GIBRAN

Oleh Yusirahma23

14.9K 4.9K 6.5K

[DI PRIVATE! FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Gibran Hadinata, namanya sudah tidak asing lagi bagi anak SMA Dirgantara... Lebih Banyak

1. TRAIDEGER
2. CEWEK GALAK
3. MATA-MATA SENGGAL
5. PERINGATAN
6. KEJADIAN
7. PENASARAN
8. GEDUNG KOSONG
9. PERTENGKARAN
10. AMARAH
11. SEDIKIT PEDULI
12. UKS
13. ANTARKITA
14. KEMUNGKINAN
15. SEBUAH PESAN
16. RUMIT
17. MULAI SUKA
18. MASA LALU
19. SEDIKIT LEBIH JAUH
20. CEMBURU
21. L2 S4 G3
22. PERISTIWA
23. KEJUTAN
24. RASA YANG BERBEDA

4. BERBEDA

727 282 328
Oleh Yusirahma23

Jangan lupa vote dan coment^^

Komen tiap paragraf yaa

***

Gina baru saja keluar dari toko buku, cewek itu baru saja membeli beberapa novel.

Gina melihat keadaan sekitar, hujan sudah reda. Namun Gina sama sekali tidak melihat ada angkot yang lewat, cewek itu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah sore, namun bagaimana caranya ia pulang?

Gina berjalan sambil menunggu ada angkot yang lewat, kesal. Hp mati, tidak ada kendaraan. Rasanya Gina ingin berteriak, namun akal sehatnya masih menguasai dirinya.

Sedangkan di lain tempat, Gibran mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi, cowok itu tidak mau sampai kehilangan jejak orang yang sudah merusak wilayahnya.

Suara bising terdengar di sepanjang jalan, Gibran sedikit lagi bisa mencegah motor yang sedang ia kejar. Namun ia meleset, Gibran berbelok berlawanan arah dengan cowok tadi.

Gibran mengerem motornya sehingga genangan air terciprat, hingga terdengar teriakan terpekik ke telinganya.

"Sial!" umpat cewek itu, dia adalah Gina. Gina mengumpat saat genangan air itu mengenai tubuhnya.

"Heh, lo! Turun!" Gina berjalan ke arah cowok yang mengemudi ugal-ugalan itu dengan deru nafas yang naik turun.

Gibran yang melihat Gina mendekat, cowok itu melepas helmnya bersamaan dengan menyisir rambutnya ke samping.

"Lo?!" seru Gina.

Gibran menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa? Gue masih ada urusan," katanya.

"Setelah lo buat gue basah gini bukannya minta maaf malah pergi?" tanya Gina tak percaya.

"Terus, gue harus gimana?" Gibran bertanya balik.

"Nggak mungkinkan gue pulang basah kayak gini?"

Gibran menghela napas berat, kemudian cowok itu turun dari motornya dan mendekat ke arah Gina. Melepas jaket warna hitam kebanggaannya dan menyimpan di bahu Gina.

"Lo mau ngapain?" tanya Gina lagi.

"Katanya lo nggak mau pulang dalam keadaan basah? Gue pinjemin jaket," sahut Gibran.

"Nggak ngaruh, pakaian gue tetep basah," kata Gina.

Gibran menarik kembali jaket yang ingin ia simpan di bahu Gina, kemudian cowok itu berjalan ke arah motornya.

"Lo mau kemana?"

Gibran melirik sekilas ke arah Gina. "Pulang."

"Terus gue?" Gina menunjuk dirinya sendiri.

"Ribet banget sih lo," ucap Gibran.

Gina mencibikkan bibirnya kesal, cewek itu melangkah menjauh dari Gibran. Hari ini adalah hari tersial baginya, setelah merasa cukup jauh berjalan Gina memutuskan untuk berhenti.

Sehingga fokusnya terhenti saat melihat Gibran berhenti tepat di hadapannya.

"Naik," katanya.

Gina menunjuk dirinya sendiri, kemudian menunjuk ke jok belakang Gibran dengan raut bingung.

"Naik atau gue tinggal," katanya lagi.

Dengan cepat Gina berjalan mendekat ke arah motor Gibran, ia tak mau menunggu angkot lebih lama lagi dengan keadaan pakaian basah. Hanya untuk terakhir kalinya, Gina tidak akan berurusan lagi dengan Gibran. Untuk terakhir kalinya.

***

Suara ketukan membuat lamunan Gibran buyar, cowok itu menghela napas berat. Kemudian Gibran bangkit dari duduknya dan berjalan membuka pintu.

Wanita yang sedang berdiri di depan kamar Gibran tersenyum saat cowok itu membuka pintu kamarnya.

"Gibran, makan bareng sama Mama yuk. Papa udah nunggu di bawah," katanya dengan senyuman yang tak pernah pudar dari raut wajahnya.

"Kalau mau makan duluan aja, Gibran bisa nanti," jawab Gibran cuek.

"Sekali-kali makan sama Mama dong, ya?" bujuknya.

"Aku belum laper, kalau mau makan duluan aja." Gibran menghela napas pelan.

Fayza menganggukkan kepalanya. "Kamu, masih belum nerima Mama ya?"

Suara dengan nada rendah itu masih terdengar sampai ke gendang telinga Gibran, cowok itu hanya diam tanpa mau menjawab.

Fayza tersenyum, kemudian ia mengusap punggung Gibran lembut. "Mama tau ini berat bagi kamu, tapi Mama cuman mau akur sama kamu," ucapnya.

Sekilas Gibran melirik Fayza yang sedang menatapnya sendu, Gibran bimbang dengan perasaannya. Hatinya memilih ya, namun egonya terlalu menguasai dirinya.

Sejak dulu, Gibran memang tidak menyukai Fayza. Di rumah Gibran lebih banyak menghabiskan waktu berdiam diri di kamar, atau lebih memilih pergi ke tempat tongkrongan daripada diam di rumah.

Gibran masih belum menerima Fayza menjadi Mamanya, cowok itu masih perlu waktu.

"Aku mau istirahat, kalau mau makan duluan aja. Nggak usah nungguin aku," kata Gibran sambil menatap Fayza lekat.

"Abang, makan yuk. Mama udah masakin makanan kesukaan Abang loh." Anak kecil dengan suara cempreng itu berjalan mendekat ke arah Gibran.

Gibran menunduk sambil mengusap lembut kepala adiknya. "Icha makan duluan ya, Abang mau istirahat," ucap Gibran sambil tersenyum.

"Di sekolah Abang juga ada istirahatnya, masa di rumah istirahat lagi? Ayo makan bareng Icha," sahut Icha sambil menarik baju Gibran.

Icha bukanlah adik kandung Gibran, ia adalah adik tiri Gibran. Namun cowok itu sangat menyayangi Icha, walaupun Gibran belum menerima Fayza sebagai Mamanya sampai sekarang.

"Ayo kita makan," ajak Gibran membuat sebuah senyuman terbit dari wajah Icha.

Gibran dan Icha turun menuju meja makan, di susul dengan Fayza di belakang. Terlihat Bagas yang sudah menunggu.

Gibran melirik sekilas ke arah Bagas, masih dengan tempat yang sama, namun dengan suasana yang berbeda.

***

"Gina!" teriak Sheva membuat Gina berbalik menatap ke arahnya.

"Kenapa?" tanya Gina saat Sheva sudah berdiri di sampingnya.

"Enak ya jadi lo, sana-sini di gandeng sama cogan semua," kata Mayla kemudian.

"Maksudnya?" tanya Gina tak mengerti.

"Halah, jujur aja. Kemarin lo di anter pulang sama Gibrankan?" tanya Disya sambik merangkul Gina.

Gina tertegun. Bagaimana mereka bisa tau? Tak mungkin jika Gibran yang bercerita. Cowok itu bahkan acuh tak acuh dengan keadaan sekitar, apalagi menceritakan hal tak penting seperti ini.

"Kok kalian tau?" tanya Gina nyaris berbisik.

"Raga yang kasih tau semalem, terus tadi Sheva cerita," balas Mayla.

"Kebetulan gue ketemu," sahut Gina cuek.

Disya mendengkus. "Gibran orangnya nggak peduli sama orang, terus sekarang dia peduli sama lo? Fiks pasti dia suka."

"Cuman karena perlakuan kecil bukan berarti dia suka," ucap Gina.

Sheva mengangguk, kemudian tatapan cewek itu teralihkan saat melihat keberadaan anak Traideger.

"Panjang umur, baru di omongin muncul orangnya," beri tahu Sheva.

Namun Gina tak merespon, cewek itu hanya mendengarkan ocehan ketiga temannya tanpa mau menjawab.

"Tumben lo nggak nyapa Raga? Biasanya udah rame kayak ibu-ibu ngejar diskonan," sindir Mayla.

"Gue mencoba jadi cool girl, sekali-kali biar Raga yang nyari gue duluan," ucap Sheva sambil mengibaskan rambutnya.

Disya tertawa. "Nggak mungkin, lo liat Raga di deketin cewek aja udah kayak cacing kepanasan. Langsung nyamperinkan?"

"Liat aja, gue bisa jadi cool girl dalam dua puluh empat jam," kata Sheva yakin.

Lalu mereka tertawa, sungguh hal yang mustahil jika Sheva jauh dari Raga. Cewek itu saja selalu mengabari Raga dua puluh empat jam.

"Gin, kemarin di anter sama Gibran pulang di anter sampe rumah atau di turunin depan gang?" tanya Gavin bergurau.

Gibran merenggut. "Emangnya lo kira gue cowok apa nurunin cewek depan gang?"

"Siapa tau lo malu ketemu camer," tukas Raga.

"Hujan-hujanan dong Gin pulangnya? Aduh abang Gibran mulai bercinta," goda Resta kemudian.

"Nggak hujan, sok tau banget lo," ketus Gibran.

"Gin, bayangin lo pulang bareng gue hujan-hujanan kita satu motor bareng, gue yang nyetir lo yang ke samber petir. Betapa uwuwnya," celoteh Noval ngawur.

Gavin menoyor kepala Noval. "Uwuw dari ujung sedotan hah? Mana mau kali Gina sama lo."

Gina yang mendengar itu hanya diam, kemudian cewek itu melirik ketiga temannya. "Gue ke kelas duluan," katanya sambil melangkah pergi di susul teman-temannya.

"Tumben Sheva nggak nyapa lo Ga? Biasanya dia kalau udah ketemu sama lo udah teriak kayak toa." Resta bertanya.

Raga mengedikkan bahunya. "Nggak tau," katanya.

Gibran menepuk bahu Raga. "Cewek itu sederhana, cuman moodnya aja yang ribet."

Raga mengangguk, ia hanya bingung bagaimana menghadapi Sheva. Pasalnya mood cewek itu selalu berubah-rubah layaknya bunglon.

"Pal, mantan makin cantik ya," goda Gavin kemudian.

Noval memang sempat berpacaran dengan Mayla, namun karena mereka berbeda agama. Noval memutuskan untuk mengakhiri hubungannya, sebelum berjalan lebih jauh dan sulit untuk melepaskannya.

Noval mengangkat bahunya acuh, tak peduli dengan perkataan Gavin yang menurutnya tidak penting.

"Balikan dong Pal," kata Resta.

"Masa lalu itu jalan buntu yang bukan untuk di tuju." Akhirnya Noval bersuara setelah keheningan yang cukup panjang.

***

1 kata buat part ini?

Apa emot yang sering kamu pake?

Semoga nggak ngaret update lagi, semoga suka❤ Next?

Spam next biar cepet update!🔥

Spam nama Gibran biar inget terus.

***

GIBRAN

GINA

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

5.8M 249K 57
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
1.3M 165K 40
DILARANG PLAGIAT, IDE ITU MAHAL!!! "gue transmigrasi karena jatuh dari tangga!!?" Nora Karalyn , Gadis SMA yang memiliki sifat yang berubah ubah, kad...
355K 4.1K 19
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
2.2M 119K 60
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...