Bab 10- Mulai Penasaran?!

204 14 3
                                    

"Ikhlas adalah salah satu jalan untuk tetap bertahan, selebihnya biarkan Allah yang menggerakkan."

_Letnan Albiru Gibran Hardana_

***

Berada di tempat yang tenang dan sepi memang mampu menenangkan hati yang sedang tidak baik-baik saja. Menatap tenang nya air laut yang bergerak dengan pelan tanpa adanya ombak yang menghantam ketenangan air tersebut. Memang jika hati sudah nyaman di suatu tempat pasti akan membuat hati enggan untuk meninggalkan nya.

Sudah pukul 3 sore tapi dokter Mahi masih nyaman duduk di gazebo yang berada di bibir laut. Mungkin benar jika saat ini semua orang akan mencari keberadaan nya, tapi ia sedang tidak mau di ganggu oleh siapa pun. Sebab hatinya benar-benar ingin tenang dan ia juga butuh waktu untuk berdamai dengan dirinya sendiri.

"Ma, mungkin firasat yang pernah mama utarakan denganku. Mama begitu kekeh untuk mencegahku datang ke mari, tapi hatiku seolah ada yang menariknya untuk ke tempat ini. Sekarang aku paham ma, ternyata begitu sakit rasanya di hianati oleh orang yang paling kita percaya. Aku gak bisa bayangin gimana dulu berada di posisi mama, tapi bangga punya ibu seperti mama."

"Mama adalah sosok wanita yang begitu kuat, menghadapi ujian yang terus berdatangan. Bahkan karena perjuangan mama juga sekarang aku mampu menjadi seorang dokter, aku hanya ingin memeluk mama sekarang," lirih dokter Mahi sambil menitihkan air mata nya.

Dalam keadaan seperti ini memang sosok seorang ibu sangat berperan besar, terlebih jika seorang ibu menggantikan sosok peran ayah sekaligus. Dokter Mahi ingin sekali pulang hari ini juga, ia merasa tidak bisa melanjutkan tugas nya di sini.

Bagaimana mungkin ia bisa tahan melihat orang yang ia cintai bersama dengan wanita lain. Itu sama saja dengan menyiksa hatinya sendiri, akan sulit baginya untuk melupakan kapten Zafran jika setiap harinya ia bertemu terus.

"Apa nanti aku telfon dokter kepala aja, biar di pindahin tugas ke tempat lain," ucap dokter Mahi lagi sambil merogoh saku celana nya untuk mencari ponselnya.

"Astaghfirullahhaladzim, pasti ponselku tertinggal," ucapnya sambil menimpuk kening nya sendiri.

Dokter Mahi segera bangkit dari duduk nya dan berniat akan kembali ke markas. Namun Langkah kaki nya terhenti tatkala mendengar suara adzan yang begitu merdu dan lembut.

Di sekitar Pantai memang ada satu mushola kecil, dan suara adzan tersebut terdengar dari mushola kecil itu. Langkah kaki dokter Mahi pun terarah untuk mengikuti suara adzan tersebut.

"MasyaAllah, suaranya sangat indah dan menenangkan hati," guman pelan dokter Mahi sambil berjalan menuju mushola.

Sesampainya di depan mushola, dokter Mahi segera mengambil wudhu untuk melaksanakan sholat ashar sekalian, sebelum kembali ke markas. Setelah warga berdatangan walaupun tidak banyak akhirnya sholat jama'ah pun dimulai.

Setelah usai melaksanakan sholat dokter Mahi segera keluar daru mushola, sedangkan Letnan Albiru sudah menunggu nya di depan mushola.

"Letnan ngapain masih ada di sini?" tanya dokter Mahi.

"Sapu tangan saya masih kamu bawa," alibi Letnan Albiru.

"Hah? Jadi Cuma karena sapu tangan tadi?"

"Hmm."

"Besok saya balikan, sapu tangan nya belum saya cuci."

"Baiklah."

"Sekarang ayo balik, udah lama main petak umpet nya," sambung Letnan Albiru.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ALMAHIRA: Antara Tugas dan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang