Sepupu cinta 5

12.4K 398 13
                                    

“Emh…jadi..dokter ni sepupunya Brina. Pantes..sama putihnya..he..he..eh Brin kamu harus ketemu pacarnya dokter Karel loh..mumpung kalian ngumpul di sini. Sama-sama di Semarang maksudnya. Kesempatan mengenal lebih dekat calon iparmu Brin…ya nggak dok…?”

Aku  harap aku hanya salah dengar tapi tidak karena kemudian kulihat Karel menghentikan langkahnya.

“Em..”ujarnya seperti salah tingkah. Atau mungkin aku yang juga salah menilai. Karel merasa tidak nyaman dengan pernyataan Rida.

“Oh ya?  Bagus…mumpung kita ngumpul di Semarang. Ntar kenalin aku sama pacarmu ya Rel…”pintaku sambil membolakan mataku sedikit. Berusaha seperti penari Bali tapi pasti tidak berhasil karena mataku cenderung sipit. Hidup harus terus berjalan kan? Aku merasa tidak merasa terlalu salah kalau aku belum tahu siapa Karel sesungguhnya. Aku masih ingat betul bahwa aku memang tidak begitu mengenalnya. Siapa tahu memang Karel benar-benar punya pacar kan?

Aku hanya perlu tahu apakah Karel akan tetap bertahan pacaran dengan siapapun itu atau dia akan tetap pacaran denganku. Ya…sampai hari ini kan status kami memang masih pacaran. Pacaran dalam pernikahan. Itu bagus. Benar-benar bagus. Tiba-tiba saja aku merasa sinis pada diriku sendiri. Bukan salah Karel sepenuhnya kalau dia mau pacaran sekaligus dengan dua orang perempuan kan? Aku tiba-tiba merasa pantas untuk menyalahkan ayah dan ibu.

Hanya sedetik karena kemudian aku sadar bahwa ayah dan ibu juga tidak sepenuhnya salah dalam hal ini. Jadi?

“Ehm…Brin..”

Karel  berusaha mengalihkan perhatianku tapi aku tidak teralih. Aku lebih memilih mengandeng dua lengan sahabatku sambil tetap tertawa-tawa. Aku sudah memilih bahagia. Tidak ada yang bisa memaksaku untuk bersedih. Apalagi “hanya” karena Karel punya pacar.

“Ke KFC aja ya Rel?”ajakku tak memerlukan jawaban. Karel “sepertinya” mengangguk lesu. Nha..na..na..Apakah sekarang aku sudah dalam babak baru pernikahanku? Aku bahkan mulai mempertanyakan apakah aku benar kalau aku merasa cemburu. Ataukah cemburu itu juga sesuatu yang perlu ditumbuhkan?

Sepertinya aku malah mulai merasa lega. Lega karena apa yang selama ini mengganjal di hatiku mulai bisa terurai. Aku hanya sedikit merasa menyesal karena hampir saja aku menyerah pada godaan-godaan Karel.

Dua puluh menit kemudian, ketika Rida dan Meta memutuskan pulang duluan aku dan Karel masih duduk berhadapan di meja kami. Karel meneguk minuman soda yang ada di depannya. Entah kenapa sepertinya aku merasa bahwa Karel merasa tidak nyaman dengan diamku.

“Brin..aku  merasa perlu ngomong sesuatu sama kamu. Ini  nggak seperti yang kamu pikir…”desahnya setelah kami terdiam beberapa saat. Aku tertawa menyahuti pernyataannya.

“Memangnya aku mikir apa ya?” tanyaku berusaha tetap ceria.

“Please..deh..kamu pasti menangkap sesuatu dari yang tadi  Rida sampaikan kan..?”tanyanya sambil meletakkan gelasnya. Aku menggeleng. “Aku nggak menangkap sesuatu kecuali yang Rida sampaikan. Memangnya apa yang ada di baliknya?”

“Aku harus bilang. Terus terang, ini yang membuat aku buru-buru pengen nikah. Dan menikahi kamu adalah hal paling tepat yang aku fikir saat itu…”

Saat itu. Aku mencatat dalam hati. Lalu saat ini?

“Ok. Dan aku juga mau dinikahin kamu saat itu. Trus?”

“Ya..aku pengenlah..istri aku bisa mengerti aku. Bisa mengerti situasi aku. Bisa bersama-sama membangun keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Aku juga pengen, istri aku jadi sahabat terbaikku. Orang yang paling mengerti aku meskipun taruhlah seluruh dunia nggak ada yang  mengerti aku.”

Dih.! Emang kamu punya apa sehingga aku perlu menjadi orang yang setolol yang kamu mau? Sinisku. Hanya dalam hati. Aku sendiri sulit mendefinisikan perasaanku.

“Ok lagi. Aku setuju..jadi aku bisa apa untuk menjadi orang yang kamu mau?”

Aku heran, kok aku bisa setenang ini. Aku bahkan benar-benar merasa lega karena sepertinya Karel memang tulus dengan kata-katanya.

“Aku harap kamu nggak merasa jadi korban di sini…”ujar Karel pelan. Tangannya menangkup ke wajahnya sekilas. Matanya terlihat lelah. Aku belum pernah melihat sisi Karel yang seperti ini.

Terlambat ! Aku bahkan merasa kamu cukup kejam menjadikan aku benar-benar tolol menganggap bahwa kamu menikahiku karena mencintaiku.

“Aku kenal Anindita hampir seperti seumur hidupku. Kami selalu bersama-sama sejak TK.”

Nah…apa kata Rida, Siwi dan Meta memang benar. Mereka benar-benar sweet couple itu. Tiba-tiba saja aku melihat sekelabat wajah lembut berbalut jas dokter yang kutemui di ruang tunggu tadi sore. Aku merasa benar-benar bisa memasangkannya dengan Karelku. Huh! Aku bahkan masih tetap tidak meledak. Semoga aku benar-benar sehebat itu. Mendengarkan suamiku yang ingin menjadikanku sahabatnya.

Matanya menerawang. Aku tahu Karel berusaha menghadirkan memorinya. Bisa kubayangkan. Bersama-sama sejak TK hingga kini. Hampir 20-an tahun lamanya. Cukup kuat untuk sebuah hubungan  yang sangat dalam.

“Jujur. Aku bukannya nggak ngerti atau nggak nyadar kalau orang mulai menjodoh-jodohkan kami. Sejak aku SD bahkan. Teman-temanku sudah mulai usil menjodoh-jodohkan kami. Anaknya cantik, lembut, selalu menyenangkan menjadi temannya. Hampir tidak pernah ada friksi sedikitpun ketika aku bersamanya. Bahkan ketika aku memaksakan untuk membuatnya jengkel, dia dengan lembutnya selalu mengalah.”

Wajahnya terlihat memerah.

Duh…!Aku rasa aku mulai berdarah sekarang. Siapapun akan merasa nyaman dengan sikap yang begitu. Sekali lagi ingatanku memandang sosok dokter Anindita. Aku pun merasakan nyamannya perasaan itu. Dalam perkenalan yang sesingkat tadi sore.

“Hei..aku nggak mau kamu jadi mellow ah..”ujar Karel tiba-tiba. Dia nyengir lucu melihat ke arahku. Matanya melirik ke arah jam yang ada dinding depan counter . Dua menit sebelumjam 9 malam.

“Aku lanjutin ceritanya di rumah aja ya. Bentar lagi tutup kan ini?” ujarnya sambil mengengok ke kiri dan ke kanan. Beberapa pengunjung memang mulai meningalkan tempat duduknya. Aku rasa memang sebentar lagi gerai ini akan ditutup.

Aku tahu kamu  belum tuntas menceritakan kisahmu dan terus terang aku masih penasaran tapi jangan harap aku mau  menginap sama kamu malam ini. Aku masih merasa kamu lebih butuh menceritakan ini daripada aku yang butuh cerita ini.

“Kita keluar dulu aja yuk. Kamu  jadi mau nginep di rumahku kan? Atau aku nginep di kamarmu aja? Sekalian memproklamirkan diri bahwa Karel ini bukan pasangannya dokter Anindita tapi suamimu, suami Shabrina Azalea Mumtaz.”

Aku menggeleng dan dalam hati mulai benar-benar merasa gusar. 

“Aku sih memang penasaran sama cerita kamu tapi aku malah jadi enggan tuh cerita sama mereka kalau kamu tuh suami aku…”sahutku sambil berdiri mengikutinya melangkah keluar dari KFC.

Karel berhenti melangkah mendengar pernyataanku.

“Tolong Brin..please…secepatnya kamu harus bilang sama teman-teman kamu mengenai aku. Suamimu. Jangan kau bilang lagi sepupu. Ok…sepupu itu nggak bohong...tapi aku rasa sekarang lebih pas dengan jabatan baruku sebagai suamimu. Please…”ujarnya sambil mengenggam jemariku. Aku menengok ke sekitar, ngeri kalau Rida dan Meta ada di sekitar sini. Aku belum benar-benar tahu cerita yang sesungguhnya. Jujur, aku mulai merasa ada hal besar yang tersembunyi dari semua ini.

Aku merasa punya alasan untuk benar-benar menunda menginap bersama Karel di sini. Di tempat yang ratusan kilometer jauhnya dari ayah ibuku dan puluhan kilometer dari ayah ibu Karel. Masih menganggap tawaran pacaran Karel jauh lebih tepat. Aku bahkan menganggap bahwa tawaran Karel untuk tetap pacaran pasca menikah berhubungan erat dengan cerita mereka sebagai sweet couple itu. 

Tuhanku..ampuni aku..

Sepupu CintaWhere stories live. Discover now