Chapter 8

14.4K 1.8K 28
                                    

Awas typo menodai mata!
Selamat membaca.

-
-
-
-
-
-
-
-

Stefano memijat pangkal hidungnya sambil berdecak pelan, kemudian mengambil earphone dari dalam laci meja. Beberapa hari ini dia tidak dapat mencuri dengar ucapan Altheo lewat alat penyadap yang dia pasang karena dia sibuk dengan pekerjaannya.

Setelah kemarin memantau Altheo dari jauh saat di pantai dia belum bertemu lagi dengan anak itu.

Tok tok tok

Punggung yang awalnya bersandar ke kursi langsung tegak saat mendengar suara ketukan dari pintu, siapa yang berani mengganggunya di pagi-pagi buta begini.

"Masuklah."

Pintu terbuka dan memperlihatkan Jeco, pria itu masuk kemudian membungkuk hormat.

"Selamat pagi tuan."

"Hm."

"Tuan saya ingin melaporkan bahwa tuan muda Altheo jatuh sakit-"

Jeco terserentak kaget saat Stefano berdiri dengan langkah terburu-buru keluar dari ruang kerjanya. Ekspresi pria itu tampak rumit, tapi sekilas Jeco dapat melihat kekhawatiran di sorot mata tuannya.

Stefano berlari tergesa-gesa kearah kamar anak bungsunya saat Jeco mengatakan jika Altheo sakit, dia gelisah tapi langkahnya tiba-tiba terhenti di ambang pintu saat melihat Leander memangku tubuh kecil Altheo, dirinya terkekeh miris. Bukankah seharusnya dia yang berada di posisi adiknya.

"What's wrong Dad?" tanya Keenan dengan sedikit nada mengejek kearahnya.

Stefano hanya melirik Keenan sekilas kemudian langkahnya dia bawa mendekati Leander.

"Bagaimana keadaannya?"

Leander menoleh. "Imun tubuhnya menurun, mungkin karena kemarin dia pulang malam." pria itu menghela nafas pelan, kemudian melanjutkan ucapannya.

"Bukankah kau tahu dia memiliki komplikasi pada kesehatannya dan kau malah membiarkannya pulang malam, dimana letak otak mu itu Stefano!!!"

Stefano memejamkan kedua matanya saat emosi menguasai dirinya, jika saja Leander bukan adiknya mungkin dia sudah menyeret pria itu ke black room.

Di sisi lain Altheo tampak heran melihat pertikaian keduanya, bukankah mereka para Benedict membenci kehadirannya. Lantas kenapa mereka terlihat peduli atau dia yang terlalu percaya diri.

"Haus, mau minum." lirih Altheo dengan tatapan sayunya.

Stefano sontak mengambil segelas air pria itu juga membantu Altheo minum dengan memegangi gelasnya, Leander hanya menatap datar kakaknya yang terlihat begitu hati-hati.

Setelah selesai, Altheo meminta turun. Dia tidak nyaman berada di pangkuan pria seperti Leander, walaupun pria ini terlihat baik dia tetap harus berhati-hati.

Dari ingatan yang Altheo berikan, Leander memang tidak pernah ikut campur dengan kehidupan Altheo. Walaupun dia selalu tersenyum saat berpapasan tapi sejatinya pria itu sama dengan yang lainnya.

"Hari ini tidak usah sekolah." putus Stefano, sedangkan Altheo tampak tidak peduli. Lagipula siapa juga yang ingin pergi ke sekolah saat sedang sakit, bahkan untuk berdiri saja dia tidak sanggup.

Setelah Altheo tertidur, mereka semua keluar. Tapi Stefano menghentikan langkahnya dan kembali masuk ke dalam kamar putranya, pria itu duduk di pinggir tempat tidur sambil mengusap pelan rambut halus Altheo.

Dia menunduk kemudian berbisik lirih di telinga kanan Altheo.

"Daddy minta maaf."

Dirinya memang pengecut, Stefano dia tidak pernah ada untuk Altheo. Dulu dia sangat jarang pulang ke rumah karena muak mendengar tangisan Altheo kecil yang sedang sakit, bahkan yang lainnya juga sama. Hanya ada ibunya dan Jeco yang senantiasa merawat Altheo.

Stefano rasanya ingin tertawa sambil menangis saat mengingat masa lalu, dia mengabaikan putranya hanya karena terlalut dalam kesedihan saat kehilangan istri tercintanya.

Bahkan sebelum istrinya meninggal hanya nama Altheo yang terucap terus-menerus dari bilah bibirnya. Dia kehilangan Mikaila karena kesalahannya, jika saja saat itu dia tidak egois sekarang istrinya pasti masih ada.

Hal itu juga yang membuat Stefano menjaga jarak dengan anak bungsunya, setiap kali melihat wajah Altheo dia selalu terbayang wajah istrinya saat meregang nyawa di pelukannya.

Setelah Stefano pergi, Altheo membuka kedua matanya yang terlihat berkaca-kaca. Kenapa pria itu meminta maaf, apa dia pikir dengan begitu Altheo akan memaafkan. Tidak! Karena dia bukan Altheo, dia Erkan Lim.

Lucu sekali, setelah kepergian Altheo pria itu baru menyadari kesalahannya dan meminta maaf. Erkan memang tidak tahu dengan pasti prahara keluarga Benedict ini, karena ingatan yang di berikan oleh Altheo hanya berpusat pada inti permasalahan hidupnya.

Altheo yang di abaikan.

Altheo yang di kucilkan.

Altheo yang di salahkan hanya karena kepribadiannya yang tertutup.

Miris, kenapa orang-orang selalu menuntut kesempurnaan. Dulu dirinya sangat beruntung saat menjadi Erkan Lim, karena kedua orang tuanya begitu tulus menyayanginya. Mereka tidak menuntut dirinya untuk menjadi sempurna, mereka menerima Erkan apa adanya.

Erkan juga penasaran kenapa Altheo memilihnya untuk menempati raganya, dia merasa tidak adil. Karena bukan hanya Altheo saja yang ingin pergi dari dunia, nyatanya Erkan juga memiliki keinginan yang sama.

"Altheo kenapa harus gue, kenapa lo pilih gue." lirihnya di ambang batas kesadarannya, samar-samar Altheo mendengar suara seseorang.

Karena hanya kamu yang bisa.

Tbc

Vote dan komen

Second Life The Geeky Boy Where stories live. Discover now