Sepupu Cinta 10

12.2K 402 37
                                    

Brina

            Ternyata aku benar-benar hamil. Kadang aku masih merasa aneh dengan berbagai perubahan yang kualami di satu semester terakhir.  Tiba-tiba saja sekarang aku sedang dalam proses menjadi  ibu. Aku bahkan belum lagi selesai belajar menjadi istri yang baik. Ada yang mengatakan lengkap sudah rangkaian prosesku menjadi wanita berbahagia namun ada juga yang berkomentar  bahwa semua proses percepatan ini hanya menjadikan aku lebih tua sebelum waktunya.

            Aku lebih cenderung memilih bahagia. Toh bahagia itu pilihan. Aku juga memiliki keyakinan bahwa tidak  ada yang  sempurna kecuali Sang Maha Sempurna. Jadi? Ya beginilah. Aku melewati prosesku menjadi calon ibu dengan bahagia. Relatif tidak ada yang berubah. Hanya aku lebih sering mengantuk dan Karel -meskipun sering merasa geli  dan mungkin tidak nyaman dengan pola tidurku- bisa menerima itu dengan biasa saja. Aku punya lebih banyak alasan untuk bahagia. Suami dan orang tua menyayangiku, aku dan bayiku sehat dan  orang-orang di sekitarku  lebih mengerti aku.  

            Berkali-kali aku mendengar pertanyaan mengenai nyidam dan berkali-kali pula aku hanya tersenyum menanggapinya. Aku benar-benar tidak pernah merasa menginginkan sesuatu secara berlebihan. Aku jadi ingat pendapat ibu di suatu saat di masa lalu saat aku masih SMU. Saat itu aku ikut beliau menjadi salah satu pembicara di  seminar Menyambut Buah Hati dengan Gembira. Ibuku yang seorang master Public Health  berkomentar bahwa nyidam atau ngidam bisa jadi merupakan sebuah proses untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi terhadap zat gizi tertentu yang memang secara alamiah diperlukan jauh lebih besar dalam hal kualitas dan kuantitasnya dibanding masa sebelum hamil. Itu berarti, ketika ibu hamil tercukupi semua kebutuhan gizinya bisa saja dia tidak akan mengalami yang namanya nyidam. Tentu saja, kondisi kesiapan dan penerimaan terhadap proses menjadi ibu akan berpengaruh. Lingkungan juga akan mempengaruhi.

            “Kamu nyidam apa gitu kek..yang enak-enak..biar kita juga ikutan makan..he..he…”saran Rida suatu saat. Aku terkikik geli. Jadi merasa punya  ide untuk merancang nyidamku. Nyidam yang bermanfaat dan berkelas. He..he..Jelas bukan sebangsa makanan karena aku bisa menerima hampir semua makanan. Aku bahkan bisa lebih menyukai susu putih padahal sebelumnya aku lebih suka susu coklat karena tidak terlalu amis. Aku bisa menerima semua makanan asal jumlahnya tidak berlebihan. Pilihan porsi kecil tapi berulang lebih menyenangkan daripada sekali makan dalam jumlah besar.

            Meta sempat mengomentari kehamilanku. Sebagai calon bidan, dia tahu persis bahwa  pada banyak kasus hamil memang tidak selalu berarti berhubungan dengan nyidam. Dia juga menyampaikan kadang-kadang nyidam bisa juga dialami oleh sang calon ayah. Aduh…semoga tidak. Aku cukup geli membayangkannya dan bahkan kasihan kalau sampai Karel mengalami hal itu. Aku lebih memilih kami berdua sama-sama sehat, tidak bermasalah dan benar-benar memanfaatkan semua kondisi baik itu mempersiapkan kedatangan buah hati kami.  

            Masalahnya, aku merasakan Karel mengalami perubahan mood akhir-akhir ini. Seperti sore itu ketika dia menjemputku saat aku bersama dengan teman-teman sekelompokku mengerjakan tugas. Aku merasa heran bahwa Karel tidak cukup ramah pada teman-temanku. Biasanya dia tidak begitu.

            “Mas..kok diem aja sih dari tadi..kenapa?”tanyaku setelah selama sesorean itu hingga malam harinya Karel lebih banyak diam. Ini sudah 3 jam dari perjalanan pulang tadi. Motorku ditinggal di tempat kost lama dan aku pulang diboncengnya. Kuangsurkan tea hangat ke hadapannya. Dia hanya tersenyum sekilas dan mengucapkan terima kasih. Begitu saja?

            “Mas..”panggilku setelah aku merasa tidak tahan lagi dengan kediamannya. 

            “Maaf…aku selesaikan tugasku dulu ya. Kalau mau tidur, duluan aja. “

Sepupu CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang