BAB 15 : Abuse

25.8K 1.3K 27
                                    

Jangan lupa bayar parkir. Aku nulis, kalian tekan vote. Deal kan? Yu bisa yu bisa 😘

Happy reading! 💙

****

Derap langkah kaki Arsen terketuk gagah saat menyusuri Century Hotel di pukul setengah empat pada sore itu, di mana ia akan melakukan pertemuan dengan vice president Tech Company—yang sebenarnya akan dilaksanakan pada pukul empat sore.

Memang seperti itu. Arsen datang lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Terlalu on time. Atau paling tidak, lelaki itu akan datang sedikit terlambat karena ada pekerjaan lain yang tidak bisa ditinggalkan. Kendati tetap saja, tidak pernah datang telat dalam bentuk pertemuan apa pun itu.

"Pak Arsen," panggil Nazeera.

"Katakan," sahut Arsen tanpa menghentikan langkahnya, tanpa menoleh.

"Saya mau izin ke toilet sebentar. Boleh?"

Entah kenapa setelah mendengarnya langkah Arsen otomatis terhenti, membuat Nazeera dan Lenia juga kompak menghentikan langkah mereka. Arsen menoleh kepada Nazeera. Gadis itu tersenyum, menampilkan deretan gigi putihnya yang tersusun rapi.

"Jangan terlalu lama," ujar Arsen.

Nazeera otomatis menegakkan tubuh ketika mendapat izin. Tangannya terangkat memberi hormat kepada pemilik GAD Eins itu. "Siap!"

****

Setelah keluar dari toilet, Nazeera membasuh tangannya di wastafel. Hanya gemercik air yang terdengar. Lebih tepatnya, tak ada seorangpun di sana kecuali Nazeera sendiri. Daun telinga Nazeera bergerak saat langkah kaki terketuk mendekat menerobos indera pendengarnya. Nazeera acuh, masih fokus mencuci tangan. Dan ketika ia mendongak, sikap acuh tersebut berganti menjadi rasa terkejut ketika netranya menangkap presensi seorang laki-laki bersetelan formal di pantulan cermin.

Nazeera membalikkan tubuhnya segera. "Maaf, ini toilet perempuan," tegurnya sopan.

"Oh, ya?" sahut lelaki itu tak kalah sopan.

Seraya tersenyum Nazeera mengangguk. Menggunakan telunjuknya Nazeera menunjuk sebuah papan kecil bertuliskan 'Toilet Wanita' dengan siluet tubuh perempuan terpatri di sana.

Lelaki itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal—berlagak canggung karena salah memasuki tempat. "Ah, maaf. Kalau begitu, saya permisi."

"Boleh saya minta nomor kamu?"

Nazeera terkejut. Dia yang tengah melanjutkan membilas tangannya segera membalikkan badan ketika laki-laki yang sudah berjalan keluar tadi kembali masuk. Lelaki itu tersenyum ramah seraya berkata, "Hanya untuk berkenalan lebih lanjut."

"Maaf, saya buru-buru," tolak Nazeera sopan. Sebab jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 15.50, di mana artinya pertemuan dengan vice president Tech Company akan dilangsungkan sebentar lagi. Nazeera tidak punya banyak waktu, belum lagi pesan Arsen yang mengatakan jangan terlalu lama membuat Nazeera harus segera tiba di sana. Arsen pasti menunggunya.

Alih-alih pergi dari sana, langkah Nazeera tertahan ketika lelaki itu menahan lengannya. Untuk kesekian kalinya Nazeera terkejut. Ia menoleh pada pergelangan tangannya yang dipegang kemudian beralih menatap pelaku yang memegang.

"Maaf." Lelaki itu melepas pegangannya. "Tapi bolehkah saya mendapatkan nomor ponsel kamu? Saya hanya ingin berkenalan lebih dekat."

Nazeera bukan tipikal yang mudah memberikan privasinya ke sembarang orang. Tapi dilihat dari gelagatnya, lelaki ini akan terus meminta, tak akan berhenti sebelum mendapatkan. Nazeera bergeming. Harus apa dia sekarang? Memberikan nomornya kepada lelaki asing ini agar cepat tiba di tempat pertemuan, atau menjaga privasinya namun langkahnya ke tempat pertemuan menjadi terhambat?

GREAT GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang