62 - Cory's Point Of View

517 109 16
                                    

ALVABETH BY VALENT JOSETA

FYI, waktu nulis part ini aku nangis.
(Semoga kalian juga ya)

Selamat membaca! 💜💜

Instagram : @valentj8 & @hf.creations

***

Cory menutup pintu kamarnya disertai helaan napas panjang. Matanya lelah setelah hampir setengah hari menonton drama Korea yang direkomendasikan temannya. Dia mengecek notifikasi ponselnya sebelum keluar dari kamar untuk membasahi kerongkongan.

Gadis itu mengedarkan pandangnya ke sekitar sebelum benar-benar menjauh dari kamarnya, menyadari rumahnya yang jadi semakin sepi. Bunda Nadia sering lembur dan mengambil pekerjaan di akhir minggu. Alva– ah, entah apa yang kakaknya lakukan di dalam kamar sepanjang hari sejak libur semester dimulai. Cory bahkan lupa kapan terakhir kali dia memanggil Alva. 

"Eh, kok lampu dapur nyala?" Cory berhenti menuruni anak tangga lalu mengernyitkan dahinya. Bunda Nadia masih bekerja dan Alva daritadi belum terdengar membuka pintu kamarnya. Apa ada orang yang tiba-tiba masuk ke rumah?

Uhuk ...

Cory membulatkan matanya. Itu suara Bunda. Dia dengan cepat kembali melangkah ke dapur untuk mengetahui alasan Bunda Nadia sudah ada di rumah siang hari begini.

"Bunda," panggil Cory pelan sambil menengok ke dalam dapur.

"Sayang, kenapa?" tanya Bunda Nadia lemah. Ia kemudian terbatuk lagi sekali.

Cory memerhatikan tatapan sayu dan tangan bundanya yang bergetar saat memegang gelas. "Bunda nggak apa-apa?" Gadis itu memapah Bunda Nadia untuk duduk dan menatapnya cemas.

Bunda Nadia tersenyum lemah. "Sedikit nggak enak badan, Sayang. Nggak apa-apa, kok. Istirahat juga sembuh," jawabnya dengan suara parau.

Cory menghela napasnya panjang. Gara-gara uang 240 juta, Bunda Nadia jadi sering sakit. Memang tidak parah, tapi tetap saja itu tanda dari pikiran Bunda terganggu dengan masalah ini. Lembur, pekerjaan tambahan, mengurus rumah tangga. Semuanya pasti sangat melelahkan.

"Bunda," panggil Cory lirih sambil menatap Bunda Nadia dengan mata berkaca-kaca.

Bunda Nadia mendongak lalu menatap puterinya lembut. Cory tidak tahu pasti sejak kapan tatapan lembut Bunda Nadia menjadi sangat menyakitkan untuk dilihat. Cory benci melihat Bunda yang dipaksa tersenyum oleh keadaan.

"Cory sudah banyak kehilangan. Ayah pergi. Kak Alva jadi dingin. Cory nggak mau Bunda juga jadi sulit Cory gapai. Cory takut sendiri." Air mata gadis itu luruh bersamaan dengan kata terakhirnya.

"Bunda nggak kemana-mana, Sayang." Bunda Nadia menarik tangan Cory agar duduk di sebelahnya.

Jawaban Bunda Nadia semakin menyakitkan untuknya. Cory bahkan tak berani menatap Bunda Nadia sekarang. "Bunda memang nggak kemana-mana, tapi Bunda jadi sering lembur, nggak di rumah, jarang ngobrol sama Cory. Bunda sering sakit. Cory nggak mau kehilangan Bunda juga. Cory nggak suka Bunda pura-pura kuat."

Air mata Bunda Nadia ikut menetes. "Maaf, ya."

Hanya dua kata, tapi berhasil membuat Cory meringis. Cory gadis yang kuat selama ini, tapi entah mengapa untuk saat ini dia merasa rapuh. Jika Alva masih punya Betha dan Gamma sebagai pendukung setianya, Cory benar-benar tidak punya siapapun.

"Bunda nggak perlu tanggung ini sendirian," ujar Cory lirih. Dia menatap Bunda Nadia kemudian tersenyum hambar. "Masih ada Cory dan Kak Alva di sini sama Bunda."

ALVABETHWhere stories live. Discover now