Chapter 9

14.7K 1.8K 61
                                    

Awas typo menodai mata!
Selamat membaca.

-
-
-
-
-
-
-

Kaiden menatap kursi kosong di depannya dengan tajam, ini sudah pukul sembilan. Kenapa mangsanya itu masih belum datang, pikirannya berkecamuk. Altheo Caesar Benedict, sedari dulu laki-laki kecil itu selalu membuatnya khawatir.

"Gue gak akan lepasin lo lagi, adek kecil gue khekhe..."

Sejak pertemuan pertama mereka, Kaiden telah menempatkan Altheo di hatinya. Dia sudah menganggap anak itu sebagai saudaranya, karena Kaiden anak tunggal dia tidak memiliki siapapun.

Kedua orang tuanya sibuk bekerja, saat dirinya merajuk dan kabur ke taman dia bertemu dengan Altheo.

Usianya dua tahun lebih tua dari Altheo. saat dirinya sedang sedih anak itu tiba-tiba datang sambil memberikan balon. Kaiden awalnya menolak kehadiran anak itu, dia bahkan dengan kasar mengusir Altheo. Tapi, bukannya takut Altheo malah tertawa lucu.

"Akak jan cedih, Al kan dah kaci balon."

Kaiden terkekeh pelan mengingat suara cadel Altheo dulu, terdengar lucu dan menggemaskan. Dia kira dia tidak akan bertemu lagi dengan Altheo setelah anak itu lulus SD tapi ternyata dia dan Altheo sekarang sekelas karena kecerdasan anak itu sehingga bisa melompat kelas.

Ingat usia Altheo 14 tahun dan usianya 16 tahun, bukankah mereka terlihat seperti kakak dan adik.

Di kediaman Benedict, Altheo terlihat sedang di suapi oleh Jeco.

"Obatnya di minum tuan muda."

Altheo mengangguk, dirinya tadi berharap Stefano bajingan itu merawatnya. Bukankah pria itu sudah meminta maaf, seharusnya pria itu membangun hubungan baik dengan putranya. Bukan pergi meninggalkannya saat sedang sakit, dia jadi sakit hati kembali.

Sepertinya memang benar, hanya Jeco yang peduli kepadanya.

"Makasih Jec."

Jeco yang sedang membereskan piring kotor sedikit kaget saat mendengar perkataan tuan mudanya, tapi tidak lama kemudian senyuman tipis terbit di wajahnya.

"Suatu kehormatan bagi saya melayani anda tuan muda."

Bukannya terbawa perasaan Altheo tampak di buat merinding mendengar jawaban Jeco.

"Ucapan lo Jec bikin bulu-bulu halus gue berdiri."

Jeco terkekeh geli, kemudian keluar dari kamar. Tidak lama setelah kepergian Jeco, Leander datang dengan senyuman ramahnya yang terlihat mengerikan di mata Altheo.

"Anak Papa sudah merasa baikan?"

"Lumayan om."

Leander tampak mengerut tak suka mendengarkan kata om keluar dari mulut keponakan kecilnya.

"Papa bukan om."

Sekarang gantian Altheo yang mengerut tak suka. Hei, Leander itu masih lajang kenapa ingin di panggil Papa lagipula siapa juga yang ingin menjadi anaknya. Altheo tidak mau, Leander ini seperti pedofil gila.

"Tapi kan om belum nikah, ngapain di panggil Papa."

Leander terbatuk pelan mendengar penuturan Altheo.

"Memangnya panggilan Papa hanya untuk orang yang sudah menikah?"

"Ck, udahlah panggil om aja. Kalau masih protes Al panggil buyut mau?"

Second Life The Geeky Boy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang