3S :: (1) Awal Tragedi

79.4K 4.9K 113
                                    

3S :: (1) Awal Tragedi

================

 

Happy birthday, Tiffany!”

Semua orang menjerit, bertepuk tangan riuh, mengerubungiku dan  dengan senang memberikan selamat. Aku pun hanya bisa tersenyum pada keantusiasan mereka hari ini. Padahal ini hanya hari ulang tahun, tidak perlu seheboh itu. Sampai-sampai ketujuh sahabatku memberikan kue tart, dengan lilin yang biasa dipakai saat padam listrik di atasnya. Aku kira mereka tidak bisa membedakan lilin untuk kue dan lilin biasa, tapi Kiera langsung berkata “biar berkesan, jadi pake lilin gede, deh,” tanpa diminta.

“Potong kuenya,” Mamaku, dengan senyum teduhnya memberikan pisau kue.

Aku tersenyum padanya, lalu memotong kue diiringi lagu Selamat Ulang Tahun. Setelah memotong dan menaruhnya di piring kertas, aku bingung untuk memberikan kepada siapa. Saat itu juga, Kiera langsung menyambar. “Buat akuuu!”

Semua orang tertawa melihat tingkah Kiera yang tiba-tiba menyerobot kue pertama dan memakannya rakus. Aku hanya menggeleng-geleng kepala lalu memotong kue dan memberikan pada sahabatku yang lain. Sementara itu, pikiranku melayang-layang tak tentu arah.

Sudah tujuh belas tahun aku menjadi keluarga Nicole. Sudah lewat tujuh belas tahun aku menumpang di rumah mereka. Sudah tujuh belas aku dikelilingi manusia-manusia ini. Selama itu juga, aku sadar aku bukanlah manusia.

Aku diam-diam menatap bayangan diriku di cermin ketika mereka sibuk memakan kue. Wajahku sangat pucat, berambut merah menyala, pandangan mata tajam dan bibir tipis yang menakutkan. Meski keluargaku pura-pura tak tahu, aku yakin aku bukanlah anak mereka. Fisikku jauh berbeda dengan Mama dan Papa. Aku sudah membandingkan dengan Nenek juga Kakek, tapi ... aku benar-benar berbeda.

Jadi, disaat aku berumur 12 tahun, aku langsung menarik kesimpulan; aku bukan anak kedua orangtuaku.

Waktu umur 13, sesuatu terjadi pada diriku. Sesuatu yang menjadi bencanaku sampai sekarang. Aku bisa membaca pikiran orang. Aku merasa haus meski sudah meminum air putih sebanyak-banyaknya. Gigi taringku meruncing. Aura yang kukeluarkan merusak semuanya. Kupikir, aku mimpi. Kupikir, aku hanya anak angkat mereka.

Tadinya kupikir begitu.

Ternyata tidak. Lagi-lagi aku harus menambah kesimpulan yang hanya diketahui oleh diriku sendiri; aku bukan anak kedua orangtuaku karena aku Vampire.

Awalnya, aku menangis histeris ketika tanpa sadar telah mengambil darah binatang. Aku tak menyangka perkiraanku benar. Aku Vampire. Aku Vampire. Aku Vampire dan aku bukanlah manusia. Aku sempat depresi karena kenyataan ini. Aku tak mau keluar kamar. Aku tak mau makan. Aku terus menekan rasa haus yang tak biasa. Aku tak mau kehilangan kendali jika aku keluar kamar, dan melihat salah satu anggota keluargaku.

Aku tak mau menyakiti mereka.

Untuk itu, ketika malam tiba saat rasa hausku tak bisa ditahan lagi, aku keluar rumah. Aku berjalan dengan cepat, dan tak normal. Ketika sampai di tempat pemotongan hewan, aku masuk ke dalam. Untung saja toko itu masih buka. Tanpa basa-basi, aku menemui pelayan kasir dan berkata, “aku minta darah hewan. Sekarang.”

Pelayan kasir itu tampak ngeri, tapi tetap memberi apa yang kuminta. Kuberikan dia uang yang kupunya. Tanpa menunggu kembalian uang, aku berderap menuju rumah dan masuk ke dalam kamar sambil membawa gelas dan darah tadi. Kutuangkan cairan itu dalam gelas, saat melakukannya aku nyaris menangis. Aku tak mau melakukan ini. Aku benar-benar tak ingin.

Tanpa bisa kucegah, aku meminum cairan itu. Aku menekap mulut begitu selesai, saat itu juga aku menangis sejadi-jadinya dalam diam. Aku tak bisa merubah nasibku.

ST [7] - Step-Sister SecretWhere stories live. Discover now