07 👑 Dunia Selebar Daun Kelor

618 137 1
                                    

Happy reading
...

Pagi ini, hawa dingin masih terasa sampai menusuk tulang. Meskipun begitu, burung pipit yang biasanya bertengger di pohon mangga samping kamar Sky telah berkicau sejak tadi, bersusah payah membangunkan manusia yang masih bergelung di ranjang kesayangannya. Tak tanggung-tanggung, sang surya juga turut andil dalam proses membangunkannya dengan cara menyoroti jendela kamar yang tirainya sudah tersibak sedikit. Bahkan, jam weker yang berada di atas nakas juga sudah berbunyi dengan keras.

Namun... Sky tetaplah Sky. Anak yang gampang tidur, tapi susah dibangunkan. Ia baru bangun ketika ada sesuatu yang berat menimpa badannya. Awalnya Sky cuek, karena mengira sesuatu tersebut adalah imajinasi belaka. Paling nanti juga hilang. Tetapi makin ke sini bukannya hilang, yang ada malah semakin berat.

"Banguuun! Kak Sky, ayo banguuun!" Sky mengernyitkan keningnya saat suara anak kecil masuk indra pendengaran. Ditambah lagi dengan dua tangan kecil yang menangkup wajahnya. Jujur, Sky penasaran. Perlahan ia membuka kelopak matanya.

"Micha," gumam Sky saat mendapati kehadiran Michaela duduk di atas perutnya. Ia menoleh ke samping. "Lo ngapain ada di sini juga, Kak?" tanya Sky begitu dirinya bersitatap dengan Leo.

Tunggu... hari apa ini? Kenapa Kak Leo masih memakai baju rumahan? Ingin bertanya, tapi Sky langsung urung saat si empu yang sedang memainkan ponsel itu menjawab pertanyaannya.

"Adek gue pengen ngajak lo main sepeda, tapi karena tau lo belum bangun, ya... gue ajak aja bangunin lo." Leo mematikan ponsel, kemudian memasukkan ke saku celana. Netranya kembali menatap Sky, "Cuma karena Hari Minggu, lo jangan bangun siang, Sky. Inget! Eyang nggak suka ada yang bangun siang, apalagi cuma males-malesan di kasur. Pagi ini lo termasuk beruntung, Sky. Mood Eyang lagi bagus."

Sky terdiam sembari menatap langit-langit kamar. Ah, iya. Dirinya lupa kalau Eyang itu tak akan pernah membiarkan anggota keluarganya bangun siang, jikalau tidak ada alasan yang kuat. Lagipula sekarang jam berapa sih? Tangan Sky terulur berusaha meraih ponselnya yang tergeletak di nakas.

06.13 A.M.

Ayolah! Ini masih terlalu pagi lho. Sky akui kalau sewaktu di Jakarta, dirinya selalu bangun siang saat weekend. Dan kedua orangtuanya tak masalah dengan itu. Yah... meskipun Papa-Mama tak masalah, tapi pasti setiap 2 kali dalam sebulan bertepatan dengan weekend selalu saja ada yang menerornya untuk bangun pagi. Yang tak lain oknum tersebut adalah Pak Treza.

Sky meletakkan kembali poselnya. Sejenak, ia menatap lamat Michaela yang kini telah berubah posisi menjadi tiduran di atas perutnya. Dasar, adik siapa sih? Sky menoleh ke arah Micha dan Leo bergantian. Berharap sang kakak sepupu peka, sehingga mau menurunkan Micha yang tiduran di atas perutnya, yang masih tertutup selimut tebal.

Untungnya, Leo paham. Ia segera menyuruh si adik turun agar Sky dapat bangkit dan melakukan peregangan kecil. Leo memperhatikan gerak-gerik adik sepupunya. Sedangkan Sky yang merasa risi karena terus diperhatikan, melirik Leo dan berkata, "Lo kenapa, Kak? Jangan liat gue sampai sebegitunya. Gue masih normal."

"Stupid!" gumam Leo sambil mengalihkan pandangan. Ia menggelengkan kepala heran. Bisa-bisanya Sky berpikiran sampai sana.

"Sky," Leo membenarkan posisi duduknya, "nanti temen gue mau ke sini, kalau Micha ngajak lo sepedaan sekitar komplek sini, tolong diturutin, ya? Lo lagi engak ada kerjaan, 'kan?"

Tanpa perlu pikir panjang, Sky mengangguk. "Iya, Kak. Santai. Lagian gue juga lagi nganggur."

"Ngomong-ngomong... temen lo yang mau ke sini itu cowok apa cewek?" tanya Sky penasaran.

"Cowok. Emang kenapa? Lo berharap temen gue yang dateng ke sini itu cewek, Sky?" balas Leo yang telah memasang seringai di wajahnya.

"Enggak juga sih. Gue cuma nanya." Sky turun dari tempat tidurnya, kemudian meraih handuk putihnya yang tergantung di samping lemari dan masuk kamar mandi. Berniat melakukan ritual pagi.

Leo yang mendapati tingkah Sky barusan hanya bisa geleng kepala. Dasar bocah satu itu. Kebiasaan jeleknya kapan hilang sih? Leo berdiri, berniat keluar dari kamar. Namun sebelum itu, ia menyempatkan diri untuk merapikan tempat tidur Sky.

...

Beberapa jam kemudian, teman laki-laki Leo benar datang bertamu. Sedangkan Sky pergi menemani Michaela bersepeda di sekitar komplek. Jadi situasi kondisi saat ini bisa dikatakan kondusif lah.

Ditemani dua lemon tea dan sepiring bakwan, Leo beserta temannya mengobrol santai di ruang tamu. Santai? Bagi Leo memang obrolan santai, tetapi bagi Junior--teman yang berada di bawahnya 1 tingkat itu, obrolan mereka sekarang sangat jauh dari kata SANTAI. Bahkan orang-orang dapat melihat hal tersebut dari raut wajah Junior yang suram.

"Santai aja kali, Jun. Event akhir semester gini emang biasanya mendadak,'kan?"

"Sekolah lo ngadi-ngadi, Bang."

"Masih ada waktu 3 bulan, Jun. Lebih dari cukup. Kita--maksud gue, anak-anak OSIS angkatan gue bakal bantu sedikit."

"Gue sih nggak masalah kalau event yang diminta itu berbau olahraga kayak tahun-tahun sebelumnya. Tapi... TAHUN INI KENAPA MEREKA MINTA YANG BEDA?!"

Leo mengulas senyum tipis. Agak kasihan sih melihat frustasinya seorang Junior yang gampang meledak kalau sedang kesal. Tapi tak mungkin kan, kalau dirinya bilang bahwa apa yang diminta pihak sekolah ini adalah hasil cetusan ide dari OSIS angkatannya, sang pembina OSIS, dan seorang guru baru bernama Pak Treza? Jangan lah, tak seru kalau ia tidak bisa melihat betapa frustasinya mereka. Apa ya... kalau dipikir baik-baik, event mereka ini tergolong mudah. Bahkan sangat mudah.

"Gue tuh sebenernya punya beberapa rekomendasi acara, Jun."

Alis Junior terangkat sebelah, "Apa?"

"Yang pertama, drama. Kedua, musik. Dan yang ketiga, masak. Itu rekomendasi dari gue. Pilih aja mana yang mudah atau nggak lo punya rencana sendiri."

"Yang mudah?" gumam Junior sambil bertopang dagu. Ia terdiam agak lama untuk memikirkan resiko dari ketiga rekomendasi tersebut. Setelah 10 menit berlalu dalam kesunyian, akhirnya Juni dapat memutuskan.

"Drama. Oke, gue nggak masalah."

Sudut bibir Leo terangkat, "Drama? Oke. Menarik."

"Gue juga udah punya gambaran mau gimana. Tinggal bilang sama Kakaknya Zeno."

Kakaknya Zeno? Oh, iya. Leo melupakan fakta bahwa pembina OSIS di sekolahnya adalah Kakaknya sang sahabat karib, Zeno.

"Rencana lo mau ngadain Drama secara per kelas atau campuran, Jun?"

"Per kelas, biar pihak sekolah puas!" kata Junior tak ramah.

Leo terkekeh. Ia paham bagaimana posisi Junior saat ini. Tenang, dirinya juga pernah berada di posisi Junior kok. Pihak sekolah memang amazing kalau meminta sesuatu, apalagi ketika mendapat masukan dari orang luar yang sekiranya berpengaruh, wah... makin ngadi-ngadi maunya.

"Kelas lo sendiri mau ngadain Drama apa emangnya?"

"Yang umum ajalah, Bang."

Leo mengerutkan dahi, "Umum?"

Junior mengangguk, "Kerajaan. Pangeran. Princess. Umum kalau ngadain pensi ya begitu, 'kan?"

"Mungkin?" balas Leo ragu.

Baru sejenak mereka berdua diam, suara kenop pintu utama diputar berhasil mengalihkan perhatian mereka. Sedikit demi sedikit pintu terbuka karena didorong dari luar. Menampakkan Micha yang membawa sesuatu menggunakan bajunya, kemudian Sky muncul dibelakangnya dengan kelakuan yang sama.

Leo tak habis pikir pada mereka. Sky dan Micha habis darimana sih? Lain dengan Junior yang mengubah sorot matanya menjadi sinis pada Sky. Dan puncaknya ketika netra mereka bertubrukan.

"LO NGAPAIN ADA DI SINI?!" teriak Junior dan Sky secara bersamaan.

...

See u 💚

Sleeping Prince | HaechanWhere stories live. Discover now