1. Aku

34.7K 746 12
                                    

Di suatu hari yang terik, seorang anak muda mengendarai sepedanya. Beberapa kali dia menghela napas lelah sambil menyeka keringat dengan punggung tangannya. Sesekali dia melirik kearah belakang sepedanya, melihat apakah karangan bunga yang dia bawa di kerajang masih utuh atau tidak.

Dia menggoek sepedanya memasuki gang kecil yang berlumpur dan bau. Tidak berapa lama kemudian dia sudah sampai ke sebuah perumahan. Rumah-rumah itu ditata dalam bentuk dan warna cat yang sama, bahkan taman di pekarangan rumahnya pun sama.

“Blok C nomor empat, blok C nomor empat,” gumamnya berkali-kali untuk menghapalkan alamat pelanggan sambil melihat kiri dan kanannya.

Akhirnya dia melihat rumah nomor empat. Dia turun dari sepedanya dan memarkirkannya di dekat gerbang. Dia mengambil karangan bunganya dengan hati-hati dan perlahan dari boncengannya dan berdiri di depan gerbang.

“Kiriman dari Angel Florist,” katanya sambil memencet bel.

Keadaan jalanan itu masih sangat sunyi ketika dia menunggu pintu untuk dibukakan. Dia sudah sering bolak-balik dari blok ini tiap siang namun keadaannya masih tetap sama dari hari ke hari. Tidak ada orang. Sepertinya semua orang yang tinggal di tempat ini sebuk bekerja sehingga tidak ada yang kelihatan. Siang bekerja dan malam tidur. Benar-benar kehidupan menoton orang kaya.

Gerbang di depannya terbuka. Seorang wanita setengah baya cantik berambut hitam berdiri dibalik gerbang. Dia tersenyum padanya.

“Apakah Anda Nyonya Naomi?”

“Ya,” wanita itu menjawab lembut.

“Ada buket bunga lily untuk Anda dari Hizkia Locovanio,” katanya menyodorkan buket bunga itu pada Naomi. “Silakan tanda tangan disini,” dia menyodorkan kertas pembayaran. Wanita itu menandatanganinya dengan cepat. “Terimakasih.”

“Tunggu, Nak,” kata wanita itu ketika dia berbalik untuk mengambil sepedanya yang terpakir. “Biasanya Sbastian yang mengantarkan buket bunga. Apakah kau anggota baru?”

“Ah, ya,” jawabnya sambil tersenyum. “Sbastian sudah berhenti sekitar dua hari lalu dan aku adalah penggantinya. Namaku Rai. Rai Azusha.”

Wanita itu tersenyum ketika Rai pamit.

Rai kembali menggoek sepedanya dengan cepat. Rambut cokelat-pirang-berantakannya dihembus angin dan makin terlihat berantakan. Dia memiliki kulit yang agak sedikit gosong karena selalu berada di bawah sinar matahari untuk kerja sambilan. Matanya hitam jernih dan terlihat kocak, hidup—begitulah teman-temannya selalu berkomentar soal matanya. Tubuhnya berisi dan dia sedikit menarik perhatian dengan kemampuan otak yang tidak biasa.

Dia berbelok ke kanan ketika menemui persimpangan.

Jeketnya tertiup angin dan terlihat melayang-layang. Tembok-tembok besar dan gelap dia lewati begitu saja. Matanya menyusuri jalanan kosong ketika dia akhirnya menemukan jalanan yang sunyi kendaraan. Dia melewati lampu lalu lintas yang berwarna hijau sampai kemudian berhenti di sebuah cafe.

Derren dan RaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang