Hallo Readers,
Terima kasih atas kontribusi pembaca semuanya. Dukungan dan vote yang kalian berikan sangat berarti bagi penulis. Semoga kalian tetap menyukai novel ini. Jika ada kritik dan saran bisa langsung di post ya. Merci.
Selamat membaca,
Chochomellow,
***
Malam sebelum eksekusi pesta ulang tahun kakek. Akhirnya Kean melepaskan kami dari jam kerja yang tidak manusiawi. Dengan kekuatan bulan dan bintang, aku akhirnya dapat menghirup udara sore yang penuh debu dan polusi. Apapun itu, aku merasa bebas setelah bekerja bagai kuda perang selama beberapa hari dengan Kean.
Disampingku, Kean sedang mengekoriku yang sedang sibuk mempersiapkan cemilan untuk menemani kami malam ini. Sebelumnya aku berencana marathon menonton Vampire Diaries bersama Raka. Tapi bos setan disebelahku malah dengan inisiatif yang tak diharapkan bersedia menggantikan posisi Raka sebagai partner menontonku.
"Ayo kita ke tempatku," ajak Kean begitu dia selesai dengan rapatnya.
Aku dengan sopan menolak ajakan Kean dengan mengangkat tanganku ke udara.
"Sorry, aku ada janji menonton dengan Raka," jawabku. Dan kembali melanjutkan kegiatan berberesku.
"Kalau begitu, batalin janji dengan Raka. Aku yang akan menemanimu malam ini Micha," belum sempat aku menolak Kean kembali melanjutkan. "Aku nggak terima penolakan," katanya dan melangkah masuk ke dalam ruangannya.
Jadi disinilah dia, duduk dengan nyaman di sofa ruang tamuku sambil mengotak atik laptopku yang sudah siap perang untuk malam ini.
Berbeda denganku yang tak rela membiarkan Raka lepas begitu saja. Musuh bebuyutan ku itu menyambut saran Kean dengan suka cita.
"Akhirnya setelah sekian purnama, gue bisa bebas dari lo Mbak. Gue bilang juga apa? Makanya punya pacar, enakkan ada yang nemanin tiap hari." Jawab Raka ketika aku menghubunginya.
Dasar bocah tengil. Aku rasa dia sudah lupa bagaimana sakitnya jurus slending kepala milikku.
"Kenapa kamu tiba-tiba mau menonton Vampire Diaries?" tanya Kean saat aku memperbaiki posisi dudukku setelah meraup sejumlah besar popcorn di atas meja.
"Kangen Ian Somerhalder," jawabku santai.
"Dia?" tanya Kean menunjuk pada Damon Salvatore yang diperankan oleh Ian.
"Mmmm," anggukku dan menoleh kearah Kean yang tengah bingung mencari apa yang menyebabkanku begitu terpesona dengan sosok Ian.
"Bukankah dia menarik?" lanjutku, "Menurutku tokoh yang paling keren di The Vampire Diaries adalah Damon. He is so cool," teriakku melihat Ian yang tengah berakting.
"Apa yang menarik? Dia hanya laki-laki bodoh yang baru sadar jika dia juga menyukai pacar adiknya." Kata Kean dengan nada tak setuju.
"Apa yang salah? Justru karena itu dia terlihat menarik. Dan yang lebih penting aku suka dengan wajahnya yang menawan itu," kataku sambil tersipu memperhatikan Ian yang tengah terpampang jelas di depanku.
Kean terdiam beberapa saat. Ketika aku menoleh dan memiringkan kepalaku menatapnya, laki-laki itu terlihat cemberut.
Kenapa dia depersi lagi?
Aku heran dengan sikap cemburu Kean. Sudah jelas sosok Damon yang tengah bersusah payah menarik perhatianku itu adalah tokoh dalam film. Sekarang bagian mananya yang membuat dia merasa depresi dengan memasang wajah siap tempur seperti ini?
Kean dengan lembut menarik tanganku yang melayang diudara saat ingin memasukan popcorn caramel ke mulutku.
Popcorn itu beralih masuk ke dalam mulut Kean.
"Lebih menawan mana, aku atau Damon?" tanya Kean.
"Tentu saja...." aku menjeda sedikit jawabanku. Lalu menoleh kearah Damon yang terlihat tengah menggoda Ellena. Dengan senyum menggoda aku menjawab Kean.
"Tentu saja Damon, bagaimanapun tetap Damon. Apapun yang terjadi, tetap saja jawabannya Damon," jawabku antusias tak ingin kalah dari Kean yang juga siap untuk menyemburkan lahar panas ke wajahku. Setelah mendengar jawabanku yang penuh dengan nada kagum, terdengar desisan kesal dari Kean.
"Aku akan membunuh Damon itu jika bertemu dengannya langsung," gumam Kean penuh tekad. Aku terkekeh mendengar jawaban ngaur Kean. Lalu menatap Kean sambil menggelengkan kepalaku tak berdaya karena Kean mulai kerasukan lagi.
Aku kembali fokus dengan film Vampire Diaries di depanku. Sedangkan Kean hanya menatap layar laptop dengan tatapan tajam. Tak berapa lama, Kean terlihat menarik sesuatu dari tasnya yang ada disamping sofa.
"Aku lupa mengeluarkan ini," ucap Kean sambil menarik kotak yang terlihat imut itu dari tasnya.
"Untukmu," ujar Kean dan menyerahkan kotak itu padaku. Aku baru menyadari jika itu adalah cheese cake dengan selai strawberry di atasnya.
"Aku akan dengan senang hati menerimanya," jawabku dengan penuh semangat. Kapan dia menyiapkan cake ini?
"Aku membelinya saat kamu membeli cemilan tadi," kata Kean seperti menjawab pikiranku barusan.
"Thank you," ucapku sambil mengecup pipi Kean dengan gembira.
Dengan cepat aku membuka kotak bening yang membungkus cheese cake itu. Begitu semua sisi kotak terbuka, aroma keju tercium diudara.
Sementara aku dengan semangat menyuap cheese cake yang lumer dimulut, Kean menatapku dengan kagum.
"Kamu teralu sederhana, Micha." Katanya dan mengusap sudut bibirku yang terkena selai strawberry.
"Menurutumu begitu?" tanyaku penasaran. Karena sejujurnya, aku merasa perkataan Kean tak sepenuhnya benar.
Pikiranku bahkan lebih sulit ditebak dari pada perempuan manapun. Apalagi kewaspadaanku pada orang lain membuatku selalu lebih berhati-hati. Jadi aku merasa tak sederhana seperti yang Kean pikirkan.
"Itu hanya cheese cake, dan kamu sudah merona seperti ini. Kebanyakan perempuan akan bertindak seperti itu karena sebuah perhiasan atau tas mahal," tutur Kean dengan matanya yang hangat menatapku.
"Kalau itu kamu nggak usah khawatir, aku juga menerima tas mahal dan perhiasan yang cantik dengan senyum menggoda dan wajah merona," ucapku dengan jujur. Aku tahu Kean sudah mengenal sifatku yang boros dan hobi shopping selama beberapa bulan kami bersama. Beruntungnya aku, Kean tak seperti Raka yang akan melarangku untuk belanja ini dan itu. Yah, selama itu dari hasil jerih payahku sendiri, aku akan dengan senang hati menerima dan membelanjakannya sesuka hati.
"Kalau begitu lebih menarik mana? Aku atau Damon?" aku menatap Kean bosan. Tak habis pikir dengan tindakannya. Padahal Damon adalah karakter fiksi. Tapi dia masih berniat untuk mengubah pikiranku tentang Damon yang jelas-jelas tak ada.
"Tentu saja Damon," jawabku dengan wajah tersenyum lebar, mencoba menggoda Kean. Aku melirik ekspresi Kean sambil kembali menyuap cheese cake dari Kean.
"Tapi Damon mu itu nggak bisa kasih cheese cake seenak ini," tandas Kean dengan mata melotot karena jawabanku masih belum berubah setelah sogokan yang begitu menggoda iman.
"Tapi dia memenuhi hatiku dengan semua tindak tanduknya yang begitu keren," kataku tak ingin kalah.
"Cih, dia bahkan tak melakukan apapun untuk mu, Micha," tutur Kean tak suka.
"Kamu juga melakukannya hanya sekali. Dan itu dengan niat yang jelas," sindirku.
"Baiklah, baiklah. Kalau begitu besok aku akan memberikanmu cake lagi," ucap Kean masih mencoba bernegosiasi denganku.
"Kamu yang terbaik," ucapku begitu mendengar Kean mengatakan ingin membelikanku cake lainnya besok.
"Jadi aku yang terbaik?" tanya Kean dengan senyum semringah.
"Tapi tetap Damon yang sangat keren," ujung bibirnya perlahan turun setelah mendengar jawabanku itu. Aku terkekeh geli melihat perubahan raut wajah Kean. Memang mengasyikan untuk menggoda laki-laki iblis ini. Apalagi jika dia dalam mode cemburu seperti ini.
"Aku akan memberikannya juga lusa untukmu," kata Kean dengan panik setelah mendengar jawabanku yang sepertinya sulit untuk diubah.
"Pacarku memang yang paling keren," balasku cepat sebelum Kean berubah pikiran.
"Aku akan memberikan padamu setiap hari juga," kata Kean bersemangat mendengar jawabanku yang menyamakannya dengan posisi Damon yang merupakan tokoh favorite ku.
"Kamu yang terhebat," balasku dengan menacungkan jempol pada Kean.
Kean menyeringai mendengar pujian kosongku. Sedangkan Damon yang sedari tadi sibuk berputar putar di laptopku menatap kami seoalah olah kami berdua adalah pasangan badut.
***