Bab 2. Kembang

24.3K 2K 28
                                    

Happy reading all

Sementara di sebuah kelas di salah satu sekolah dasar di pinggiran kota, seorang gadis terlihat tengah berlenggak lenggok mengikuti irama gending sebuah tarian tradisonal jawa 'tari bondan' yang diputar dari sebuah cd. Anak-anak perempuan dari berbagai umur berseragam pramuka terlihat antusias mendengarkan semua instruksinya. lalu bergerak mengikuti semua petunjuknya dengan sesekali tangan mereka memainkan selendang yang membelit pinggang mereka. Sementara anak laki-laki menunggu giliran sambil melihat anak perempuan berlatih dari pinggir arena, mereka duduk di bangku-bangku yang sudah digeser merapat ke tembok hingga menciptakan lapangan luas di tengah kelas. Mereka terpaksa mengadakan les menari di dalam ruang kelas seminggu sekali karena belum memiliki aula sendiri. Setiap hari sabtu setelah jam pelajaran habis, mereka akan berkumpul dan berlatih menari bersama Anjani Safitri, guru muda yang sudah hampir dua tahun mengabdikan dirinya demi kemajuan anak-anak bangsa di sekolah itu.

Dengan sangat telaten dia memperbaiki posisi tangan dan kaki, juga sikap badan beberapa anak yang terlihat masih kaku, bahkan ada yang terlihat hanya main-main saja. Namun ia akan selalu sabar menghadapi mereka, tidak sekalipun memarahi mereka yang tidak berkonsentrasi terhadap semua yang diajarkannya. Ia hanya tersenyum memberikan suntikan semangat agar mereka mau belajar lagi dan lagi. Jani, begitu panggilan akrabnya, sudah terbiasa menghadapi sifat anak-anak yang beraneka ragam termasuk yang paling bandel sekalipun. Ia masih merasa beruntung karena biarpun mereka tidak terlalu berminat, namun sebagian besar masih antusias dengan apa yang diberikan olehnya.

Awalnya ia memang merasa menjadi guru yang sangat tidak berguna, ia memaksakan diri agar anak-anak itu mengikuti kemauannya bukan dirinya yang mencoba mengerti apa yang diinginkan oleh mereka. Setiap hari ia harus pulang dalam keadaan lelah jiwa dan raga, memikirkan kondisi beberapa muridnya yang belum juga lancar membaca dan menulis padahal mereka sudah kelas tiga. Seolah apa yang mereka alami, dirinya juga ikut merasakannya. Jani selalu berusaha mencari solusi terbaik bagi kemajuan mereka, dengan memberinya tambahan pelajaran, pengayaan, hingga ia rela mendatangi satu persatu murid super 'pintar'nya itu setiap minggu hanya untuk memberinya tambahan pelajaran lagi.

Usahanya ternyata tidaklah sia-sia, kebanyakan dari muridnya kini sudah mampu mencerna apa yang disampaikan di dalam kelas. Sekarang ia sudah mencoba tidak terlalu mengekang anak didiknya, mencoba mengikuti alur yang mereka inginkan, dan tidak pernah lupa juga memberikan penghargaan bagi mereka yang mendapat nilai bagus di setiap ulangannya. Hal itu banyak memotivasi muridnya, semua seolah berlomba-lomba ingin mendapatkan hadiahnya, meski itu hanya berupa alat tulis sederhana. Baginya tidak masalah memberikan penghargaan atas usaha keras mereka, karena sekecil apapun usaha mereka, rasanya sangatlah pantas untuk dihargai telebih mengingat sebagian mereka hanyalah anak pemulung atau orang biasa dengan rumah kecil nan sumpek di bantaran kali.

Meski bukan penari ulung, namun karena tantenya adalah pemilik sanggar tari yang cukup terkenal, maka Jani bisa dikatakan mampu menari beberapa tarian tradisional dengan sangat baik. Ia sering diajak bibinya yang memiliki hubungan dekat dengan beberapa pejabat penting untuk menari sekapur sirih bersama kelompok sanggarnya. Jasanya sangat sering digunakan untuk mengisi pembukaan sebuah hotel atau galeri, menyambut kedatangan tokoh penting, atau hanya sekedar menyertai mempelai pengantin menuju pelaminan karena tantenya juga bekerja sama dengan beberapa wedding organizer yang cukup memiliki nama.

Dan sekarang hatinya sedang sangat kacau, karena tantenya akan menjodohkan dirinya dengan anak salah satu sahabat suaminya. Memang semenjak usianya dua tahun, Jani ikut bersama tante dan omnya setelah orangtuanya meninggal karena kecelakaan akibat kebocoran gas di tempat kerja mereka. Lia dan Margo tidak memiliki anak hingga dengan senang hati mereka mau menampung Jani yang sudah yatim piatu. Mereka sangat menyayangi Jani seolah gadis itu adalah anak kandung sendiri, dan Jani tidak mau disebut sebagai anak durhaka jika sampai menolak perjodohan itu.

Tapi masalahnya dia sama sekali tidak mengenal lelaki yang akan dijodohkan dengannya, dan hatinya langsung mencelos ke atas awan begitu tantenya menyebutkan satu nama. Mimpi apa dia semalam hingga harus menerima nasib sesial ini, mungkin lebih buruk dari melihat pemberitaan sosok pria penggoda yang selalu menghias semua media. Seolah semua mata tertuju hanya kepada pria itu, dan ia harus rela menyodorkan dirinya di depan seekor serigala yang sudah jelas berbelang-belang. Andai gadis lain yang menerima perjodohan ini, mungkin mereka akan berteriak kegirangan dan tidak berfikir dua kali untuk menerima. Tapi ini dirinya, Jani sama sekali tidak menyukai pria sok tampan dan sok populer seperti Panji.

Jani sempat berfikir untuk minggat dari rumah, tapi sikap pengecutnya bukan hanya akan menghancurkan hati kedua orangtua angkatnya melainkan juga hubungan keluarganya dan keluarga Hadiwijaya. Pastinya jalinan yang semula baik itu, akan berubah menjadi buruk karena sikap konyol dirinya. Tidak, meski hatinya tidak siap menerima pria itu di dalam hidupnya tapi Jani sudah bertekad akan menerima perjodohannya jika hal itu membuat om dan tantenya bahagia.

Teguran dari salah satu muridnya membuatnya tersadar, rupanya musik yang diputar sudah berhenti sejak tadi. Muridnya berebut menyalami tangannya setelah latihan hari itu ia sudahi, ia hanya tersenyum demi melihat sikap tidak sabar mereka. Setelah memastikan ruangan sudah kosong, Jani menenteng laptop dan speaker menuju ruang kantor guru.

Ia sudah sangat lelah dan tantenya baru saja menambahkan bebannya makin berat. Keluarga Hadiwijaya mengundang mereka untuk makan malam, yang artinya ia akan segera bertemu dengan calon suami dan juga calon mertuanya. Jani menarik nafas untuk menetralkan dadanya yang sesak, pernikahannya pasti akan mengejutkan semua orang terutama rekan sejawatnya. Gadis biasa seperti dirinya akan bersanding dengan lajang tersukses tiga tahun berturut menurut sebuah majalah bisnis ternama, harusnya ia memang merasa beruntung, harusnya!

Kenapa aku pilih anjaninya itu 'cinta'? Soalnya aku sukaaa banget sama hot mommy satu ini. Ehm, wajahnya juga indonesia banget gitu

Jangan pelit vote ama komen dooong

Salam cantix




Panji dan Anjani ( SUDAH DITERBITKAN )जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें