17 - ROTI COKELAT

624 127 16
                                    

ALVABETH BY VALENT JOSETA

Gimana? Ada yang udah mulai sayang sama Gamma?

Instagram : @valentj8 & @hf.creations

****

Tarissa berusaha memanggil Betha yang berjalan terburu-buru dari gerbang sekolah. Padahal hari ini tidak ada ulangan di jam pertama dan Betha tidak ada jadwal piket OSIS. Beruntung setelah kejar-kejaran tidak berfaedah itu Tarissa berhasil menyusul Betha ke kelas.

"Lo kenapa sih, Tha? Buru-buru banget hari ini," tanyanya dengan napas terengah-engah.

"Gue ke kelas Alva dulu, ya, Tar. Dadah," pamit Betha tanpa menjawab pertanyaan Tarissa. Tapi, tampaknya Tarissa sedikit paham kenapa Betha buru-buru pagi ini. Pasti ada urusan penting dengan sang Ketua OSIS.

"Permisi." Betha menampakkan dirinya di ambang pintu kelas Alva membuat beberapa kepala menengok secara spontan. Apalagi Alva yang mendengar suara yang sudah tak asing lagi di telinganya.

"Udah mantan masih aja ngejar-ngejar." Bisikkan sinis mulai terdengar dari penjuru kelas. Mungkin dia juga lupa caranya bisik-bisik.

Alva menatap tajam pada perempuan yang melontarkan kata-kata tadi dan berhasil membuatnya bungkam. Tanpa basa-basi Alva berdiri dan menghampiri Betha di ambang pintu kemudian menariknya ke selasar lapangan.

"Kenapa?" tanya Alva santai setelah mereka duduk di salah satu bangku.

"Maaf kemarin ponsel aku habis baterai. Jadi, telepon kamu nggak keangkat. Ada apa? Kok missed call-nya sampai tiga belas kali?" cerocos Betha. Ternyata gadis itu panik karena tidak menjawab telepon Alva kemarin.

Alva terkekeh. "Iya deh yang lagi sama Delta. Mana ingat dunia," ejeknya.

"Ih, nggak gitu," rengek Betha meminta Alva menghentikan senyum jahilnya.

"Terus?" tanya Alva sok dingin tiba-tiba.

Betha mendecak. "Kemarin aku family time dan nggak pegang ponsel. Kenapa sih? Gamma macam-macam? Atau kamu butuh sesuatu?" tebak Betha semakin penasaran dengan maksud telepon Alva yang sampai tiga belas kali berturut-turut.

Alva malah semakin tertawa melihat wajah panik Betha. "Kemarin aku ketemu ayah."

Mata Betha hampir membelalak sempurna jika Alva tidak melanjutkan ceritanya secara langsung. Suasana mendadak jadi biru bagi Betha.

"Ayah lagi mabuk dan bertengkar sama orang di pinggir jalan. Terus pas aku datang dia marah-marah dan hina-hina Bunda," jelasnya singkat, padat, jelas.

Betha menatap Alva dengan wajah yang berubah sendu. Jelas, Betha tahu semua cerita tentang keluarga Alva. Bahkan, ia kenal Bunda Nadia dan Cory dengan sangat baik sejak mereka SMP.

Rasa bersalah semakin menyelimuti hatinya saat menatap Alva yang tampak senyum pasrah sambil menatap lapangan setelah selesai bercerita. Kemarin Betha melakukan kesalahan besar dengan tidak mengangkat telepon Alva. Padahal, Betha tahu Alva membutuhkannya di saat itu.

"Maaf, ya, Al," ucap Betha lirih. Suaranya bergetar seolah dapat merasakan kesedihan yang Alva rasakan kemarin. Bertahun-tahun mengenal Alva, dirinya dapat dengan mudah memosisikan dirinya di posisi Alva. Apalagi Betha saksi satu-satunya saat keluarga Alva ada di titik paling hancur waktu itu. Betha melihat sendiri bagaimana kekerasan yang dilakukan ayahnya Alva.

"Hei, kok jadi kamu yang mellow gini." Alva menoleh dan mengangkat pipi Betha agar gadis itu menatapnya.

"Harusnya aku nyalain ringtone-nya kemarin," lirihnya lagi.

ALVABETHWhere stories live. Discover now