BAB 3

58 10 0
                                    

Hari Sabtu adalah hari yang benar-benar cocok untuk bermalas-malasan, Nur menatap Fat yang berbaring santai, Fat adalah lambang kemalasan yang nyata bagi Nur. "Fat, yakin tidak mau ikut pulang Bone?" Tanya Nur sedikit berbisik di telinga Fat.

"Iyo, ada rapat ku sebentar" jawab Fat dengan mata yang masih tertutup rapat, ia baru tertidur selepas subuh tadi, dan sekarang sudah menunjukkan pukul enam teng.

"Yasudah, tanya ma saja kalau ada mau mu titip dari rumah"

"Iyo" Fat kembali menutup seluruh badannya dengan selimut, udara Makassar pagi ini benar-benar menusuk hingga ke tulang.

Nur kembali memeriksa persiapan untuk perjalanan jauh menuju Bone. Kabupaten Bone adalah salah satu kabupaten di pesisir timur Provinsi Sulawesi Selatan yang berjarak 174 km dari Kota Makassar. Sekitar 4 jam waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke kota dengan julukan kota Beradat itu.

Fat kembali tersadar, menyingkirkan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya, " naik motor ko?" TanyaNya memperhatikan Nur dari atas hingga bawah. Mulai dari helm yang berada di tangan kirinya, sarung tangan, masker wajah, ransel yang bertengger di pundaknya, sepatu, serta jaket kulit hitam favorit Nur.

" iya, kenapa?" Balas Nur dengan alis yang terangkat sebelah

" tunggu siap-siap ka, ku temani ko" Fat bangkit walau sedikit sempoyongan karena nyawanya belum terkumpul sempurna.

" Ck Jena, kayak tong pertama kalinya pulang ka Bone sendiri" Ucap Nur kembali membuat Fat terduduk

" kenapa we tiba-tiba?" TanyaNya dengan menggosok-gosok matanya berusaha menghilangkan kantuk yang semakin menyerang.

" tidak tau, sampai pa di sana baru ku tau apa yang terjadi. " Nur menatap Fat yang masih menguap, melangkah kembali mendekati Fat, " mending lanjut tidur mu, dan jangan lupa rapat nanti" lanjutannya seraya kembali membaringkan tubuh Fat tidak lupa menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

" Berangkat ma nah, assalamualaikum"

" waalakumsalam, kabari ka kalau sampai mo. TULUS KI" balas Fat yang kembali bangun

Nur tersenyum seraya memberikan jempol pada Fat. Sejujurnya ia sendiri tidak tau menahun tentang panggilan pulang mendadak ini, kemarin tiba-tiba saja Ettanya meminta Nur untuk pulang segera. Hal pertama yang membuatnya khawatir dari panggilan mendadak ini adalah kesehatan orang tua yang menurun, namun hal itu dibantah bahwa semua yang ada disana sehat walafiat. Nur hanya berharap hal baiklah yang mengantar kepulangannya kali ini.

Pagi yang sangat cerah, Nur menghirup udara pagi yang belum bercampur dengan polusi, angin sejuk yang menembus pori-pori kulit membuat Nur menarik resleting jaketnya, pantas saja Fat menikmati tidurnya dengan damai, setelah berpamitan tadi Fat kembali ke alam mimpinya.

Nur membela jalan melintasi rute berkelok-kelok, Nur disugukan pemandangan perbukitan hijau yang menjulang gagah.Pepohonan menjuntai di sisi jalan, menciptakan lorong rindang yang mengajaknya untuk menyelami alam. Udara segar dan suara riak angin memberi pengalaman menyegarkan yang tidak bisa ia lewatkan.

Nur terpesona oleh hamparan sawah dan perkebunan jagung di sepanjang perjalanan. Dia melihat petani yang bekerja keras dengan senyum di wajah mereka, mengingatkannya akan pentingnya tanah dan alam bagi kehidupan sehari-hari.

Pemandangan alam seperti inilah yang ia rindukan ketika lelah dengan hiruk-pikuk kota Makassar.

Mata hari semakin tinggi di langit, Nur tiba di gerbang bertuliskan selamat datang di kota Beradat. Gerbang dengan desain songkko recca atau songkko tobone di atasnya.

Setelah kurang lebih 4 jam perjalanan, Nur sampai di rumah, memasuki pekarangan rumah yang kian hari semakin banyak bunga-bunga koleksi bundanya. Nur memarkirkan motornya, merenggangkan badannya yang pegal seraya menatap sekeliling benar-benar halaman rumahnya sudah berubah menjadi taman bunga.

NurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang