BAB 6 : Who?

32.7K 1.4K 11
                                    

"Hai, Arsen."

"Gue boleh masuk?" tanya Arsen meminta izin.

Shena bergeming. Tak bisa dipungkiri bahwa kedatangan Arsen yang tiba-tiba membuatnya terkejut. Gadis itu terdiam lama membuat Arsen yang tak mendapat jawaban menerobos masuk begitu saja.

"Lo minum?" Arsen agak terkejut melihat keberadaan botol-botol alkohol kosong di atas meja. Lelaki itu kemudian terkekeh kecil ketika Shena mengangguk malu-malu. "Tumben."

"Ekhm! Lo ngapain di sini?" tanya Shena mengubah topik. Dia sudah berdiri di dekat Arsen di mana lelaki itu telah duduk anteng di sofa seraya mengeluarkan makanan di dalam paper bag yang ia bawa.

"Emang nggak boleh?" balas Arsen. "Gue lagi senggang. Dan juga ... ngasih kopi ini." Lelaki itu menyodorkan cup kopi kepada Shena yang tak langsung diterima oleh sepupunya itu.

"Kopi?" Shena mengernyit.

"Ganti kopi kemarin."

Shena mengerjap polos. Ah! Ini kopi yang dijanjikan Arsen kemarin. Huh, Shena baru ingat. Shena kemudian menerima minuman tersebut lalu duduk di sofa tunggal di sisi kiri Arsen. "Lo beneran senggang malem ini?" tanyanya was-was. Bukan apa-apa. Tapi Nazeera juga berada di apartmentnya sekarang!

Arsen mengangguk. "Iya. Hm ...." Arsen menempelkan telunjuk di bibir—merasa ada yang kurang. "Sebentar." Lelaki itu berlalu menuju dapur. Tak berselang lama dia kembali membawa dua botol mineral dingin yang kemudian ditaruh di atas meja. "Enjoy your meal."

Shena manut-manut saja. Ternyata Arsen datang membawa seafood. Mereka menyantap sajian di mana aromanya saja sudah sangat menggoda. Ini bukan kali pertama Arsen datang seperti ini. Sejak kejadian mengenaskan lima tahun silam, keduanya menjadi lebih dekat. Shena sudah seperti ibu sambung. Gadis itu selalu memperhatikan Arsen—lelaki yang hidup sebatang kara. Ini lebih dari berat. Shena bahkan menunda study strata duanya beberapa tahun demi menjaga Arsen.

Depresi yang Arsen alami bukan hal yang bisa disepelekan. Lengah sedikit nyawa lelaki itu bisa melayang. Arsen lebih banyak berhalusinasi. Dia tidak bisa membedakan mana halu dan nyata. Acapkali Arsen meracau menyebut-nyebut nama Nazeera. Lelaki itu berkata ada Nazeera di dekatnya. Ini lebih dari pedih. Air mata Shena tak pernah absen kala itu.

"Shena."

"Siapa yang manggil?" tanya Arsen.

"Hah?" Shena bingung. Bukan pura-pura tuli. Dia memang tak mendengar suara seperti yang Arsen tanyakan.

Arsen mengerjap polos. Mungkin dia salah mendengar? Arsen tak ingin menambah pikiran. Lelaki itu memilih melupakan.

"Lusa lo ke mana?" Shena bertanya di sela makannya. "Udah join kaum ghosting ya sekarang ilang tiba-tiba. Katanya mau beli kopi, ternyata cuma janji. Huh!"

"Waktu itu gue udah beli kopinya. Tapi jatuh karena singgungan bahu sama cewe."

"Cewe?" heran Shena. Arsen mengangguk membenarkan. "Siapa?" lanjutnya bertanya.

Arsen menggeleng. "Nggak tau."

Ah, baiklah. Shena salah. Pertanyaan absurd. Jelas-jelas itu adalah orang random. Mana mungkin Arsen mengenalinya.

"Terus kenapa nggak dibeli lagi?"

"Tadinya gitu. Tapi Lenia telepon, katanya jadwal rapat dimajukan," jelas Arsen. "Maaf nggak ngasih kabar. Kemarin benar-benar sibuk."

"Santai lah," ucap Shena paham kesibukan seorang Arsenio.

"Tapi cewe itu aneh," celetuk Arsen. Kening Shena otomatis mengernyit mendengarnya.

GREAT GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang