74 - PEMENANG

449 107 38
                                    

"Penghapus kamu 'kan?" Alva mengangkat sebuah penghapus berwarna hitam yang ada di perbatasan mejanya dan meja Betha.

Betha menoleh setelah merapikan bukunya ke dalam tas. "Iya." Gadis itu mengambil penghapusnya dari tangan Alva kemudian merapikan kotak pensilnya.

"Masih dipakai ternyata kontak pensilnya," komentar Alva, baru menyadari bahwa Betha masih menggunakan kotak pensil warna ungu pemberiannya. Hadiah ulang tahun Betha darinya tahun lalu. "Hadiah tahun ini mau apa? Aku belum sempat kasih apa-apa, 'kan?" tanyanya.

"Aku malas ganti kotak pensil. Jangan geer kamu!" Betha menjulurkan lidahnya kemudian terkekeh geli.

Alva mengacak puncak kepala gadis itu. "Jawab pertanyaan aku," paksanya.

"Nggak mau kado, maunya es krim," jawab Betha asal.

"Ya udah habis ini ke kantin," jawab Alva enteng.

"Oke, siap."

Leo menggebrak pelan meja Alva, membuat lelaki itu menghela napasnya agar tetap sabar. "Apaan?" tanya Alva ketus.

Leo menunjukkan cengiran tak berdosanya. "Susun rencana pemilihan ketua OSIS kapan, sih?"

"Minggu depan baru rapat calon ketua baru," balas Betha cepat.

"Nah." Alva menjentikkan jarinya kemudian menunjuk Betha tanda setuju. "Kenapa?"

"Mau atur jadwal gitu. Gue 'kan sibuk banget," ujarnya percaya diri. Tentu saja membuat tangan Kevin refleks menoyor kepalanya.

Betha mengembuskan napasnya pasrah. "Terserah lo, Le. Gue mau pulang. Besok mulai ospek jangan lupa." Gadis itu kemudian berdiri dan berniat beranjak. Dia sempatkan menghampiri Tarissa untuk menyerahkan gunting yang tadi dia pinjam.

"Pulang sama siapa, Tha?" tanya Tarissa.

"Sama Delta," jawab Betha seadanya.

"Di lihat-lihat makin akur, ya, bestie! Yuk kapan jadian?"

Betha berdecak pasrah. "Iya, bestie. Secepatnya, ya," balasnya asal, "Lo pulang sama siapa?"

"Sendiri. Mau cepat-cepat sampai rumah, soalnya ada sinetron terbaru jam tiga siang nanti." Tarissa berdiri lalu mendorong kursinya ke bawah meja. "Duluan, ya!"

Betha melambaikan tangannya, disusul oleh Kevin, Leo, dan Alva setelah Tarissa menepuk pundak mereka satu per satu. Betha menggeleng maklum melihat sahabatnya yang paling konsisten dalam mengikuti dunia per-sinetron-an Indonesia.

"Gue juga mau pulang." Alva ikut berdiri. "Ayo, Tha."

"Kemana?"

"Tadi katanya mau es krim."

"Oh, dia serius ternyata." Betha menyusul langkah Alva yang beranjak keluar kelas duluan.

"Kapan aku nggak serius buat kamu?" balas Alva pelan. Mungkin Betha juga tidak mendengarmya.

****

Gamma menuruni anak tangga yang terakhir saat seseorang hampir saja menabraknya. Eh, entah menabrak atau ditabrak, intinya sosok itu sekarang berdiri tegap di hadapannya. Gamma mendongak kemudian beradu tatap dengan lelaki tinggi itu.

"Hai," sapa lelaki itu ramah.

"Kak Omega? Ngapain?" tanya Gamma heran sambil menuruni satu anak tangga lagi. Mereka kemudian berjalan beriringan.

"Lagi urus portofolio buat daftar ke kampus. Sekalian mau nengok adik kelas baik hati."

"Siapa?"

"Ini yang jalan di sebelah gue sekarang."

ALVABETHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang