa. Ini cafe Vampire, VAMPIRE! Aneh banget kenapa aku baru sadar sekarang. Hm, mungkin karena cafe Vampire ini sangat mewah jadi aku tak menyadarinya.

Aku mendelik pada Mason. Cowok itu malah menatapku datar. Kalau bukan karena dia, pasti sekarang aku di alam mimpi dan tidak perlu masuk ke dalam komunitas setan ini! Aish, ekpresi biasanya bikin cenat-cenut. Dia pikir, memangnya tempat ini aman??

Sebuah lampu energizer tiba-tiba muncul di atas kepalaku. Dengan pelan, kucodongkan tubuh ke arah Mason dan berbisik, “pokoknya kalo ada apa-apa, kamu harus jadi Edward yang nyelametin Bella.”

“Edward!” seruan kecil penuh ngeri dari Mason membuatku nyaris menyemburkan tawa. “Dia siapa?” tanyanya sambil masang wajah bego.

Mataku berputar, “masa gak tau? Twilight! Twilight!” Sebenernya, aku cuman mengalihkan rasa takut karena berada di cafe Vampire ini. Tapi, dengan Mason yang masih masang tampang blo’on, ini gak berpengaruh besar.

“Yang mana, sih?” tanya Mason, bagus, sekarang dia mulai kepo (dengan nada sarkastik).

“Dih, Mason kudet,” cibirku kesal.

Karena Mason tetap masang muka kepo, aku menyapu isi ruangan sebagai pengalih rasa takut. Semua Vampire di sini tak beda jauh denganku, hanya bentuk muka dan rambutnya saja yang berbeda. Warna kulit dan pandangan mata nyaris semua sama. Ternyata, tindakan pengalih rasa bosan ini salah karena ada beberapa Vampire yang menyadari tatapanku. Gugup, aku menunduk dalam-dalam dan merapat ke dinding.

Kau pikir aku merapat ke Mason? Uh, gak, makasih.

“Sampe kapan di sini?” tanyaku pelan-pelan.

Mason yang tengah membuat origami dari tissue langsung mendongak. Mata cowok itu yang biasanya memicing kini membulat lucu seolah dia anak kecil. Gak tau kenapa, ya. Selain Mason kadang-kadang marah, ngambek, baik, diktaktor, dan segala kadang-kadang lainnya. Dia juga kadang-kadang kekanakan. Sumpah, deh. Mason itu ... unik (unik adalah bahasa halus dari aneh).

“Sampe ... Pemberi Informasi dateng. Jam berapa, ya? Biasanya, sih kalo di New York, mereka dateng jam 9 an. Gatau, deh kalo di Indonesia kapan,” bagusnya, sekarang Mason malah bermonolog sambil menatap jam tangannya. “Di NY gak ada yang tau bokap gue. Dan terakhir kali gue nanya ke salah satu Pemberi Info, dia bilang kalo Raven Ilgas di Jakarta. Makanya gue ke sini. Yah, semoga aja ketemu.”

Aku terpekur di tempat. Mataku mengernyit saat mengulang perkataan Mason di kepala, dia bilang kalo Raven Ilgas di Jakarta. Makanya gue ke sini. Makanya gue kesini. Makanya gue ke sini. Suatu kesadaran membuat darahku mendidih. Dia bilang, dia ke sini hanya untuk mencari Ayah Kandungnya?!

“Heh, Mason,” kutendang tulang keringnya dan dia mengaduh sesaat.

“Apa, sih?” tanya Mason sewot.

“Kamu ke sini cuman buat nyari ayah kamu? Emang kamu gak tau, dikit lagi Kak Tita sama Kak Rex bakal nikah abis lulus kuliah?!” bisikku dengan nada kok-kacang-lupa-kulitnya.

Mason mengerjapkan kedua matanya seolah bingung apa yang kukatakan. Aku memutar bola mata, lalu menendang tulang kering Mason sekuat tenaga. Dia mengaduh keras, membuat beberapa pasang mata lagi-lagi melihat kami. Dengan tatapan meminta maaf, aku tersenyum kikuk pada para Vampire di ruangan ini.

ST [7] - Step-Sister SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang