Tenggelam Di Sumur

39 24 20
                                    

“Aku tidak akan pergi, karena kamulah yang akan pergi hari ini, Bhuvi.”

Tubuh Bhuvi terhenyung, ia jatuh ke dalam sumur. Kepalanya terbentur batu yang berada di dinding semur, darah mulai keluar dari kulit kepalanya yang robek.

Bhuvi meringis, ia menahan tangis, mencoba memanjat namun kakinya terlalu pendek, dan ukuran sumur memiliki lingkaran cukup besar. Kepalanya semakin terasa nyeri, terlebih bau menyengat semakin menyeruak. Tangannya meraba-raba kantung celananya, didapatinya sebuah korek gas. Bhuvi mulai menyalakan korek tersebut. Ketika menyala, dilihatnya sosok anak laki-laki yang sebelumnya memegang tangan dia. Smua anak panti yang pergi bersama bunda ada di sana, di sekelilingnya.

Tangan Bhuvi bergetar, apinya padam. Air mengalir dari atas. Ini bukan air hujan namun seseorang di atas sana dengan sengaja mengalirkan air ke dalam sumur.

“Hey, aku di bawah sini, tolong. Tolong aku, kumohon, hentikan membuang air ke dalam sumur, aku bisa tenggelam.”
Bhuvi berteriak, namun bayangan hitam di atas sana tak mendengar.

“Hey.. kalian dimana? Ayok bantu aku berteriak."

Bhuvi meneriaki anak-anak panti yang dilihatnya tadi, namun anak-anak panti itu menghilang. Bhuvi semakin bingung, ia tidak tahu harus berbuat apa lagi, suaranya semakin pelan, napasnya tersengal, air semakin meninggi sampai sedada, ia tak bisa berenang, dan betapa terkejutnya ia melihat tumpukan mayat bersamanya.

“Aaaaa!” Bhuvi berteriak, ia menangis.

Semakin ia berteriak, semakin sesak. Ia tak bisa bergerak. Air di dalam sumur semakin cepat bertambah. Bhuvi tenggelam bersama mayat anak-nak panti lainnya.

Tak ada yang mengetahui kematiannya. Ini bukan kematian yang Bhuvi inginkan. Ia tak ingin dibawa pergi oleh bunda si malaikat maut panti asuhan sinar bunda. Bahkan, ketika suara ibu panti menggema di dalam sumur memanggil namanya, Ia tetap menenggelamkan tubuhnya dibawah tumpukan mayat anak panti penghuni sumur.

“Aku tidak akan pergi dengan bunda, lebih baik aku mati di sini dan mencegah kematian selanjutnya.”

***

Tumbal Sinar BundaWhere stories live. Discover now