P.4 First Kiss

28K 787 12
                                    

holaho saya kembali. terimakasih yang sebelumnya udah komen udah suka udah masukin cerita ini ke daftar bacaan kalian. dan ini, lanjutannya. semoga bisa lebih baik dari kemarin. silahkan dibaca, silahkan dicari kesalahannya trus kasih kritik sama sarannya hehehe

Farlant POV

Aku benar-benar merasa dia milikku malam ini. Setelah bernyanyi kami berbincang santai dengan para teman lama, tanganku juga tak lepas dari pinggangnya, merangkulnya dengan posesif dan menegaskan pada semua orang bahwa ia milikku meski hanya untuk malam ini.

              Saat musik klasik yang begitu romantis tadi, aku juga mengajaknya untuk berdansa, menatap matanya tepat di bola berwarna coklat cerah itu. Tuhan, seandainya saja bukan dialah wanita yang akan kunikahi di depan pendeta nanti, pasti tak akan kulepas dia, akan kuucapkan janji pernikahan kita nanti dengan tegas tanpa sebuah keraguan atau sebuah perasaan sakit yang mengganjal.

              “Farlant, rumahku ke kiri. Kenapa kau membawa mobilmu tetap lurus?” Suara itu membuatku langsung mengarahkan pandanganku pada spion yang ada di kiri mobil. Aku berdecak kesal, pasti ini gara-gara aku yang memikirkannya.

              “Maafkan aku, aku sedikit lelah. Jadi lebih baik kau menginap saja di rumahku.” Aku mencoba mencari alasan dan tepat. Semoga dia tak curiga.

              “Tidak mau. Aku mau pulang. Lagian, apa kata orang nanti jika aku menginap di rumahmu.” Tolaknya dengan tegas, kedua tangannya pun sudah berada di atas dadanya.

              “Baiklah.” Aku menyerah. Aku memutar kemudiku ke arah kanan, membelah jalanan yang sudah kami lewati tadi.

              Tak ada pembicaraan lagi. Aku sesekali melihatnya yang tengah sibuk dengan smartphone ditangannya dengan ekor mataku. Senyum kecil tersungging manis di bibirnya. Ah, apa bibir itu sudah pernah terjamah oleh bibir laki-laki lain? Mengingat setelah berpisah dengannya tiga tahun yang lalu, gadis ini masih saja membiarkan bibirnya yang merah seperti cherry itu tak disentuh oleh laki-laki manapun.

              Aku menghentikkan sedanku tepat di depan gerbang rumah Viska. Namun gadis itu masih asik dengan gadgetnya. Aku membiarkannya, aku masih menikmati waktuku dengannya. Kepalanya mengadah saat aku asik menikmati lukisan Tuhan di wajahnya, melihat ke kiri lewat kaca mobil, dan dia tersenyum kemudian memasukkan smartphonenya ke dalam tas tangan yang ada di pangkuannya. “Sudah sampai ternyata.” Gumamnya yang masih bisa kudengar.

              “Farlant, terimakasih untuk tumpangannya.” Viska mencoba membuka pintu mobil di sebelah kirinya namun dengan cepat aku meraih tangan kanannya, mencegahnya untuk keluar dari dalam mobilku. “Ada apa?” tanyanya dengan kening berkerut.

              Aku mendekatkan wajahku padanya, kedua tanganku berpindah menyentuh kedua sisi wajahnya, meletakannya disana tanpa berniat untuk aku pindah saat ini. Menatap bola matanya adalah hobiku saat ini. “Aku mencintaimu.” Entah setan mana yang membuat bibirku lancang mengatakan hal yang seharusnya disimpan rapat-rapat itu.

              “Farlant, jangan bercanda.” Aku tahu, Viska sedikit tersentak dengan ucapanku barusan. Setelah beberapa detik ia baru bisa menguasai dirinya.

              Aku menggeleng kecil. “Aku tidak pernah bercanda dalam urusan cinta, Viska. Dan kau tahu itu.” Aku kembali menatap mata Viska. Mata itu, kali ini terlihat berbeda. Biasanya, gadis itu sangat ekspresif dan aku tahu lewat matanya jika dia sedang senang atau sedih. Tapi kali ini? aku benar-benar tak bisa membacanya.

Jodoh Pasti BertemuWhere stories live. Discover now