Jajanan Warung

39 21 5
                                    

“Sebentar ya Mba Mia, saya ambil berkasnya dulu.”
Ibu panti meninggalkan Mia seorang diri di ruang tamu.
Beberapa menit Mia duduk dengan tenang, sesekali ia menyesap teh yang disajikan. Namun, Mia bukan seorang yang setia dan sabar, Ia bangkit dari duduknya, melangkah ke luar, berdiri di teras, menengadah, melihat langit dengan awan hitam berarak.

“Keknya bentar lagi hujan ni. Si ibu panti kemana sih?” Mia menggerutu karena ibu panti Tak kunjung kembali.

Mia memutuskan kembali ke dalam, tapi ibu panti belum ada, ia pun berjalan melihat-lihat foto yang terpajang di lemari buku di sana, dan banyak foto juga di dinding, foto anak-anak panti dan sepertinya para orang tua yang mengadopsi anak-anak di sana. Mia terus berjalan dengan mata tak lepas dari deretan foto yang terpajang di sepanjang lorong, sampai ia terhenti di salah satu pintu kamar.
Mia hendak kembali ke ruang tamu, samar-samar ia mendengar suara anak laki-laki berbincang di dalam kamar tersebut. Tangannya memegang gagang pintu dan siap menekannya.

“Kakak cari siapa?”

Jantung Mia seolah meloncat, Ia tersedak ketika mendengar suara anak perempuan bertanya seraya menyentuh tangannya “Eh, anu .. kakak cari ibu panti. Tadi dia bilang pergi sebentar tapi..”
Belum selesai Mia dengan kata-katanya, ia melihat Ibu panti berjalan ke arahnya membawa map dan lembaran kertas di tangannya.

Bersamaan dengan ibu panti yang menghampirinya, Pintu kamarpun terbuka, Jidan muncul dibaliknya. Mereka bertiga pun kembali ke ruang tamu bersama.

Mia tak berkata apa-apa lagi, ia memegang pergelangan tangannya yang merasa dingin setelah dipegang oleh anak perempuan tadi. Namun ia tak tahu kemana anak itu pergi, sangat cepat, bahkan ia tak melihatnya lagi. Padahal semua anak-anak yang bermain di luar sudah masuk, tapi tak ada rupa yang sama seperti anak perempuan tadi.

Mia hendak bertanya prihal anak perempuan itu, ia khawatir akan anak tersebut, mungkin sedang sakit pikir Mia, makanya suhu anak tersebut sangat dingin setelah menyentuhnya. Namun, urung ketika mendengar suara guntur dan langit semakin gelap. Mia tak sempat membaca berkas yang diberikan ibu panti kepadanya, Ia langsung menandatangani berkas tersebut. Lalu berpamitan karena segera harus pulang.

“Dek, kalau ada apa-apa telpon kakak ya, jangan ragu. Whatsapp kakak aja. Teteh Aurora kan lagi sakit jadi Jidan di sini dulu ya. Besok kalau sempat kakak pulang kerja mampir ke sini.”

Jidan hanya menggangguk mengiyakan. Sementara Aurora mengeluarkan kotak kardus berisi coki-coki, tidak penuh karena ia membelinya di warung depan panti. Mia pikir cokelat coki-coki adalah jajanan warung yang disenangi anak-anak. Meski tak banyak tetapi cukup untuk berbagi dengan teman sekamar Jidan yang hanya dua atau tiga orang.

***

Tumbal Sinar BundaWhere stories live. Discover now