Bab 15

17.7K 1.3K 64
                                    

Seperti janjiku kemarin yaaa

Sebelum puasa aku mo update satu part lagi, sebelum konsen ke ibadah di bulan penuh berkah

Marhaban Ramadhan

Selamat menjalankan ibadah puasa Ramadhan 1437 H bagi kamu semua yang menjalankan

Mohon maaf lahir dan batin ya, sebelum dan sesudah puasa semoga kita sudah suci dari segala salah dan dosa.

Saya juga mohon maaf yang setulus-tulusnya kepada kalian semua, karena kadang tidak dapat membalas komentar kalian satu persatu

Jujur, aku bahagiaaaaa banget melihat antusias kalian dalam membaca tulisan ini.

Kadang suka ketawa ketiwi liat komen kalian yang greget dan bikin semangat lagi buat nulis

Semoga saya diberi semangat agar cerita ini sampai end yaa

Ruri dan Nara tertawa kencang begitu Anjani menceritakan perbuatan 'nakal' yang sudah ia lakukan kepada Panji. Mereka sedang menikmati secangkir kopi hangat di dapur sekolah saat jam istirahat pertama. Bahkan mata keduanya sampai berair membayangkan tragedi tragis yang harus diterima Panji sepanjang hari ini.

"Kamu keterlaluan, Jan! Bagaimana jika suami kamu itu sampai masuk rumah sakit?" tanya Ruri setelah tawanya reda.

Anjani memutar-mutar gelas di tangannya dengan bimbang, "Tidak mungkin dia tumbang dengan demikian mudah, aku akan mengerjainya lagi jika itu sampai terjadi!"

"Kamu yakin dia tidak akan membalas perbuatan konyol kamu?" Nara menatap wanita pujaannya dengan khawatir, Anjani yang dikenalnya adalah seorang gadis yang lembut dan tidak suka permusuhan. Tapi yang dilakukan Anjani kepada suaminya sungguh membuatnya tidak mampu berfikir secara logika, sepertinya ada banyak hal yang sudah berubah dalam diri gadis itu.

"Aku sudah memikirkan resikonya kok." Anjani terlihat tidak peduli, ia benci Panji dan hatinya akan lega jika Panji juga mengalami penderitaan seperti dirinya. Ia memang sengaja menaruh garam banyak-banyak pada tempe goreng dan cah kangkung yang dimasaknya tadi pagi, sementara kopi Panji sudah ia campur dengan obat pencahar dosis tinggi yang memastikan pria itu tidak akan jauh-jauh dari toilet satu hari ini.

Betapa ia tidak mampu menahan senyumnya lagi begitu keluar dari rumah tadi pagi, membayangkan raut muka Panji yang kesal karena habis dipermainkannya. Siapa suruh menyakiti hatinya, setidaknya itu menjadi penghiburan paling indah untuk hatinya yang diretakkan oleh pria itu.

"Ya ampun, sampai kapan sih kalian akan seperti ini terus?"

"Aku senang, jika ternyata masih ada kesempatan untukku mendapatkan cintamu kembali."

Ruri menatap tajam pada Nara yang hanya tersenyum tanpa dosa, sementara Anjani hanya menatap kedua sahabatnya dengan tidak berminat. "Sudahlah! Jangan membahasnya lagi, karena aku sendiri tidak tahu jawabannya."

"Kamu yakin tidak menyukai Panji?"

"Jangan memaksanya untuk menyukai playboy tengil seperti dia!"

"Nara! Aku tidak sedang bertanya padamu, jadi bisakah kamu diam dulu?" Ruri berkata galak kepada Nara yang tentu saja tidak berpengaruh sama sekali.

"Tidak! Aku mencintai Anjani dulu, kini, dan nanti. Jika pria itu sampai menyakiti perasaannya maka aku tidak akan segan-segan merebutnya kembali dari tangannya!" janji Nara berapi-api hingga Ruripun diam tanpa sanggup berkata-kata lagi.

Anjani tampak terdiam, hatinya bergetar demi mendengar ucapan Nara tapi entah mengapa perasaannya justru terasa kosong seakan tak berpenghuni. Entah sejak kapan bayangan Panji selalu muncul di benaknya bahkan ia meragukan bahwa niatnya kemarin hang out hanya untuk menghibur dirinya. Tidak! hatinya yang terdalam mengakui jika ia ingin tampil sempurna di depan Panji, agar pria itu mau melihatnya barang sedikit saja.

Panji dan Anjani ( SUDAH DITERBITKAN )Where stories live. Discover now