Bab 1. Rencana

54.6K 2.5K 44
                                    


Panji berjengit ngeri demi mendengar perkataan ibunya yang seperti petir di siang bolong, menyambar bukan hanya rambut berpotongan rapi miliknya tetapi juga otaknya yang langsung bekerja separuhnya saja. Dia menatap kearah adiknya yang duduk di seberangnya, tidak ada reaksi apapun dari wajah jelita itu. Ini bencana! Ira yang disayanginya bahkan tidak mau membantu kesusahannya, gadis itu memilih sibuk dengan gadget di tangannya yang ingin sekali Panji banting ke lantai.

Bagaimana bisa keluarganya merencanakan hal besar dalam hidupnya tanpa memberitahunya terlebih dahulu? Harga dirinya serasa sudah diabaikan, sebagai lelaki dengan predikat playboy tertampan dan paling diminati sepanjang sejarah umat perempuan, abaikan! dia tidak dipercaya lagi untuk mencari pasangan hidupnya sendiri.

"Sampai kapan kamu mau hidup melajang? Ini kali terakhir ayah dan bunda memilihkan gadis terbaik dari keluarga baik-baik, yang jelas bibit bebet bobotnya untuk menjadi pendampingmu! Bunda dan ayah tidak mau lagi mendengar kata penolakan dari mulut kamu yang terlalu manis itu!" Sandya menatap putra sulungnya dengan kesal, entah mengapa ia merasa telah kehilangan sosok menggemaskan yang dulu selalu bergelung manja dalam pelukannya.

Sementara Jenderal Mahesa, sang suami selalu menanggapi santai ketika melihatnya merasa kebakaran jenggot tiap mendengar pemberitaan putra mereka. Kelakuan putranya yang suka bergonta ganti kekasih membuatnya gerah, ia seolah menjadi ibu yang gagal mendidik anak-anaknya. Ia sangat malu, terutama ketika mencurahkan segala keluh kesahnya di sepertiga malam-Nya.

"Benar apa yang dikatakan Bunda, seharusnya kamu malu karena diumurmu yang sekarang masih juga belum menikah. Kami sudah tua, sudah sangat ingin menimang cucu dari kamu." Mahesa menambahkan dengan tenang, sementara tangannya sudah menggenggam tangan istrinya seolah ingin memberikan dukungan.

Panji ingin memprotes lagi, tapi saat melihat bundanya sudah menangis, akhirnya ia hanya diam saja. Ia sungguh merasa tidak berguna, rasa bersalah menggerogoti hatinya melihat wanita yang teramat dicintainya itu bersedih karena dirinya. Ibu yang selalu ada untuknya, yang selalu mendukung segala keinginannya, dan selalu ingin membuatnya bahagia. Dan ibunya tidak pernah menuntut apapun selama ini, kecuali ia harus menjaga sikapnya.

"Tapi bun, ini kan bukan jamannya Siti Nurbaya lagi, masa iya masih ada acara jodoh-jodohan segala!" Panji mencoba mengelak lagi. Andai tatapan mata bisa membunuh, pastilah tubuhnya sudah terkapar dari tadi akibat pancaran kemarahan dari mata kedua orangtuanya. Ayahnya yang selalu mendukung apapun keputusan bundanya, pria yang sangat mencintai istri dan keluarganya, pria yang selalu menjadi inspirasinya. Ayahnya sangat mencintai ibunya, di setiap kesempatan beliau tidak malu-malu menunjukkan perasaannya kepada istrinya. Namun sayangnya hingga saat ini belum ada satu wanitapun yang mampu menggoyahkan hati Panji, yang dapat membuat dirinya ingin seperti ayahnya.

Wanita cantik dan mempesona memang datang silih berganti dalam hidupnya, tapi mereka tidak lebih hanya sekedar teman bersenang-senang dan pengeruk uangnya. Tidak ada yang pernah tulus mencintainya, seperti dirinya yang menganggap mereka juga tidak lebih dari sekedar pengisi waktu luang saja. Panji masih terlalu menghargai kebebasannya, ikatan pernikahan hanya akan membuatnya kehilangan segala kesenangan, terutama para wanita yang selalu mengejar-ngejarnya.

"Iya, ini memang bukan jamannya Siti Nurbaya lagi! Tapi kelakuan kamu tidak jauh beda dengan Datuk Maringgih!" ucapan Sandya membuat Panji hanya meringis, sementara adiknya tertawa terbahak, tidak peduli pada kakaknya yang mendelik galak kepadanya.

"Jangan mencampuri urusan orang lain! Urusi saja suami kamu yang sok sibuk itu!" Ira mendengus tidak senang dan dengan gerakan secepat kilat Panji menangkap bantal yang dilemparkan adiknya ke wajahnya Bisa berabe jika hidung mancungnya harus kecelakaan karena bantal yang tidak berdosa, dan semua karena sikap ibu muda yang semakin sensitif. Cinta sudah mengubah adiknya yang lemah lembut menjadi ibu yang super protektif, dan juga istri rumahan yang sangat mematuhi suaminya. Semenjak menikah, tidak ada lagi agen cantik yang suka menendang bokongnya. Ira lebih feminin dan sudah seperti kembaran ibunya saja.

Panji dan Anjani ( SUDAH DITERBITKAN )Where stories live. Discover now