BAB 1 : Reinkarnasi?

61.7K 2.1K 10
                                    

LIMA TAHUN KEMUDIAN ....

"Ya, Opa? Boleh, kan?"

"Tidak."

Bibirnya otomatis melengkung ke bawah. "Sampai kapan Opa?"

Pria tua yang menjadi lawan bicaranya itu menatapnya setelah menyesap sedikit kopi. "Apa kamu menginginkan kejadian lima tahun itu terulang kembali?"

Kini giliran dia yang terbungkam. Alih-alih mendapat pencerahan, jawaban yang kakeknya berikan masih sama seperti dulu. Tidak mengizinkan, tidak berubah seolah tak ada celah.

Dia lelah sendiri. Tiga tahun belakangan sudah dia meminta izin, membujuk kakeknya, merayunya agar permintaannya diperbolehkan. Sementara kakeknya masih dengan keteguhan. Jawabannya tak pernah berubah dari dulu. Jadi, harus dengan cara apa lagi ia mencoba agar kakeknya itu luluh?

Sejujurnya dia jenuh, hendak menyerah tapi keinginannya lebih besar. Seluruh bagian bangunan mansion itu adalah saksi bahwa dia tak pernah absen meminta izin. Seperti saat ini, mereka berada di ruang keluarga di dalam mansion tersebut. Berbalutkan kemewahan dan kemegahan. Beberapa bagian dindingnya ada yang terbuat dari lapisan emas. Sebuah mansion yang berdiri bak istana di sebuah negara berisikan kota dengan julukan Kota paling bebas di dunia.

"Opa hanya tidak mau terjadi apa-apa lagi dengan kamu," lanjut pria tua seraya meletakkan gelas kopinya ke atas meja.

"Nggak bakal. Kan ada Opa." Perempuan berusia 26 tahun itu menyengir. Harap-harap kakeknya luluh.

Sementara pria dengan usia 72 tahun itu menghela napas berat. Cucunya ini benar-benar keras kepala. "Kamu benar-benar menginginkan kembali ke sana?"

"Sangat Opa!" jawabnya cepat, tanpa ragu.

Pria tua menghela napas lagi. "Baiklah. Opa akan mengizinkan kamu. Tapi dengan satu syarat."

Dia melotot, terkejut mendengar penuturan kakeknya yang tiba-tiba. Dia ... tidak salah dengar, kan? Kakeknya akan memberi izin? Kemudian matanya berbinar cerah. Senyum yang sempat memudar kini tercipta lebih lebar. Akhirnya keinginannya akan terkabulkan!!

"Apa Opa?" tanyanya antusias.

"Kamu harus turun langsung dalam menangani kerja sama dengan perusahaan ini," kata pria tua seraya meletakkan sebuah dokumen ke atas meja.

Dia melotot. "HAH?!"

Seolah sudah tau reaksi cucunya, pria tua memilih berdiri dari duduknya. Dia merapikan jasnya yang sedikit berantakan. "Opa tidak memaksa. Jika kamu tidak mau, maka jangan salahkan Opa kalau kamu tidak akan kembali lagi ke Indonesia."

"Opa!" Gadis itu refleks berdiri dari duduknya ketika sang kakek melangkah hendak pergi. Raut wajahnya berubah pias dengan kedua tangan mengepal di sisi tubuh. Ini terlalu cepat untuk dia cerna.

Pria tua membalikkan tubuh dengan kening sedikit mengkerut. "Ya?"

"A-apa tidak ada syarat lain?" tanya gadis itu ragu-ragu. Kepalanya tertunduk.

"Apa kamu sedang melakukan penawaran, Cucuku?"

Dia sontak mengangkat kepala dengan raut tak tenang, takut kakeknya salah paham dalam mengartikan ucapannya. "No, Opa. I'm just asking."

Ada jeda sesaat kala pria tua menghembuskan napas pelan.

"Tidak ada syarat lain, dan Opa tidak memaksa kamu. Jika kamu mau lakukanlah, dan jika tidak mau, jangan harap kamu dapat menginjakkan kaki di tanah negeri itu lagi," ujar pria tua kemudian berlalu—meninggalkan cucunya sendiri di sana.

Dia terhenyak. Bibirnya terkatup rapat tak bisa berkata-kata. Setelah kakeknya tak terlihat lagi, dia menjatuhkan tubuhnya kasar ke atas kursi dengan helaan napas berat lolos dari bibir tipisnya.

GREAT GIRLOnde histórias criam vida. Descubra agora