Bad Alive | Byun Baekhyun [Te...

By bunnymiracles

2.8K 327 29

Bad Alive | Byun Baekhyun Cover by Pinterest. [Sudah Terbit] [Part Masih Lengkap] Mau novel Bad Alive gratis... More

Blurb and Cast
#01 Nightmare
#02 Crazy Friend
#03 a Mistake
#04 Meeting
#05 Bring You
#06 Awkwardness
#07 Smile on His Face
#08 What Does This Mean to You?
#09 Tears
#10 Hold You
#11 Confession
#12 The Wedding
#13 With You
#14 Who?
#15 Bad Father
#16 Change
#17 Begin
#18 Talk
#19 Pain
#20 Uncertain
#21 He's Back
#22 Truth
#23 I Want Him, Not You!
#24 Lose
#25 Catastrophe
#26 Hell
#28 Bad Alive
#29 Happiness
#30 Thank You, Rana!
GIVE AWAY NOVEL
Pengumuman Pemenang

#27 Thank You, Cakra!

50 6 0
By bunnymiracles

Cakra mengarahkan tungkai kakinya menjauh dari pelataran gedung tempat di mana Bara berada. Setelah mengetahui informasi bahwa Rana disekap Elandra di sana, ia berlari sekencang mungkin ke arah mobil. Cakra memang tidak begitu dekat dengan Rana, mengingat kejadian terakhir yang menimpa mereka. Akan tetapi, Cakra mengenal Bara dengan baik. Pria itu telah menjadi sahabatnya sejak kecil, hingga Cakra tidak mungkin membiarkan Bara berada di tingkat kesulitan sendirian.

Suara rumput yang bergesekan dengan alas kaki menjadi musik pengiring Cakra untuk sampai ke mobil. Entah kenapa waktu terasa begitu lambat ketika suasana sedang berada di detik-detik paling krusial. Kecepatan berlari milik Cakra juga tidak terlalu mencolok ketimbang kecemasan yang kini menggelora di dalam dada.

"Ayolah!" gumam Cakra. Pria itu sedikit merasa lega ketika mobil miliknya sudah tampak di ujung jalan.

Namun, di tengah usahanya untuk sampai ke mobil, ada lima orang yang mencegah jalannya. Otomatis pria itu harus menghentikan larinya dan memandang bingung kepada kelima orang asing tersebut.

"Siapa kalian?" Suara Cakra tidak terdengar takut. Pria itu malah memajukan langkahnya agar mengetahu wajah-wajah pria sialan yang berusaha menghentikan aksinya. "Berani sekali mengahalau jalanku."

"Kau telah mengetahui keberadaan kami. Jadi, kami tidak akan membiarkanmu lolos dengan mulut terbuka," ucap salah satu pria berpakaian serba hitam itu. Sedangkan Cakra hanya berdecih sinis mendengar ucapan bernada ancaman tersebut.

"Kalian sedang mengancamku? Kalian benar-benar tidak mengetahui dengan siapa kalian berhadapan?" Suara Cakra masih terdengar tenang. Tidak ada rasa gentar yang bersarang di dalam dirinya.

"Masa bodoh dengan asal-usulmu. Yang jelas, kau tidak akan keluar dari tempat ini dengan perasaan tenang." Tiga dari orang berpakaian hitam itu mengeluarkan pisau dari dalam sakunya. "Habislah kau!"

Sret!

Cakra menggeram kesal ketika pisau itu mengenai jaket kesayangannya.

"Kau benar-benar ingin bermain dengan keluarga Sanjaya?!" ucap Cakra sebelum melayangkan bogeman keras kepada wajah salah satu penjahat itu.

Tikaman demi tikaman berusaha disarangkan pada tubuh Cakra, tetapi tak ada satu pun pisau yang tertancap di sasaran. Salah satu pria yang sepertinya memimpin orang-orang tersebut pun mendengus—tidak terima kelihaian Cakra dalam berkelahi.

Satu pria berambut tandus berusaha menikam wajah Cakra dengan benda tajam itu, tetapi dengan cepat Cakra menangkap tangan tersebut dan memelintir tangan pria itu hingga pisau terjatuh. Pria botak itu sontak meringis kesakitan karena tenaga Cakra yang teramat besar.

Tak sampai di situ, pria lain yang berambut ikal turut melakukan penyerangan terhadap Cakra. Pria itu melemparkan pisau ke arah perut Cakra. Beruntung, pria bertelinga Yoda itu bisa menghindarinya, sehingga pisau yang tadi mengincarnya jatuh ke arah semak-semak yang gelap.

Masih ada satu pria bersenjata lagi yang harus Cakra hadapi, yaitu pria yang menggunakan topi berwarna hitam. Tampang pria itu sepertinya sangat seram ketimbang empat orang lain. Cakra sendiri pun sempat meringis karena tidak tahan melihat wajah kriminalnya yang sangat kental. Pria itu tampak seperti seorang pembunuh bayaran yang handal.

"Hebat juga kemampuan bela dirimu," ucap pria bertopi itu dengan angkuh. Cakra bersumpah ingin memuntahkan isi perutnya sekarang juga, sebab kedua matanya harus menyaksikan raut wajah konyol yang menjijikan itu. Wajahnya yang tidak simetris membuat perawakan pria itu terlihat sangat buruk.

"Kau ingin bernasib sama seperti temanmu?" Cakra dan pria itu berhadapan. Tinggi badan mereka terpaut sangat jauh. Cakra terlihat seperti sebuah menara di antara pohon cabai.

"Jangan sombong terlebih dahulu, kau tidak tahu betapa istimewanya pisauku ini." Pria bertopi itu menunjukkan benda logam bermata tajam itu ke arah Cakra. Permukaan pisau tersebut terlihat basah—seperti ada cairan yang menyelimutinya.

"Jangan terlalu banyak membual. Jika kau benar-benar bukan seorang pecundang, buang saja pisau itu dan hadapi aku dengan tangan kosongmu." Ucapan Cakra itu sontak membuat mereka tertawa. Sedangkan pria itu geming sembari menyaksikan gerak-gerik dari orang-orang asing tersebut—merasa waspada jika seandainya mereka menyerang terlebih dahulu.

"Kami pembunuh bayaran, mana mungkin menghabisi seseorang dengan tangan kosong," celetuk salah satu pria itu.

"Jangan banyak bicara kalian—"

Sret!

Lagi-lagi Cakra harus mengorbankan jaket kesayangannya untuk dikoyak oleh benda tajam milik kurcaci sialan itu.

"Jika aku berhasil melumpuhkan kalian semua, aku bersumpah akan menuntun balas perbuatan kalian pada Jamie," geram Cakra penuh amarah. Kemudian ia membuka jaket dan melemparnya ke sembarangan tempat.

"Jamie? Siapa Jamie? Kami tidak mempunyai urusan dengan seseorang bernama Jamie."

Cakra mengepalkan kedua tangannya—bersiap untuk mengambil ancang-ancang untuk melawan kawanan pembunuh bayaran itu.

"Jamie—jaketku yang telah kau koyak. Kau harus tahu jika harganya melebihi harga diri kalian semua." Wajah Cakra perlahan memerah. "Maju kalian!"

Perkelahian kembali terjadi. Kali ini, Cakra harus melawan tiga dari lima orang asing tersebut. Menghabisinya satu per satu adalah tujuan utama Cakra saat ini. Ia tidak ingin terlambat memberikan bantuan pada Bara maupun Rana. Karena bagaimana pun, Cakra tidak ingin melihat sahabatnya menderita dan berjuang sendirian di dalam sana.

Cakra berdecih ketika dua teman pria bertopi hitam itu terjatuh dan berhasil dilengserkan. Kini giliran dirinya yang harus melawan satu batang penghalang ini. Cakra yakin, bahwa cairan yang dilumuri pada permukaan pisau itu adalah racun yang sengaja dioleskan. Jika pisau itu tertancap dan mengenai pembuluh darah, korban akan mengalami kejang dan kehilangan kesadaran. Bahkan yang terparah, racun tersebut tak segan untuk menghentikan kinerja jantung sehingga korban bisa saja mengalami kematian.

"Dibayar berapa kau?" tanya Cakra mencoba bernegoisasi. Pasalnya, ia sendiri tidak bisa menjamin bahwa dirinya tak akan terkena sayatan di tubuhnya.

"Kau tidak perlu tahu. Yang jelas, tuanku membayar mahal atas penderitaan kalian semua." Pria itu berkata dengan mengangkat dagunya.

Cih, sombong sekali!

Baik, Cakra, kau harus tenang. Kau pasti bisa menjauhkan pisau itu dari jangkauan. Kau hanya perlu menghabiskan semut ini hingga tekapar,

Aku menyesal kenapa tidak mengikuti jejak Bara yang bisa mendapatkan sabuk hitam di Hapkido.

Tetapi setidaknya aku telah mengikuti Karate, walaupun hanya sampai sabuk hijau.

Setelah bergulat dengan hatinya, Cakra melirik ke arah samping kiri. Di sana ia melihat sebuah balok kayu berukuran cukup besar yang bisa digunakan untuk memukul kepala orang di hadapannya. Setidaknya ketika Cakra menyerang kepala, pria itu akan terjatuh tidak berdaya. Oleh karena itu, ia akan terbebas dan kembali melanjutkan perjalanannya untuk mencari bantuan.

Namun, Cakra tidak mudah untuk mendapatkan balok kayu tersebut. Ia harus mengalihkan perhatian orang itu agar tidak terus mengintainya.

Sial, aku harus apa?

"Hei, Polisi!" Cakra melambaikan tangan ke arah mobil hingga membuat pria bertopi itu menoleh dengan cepat.

"Polisi? Mana tidak ada—"

Bugh!

Akhirnya balok kayu itu mencium kepala pria bertopi dengan keras dan berhasil membuatnya terjatuh. Cakra yang melihat pisau beracun itu tergeletak di rumput, langsung saja mengambilnya dan menodongkan ke arah pria itu. Keadaan kini berbalik. Nasib para kawanan itu berada di tangan Cakra sekarang.

Sebenarnya Cakra bisa saja langsung membunuh kawanan itu, tetapi ia teringat dengan ayahnya yang sedang mencalonkan diri sebagai calon presiden. Cakra tidak mungkin membuat reputasi kedua orang tuanya buruk hanya karena membunuh beberapa pembunuh bayaran. Ia harus menelan mentah-mentah keinginan itu.

"Kau akan kubiarkan hidup," ucap Cakra penuh penekanan. Pria jangkung itu lalu berlari ke arah mobilnya dan mengambil sesuatu di sana, sebelum memutuskan untuk menghampiri kelima pembunuh bayaran itu. "Kau hanya perlu menunggu sampai polisi menghampirimu." Cakra mengeluarkan sebuah tambang yang selalu sedia di mobilnya ke mana pun ia pergi. Pria itu lalu mengikat dengan kuat kelima orang tersebut pada pohon yang tidak jauh dari tempat Cakra berdiri.

"Tidak ... aku tidak akan membiarkan kalian lolos begitu saja." Dengan kekuatan penuh, Cakra membuat simpul mati pada para pembunuh bayaran itu. "Terlebih kau! Lihat, Jamie terkoyak karena ulahmu! Kau harus membayar ganti rugi dua kali lipat! Itu artinya, kau harus mengeluarkan delapan puluh juta untuk ini!" ucap Cakra tidak terima. Kemudian pria itu membawa pisau yang digunakan pembunuh bayaran ke dalam mobil—mencoba mengamankan jika ada sesuatu hal yang di luar perkirakannya.

"Sampai bertemu beberapa jam lagi!" teriak Cakra sebelum ia melajukan mobilnya meninggalkan wilayah tersebut.

                                                                              to be continue.

Continue Reading

You'll Also Like

206K 21.7K 62
Berawal dari peraturan sekolah yang mewajibkan seluruh murid nya untuk aktif dalam kegiatan organisasi atau club mandiri membuat Yeri si gadis random...
6.6K 1K 26
Bertemu, jatuh hati, dan di pisahkan. Itu adalah sebuah takdir dari Tuhan untuk semua umatnya. Setiap orang pasti akan merasakan apa itu kehilangan. ...
1.8K 313 11
[COMPLETED] "Apakah kalian percaya dengan sebuah statement jika wanita bisa mencintai dua hati sekaligus?" Lantas, jika ia di tuntut untuk memilih sa...
11.4K 3.4K 30
Tak ada kehidupan yang sempurna. Mungkin itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan kehidupan di dunia ini. Kalimat tersebut juga sangat tepat unt...