Sugar Baby

By Rhitaz

231K 3.8K 70

Tak tahan dihina terus menerus membuat seorang anak remaja, Iren, nekat menjadi sugar baby. More

Prolog
1
2
3
5
6
7
8
9
10
11
info
info lagi

4

19K 341 6
By Rhitaz

°°°°

"Kamu maunya berapa?" tantang Andri dengan tangan bersedekap.

Iren mengusap dagu seraya menatap langit-langit gedung sekolah. "Berapa yaaa ..." Iren pun kembali menatap Andri dengan senyum kecilnya. "Kamu sanggupnya berapa?"

"Kamu sebutkan saja berapa. Biar kamu bisa terlepas jadi sugar baby. Aku akan melakukan apapun untuk itu."

"Oiya? Nggak usah sok belaga mampu deh kalau emang nggak punya. Lagipula anak sekolah macam kamu punya duit darimana? Minta gitu ke orang tua? Lalu nangis kalau nggak dikasih?" Tatapan meremehkan dari Iren membuat harga diri Andri sedikit teremas. Ia mengepalkan tangannya menahan kesal.

"Lagipula aku tidak butuh belas kasihan apalagi sumbangan. Hidupku, aku sendiri yang menentukan. Bukan kamu atau orang lain. Selagi aku susah memang ada yang peduli? Nothing. Jadi berhenti dengan bersikap sok peduli padaku. Bagiku itu semua bulshit!" Iren mendorong tubuh Andri dengan telunjuknya, lalu berbalik pergi. Kelasnya sudah terlihat melambai menawarkan perlindungan.

Ia muak dengan orang-orang bermuka dua. Belaga terlihat peduli padahal dibelakang menertawakan. Ia sudah kenyang di hina.

Memang apa salahnya jadi sugar baby?

Abian yang mengangkatnya dari lumpur kehinaan. Abian yang peduli dengan hidupnya disaat orang lain lebih suka menghina dan mencibir daripada mengulurkan tangan. Lalu apa salahnya Iren memberikan apapun yang lelaki itu inginkan? Bahkan dengan nyawanya sendiri pun Iren rela saja.

Selama menjalin kasih dengan lelaki itu, tak pernah sekali pun Iren merasa disakiti. Apalagi ia memang melakukannya atas dasar suka sama suka. Tak ada yang melakukan dengan terpaksa dalam hubungan ini.

Simbiosis mutualisme. Saling menguntungkan dan tentunya membahagiakan satu sama lain.

Iren heran saja, bagaimana bisa istri Abian menyiakan lelaki sebaik ini? Sungguh aneh. Tapi Iren tentu saja tak mau peduli lebih jauh tentang rumah tangga Abian. Itu urusan lelaki itu. Walau Iren belum tau akan sampai di mana hubungan ini akan terjalin. Mungkinkah selamanya? Entahlah.

Tanpa bisa dicegah, ada setitik bening yang mengalir di sudut mata. Entah kenapa pula akhir-akhir ini ia sedikit perasa dan melow. Padahal biasanya ketika ada yang menghina tentang dirinya apalagi dengan profesinya, Iren tetap bisa mendongakkan kepala dengan angkuh. Aneh.

Sesampainya di kelas, ada beberapa siswa yang terlihat bergerombol. Seperti sedang mengerjakan sesuatu.

Penasaran, Iren menghampiri gerombolan tersebut. "Kalian ngerjain apa? Sibuk amat."

Siswi yang rambutnya di kuncir dua, menoleh menatap Iren. "Ada peer fisika. Gue lupa ngerjain. Nanya ke teman lain, eh mereka juga ternyata belum ngerjain."

"Mana mumet lagi ini. Hadeuhh."

"Lu, udah ngerjain belum, Ren?" tanya siswi berponi dengan mata bulatnya menatap Iren.

"Halah, Iren aja ngerjain peer," celetuk siswa lain.

Iren hanya mendelik dengan orang yang meledeknya. "Kata siapa? Lihat nih. Gue udah ngerjain dong." Iren menunjukan buku peernya dengan bangga.

"Tumben amat ngerjain, lu. Biasa juga langganan hukuman guru BK."

Iren menepuk kerah kemejanya. "Kalau Iren lagi rajin, kelar idup, lo! Bisa-bisa anak terpintar di kelas ini bisa gue kalahkan, loh."

"Huuuuu."

Iren hanya terkikik. Ia pun menuju bangkunya di belakang paling pojok.

"Lihat dong, Ren. Pinjem peer lu."

"Buka aja, gih." Iren melempar buku peernya ke si cewek berponi.

"Eh, ngisinya bener kagak? Kok, gue ragu."

"Seterah lu dah. Yang mau lihat sok lihat aja. Gue mau lanjutin tidur dulu. Kepagian gue bangun."

"Biarin dah. Daripada kagak diisi."

Iren menelungkupkan tangannya di meja. Mulai memejamkan matanya. Tapi bukannya tertidur, ia malah mengingat tentang semalam.

Kejadian yang membuat Iren senyum-senyum sendiri. Entah semalam ada angin apa, Iren mendadak teringat dengan peernya. Sekalian sedikit modus juga sih.

Lagipula ada guru tampan, sekalian saja Iren manfaatkan.

"Om, bantu kerjain peer aku dong. Nggak ngerti, nih," ujar Iren dengan nada manja. Abian terlihat sedang sibuk dengan laptopnya di ruang kerja.

Melihat Iren nongol depan pintu, Abian menghentikan kerjaan lalu menatap kekasihnya. "Peer apa?"

"Peer Fisika. Aku nggak ngerti."

"Oh. Bentar ya, Sayang. Aku bentar lagi beres, nih. Kamu nonton dulu aja. Nanti aku ke sana."

"Siap, Kapten!"

Iren kemudian melanjutkan tontonannya yang sempat tertunda tadi, ditemani sebungkus keripik singkong dan segelas susu di karpet bulu berwarna merah. Semenjak tinggal bersama Abian, semua kebutuhannya tercukupi. Lemari es pun penuh dengan makanan dan buah. Cemilan juga penuh selemari berukuran sedang.

Nikmat sekali hidupnya.

Abian pun selalu pulang ke apartemen. Entah mengapa lelaki itu tak pernah pulang ke rumahnya. Iren sih tak peduli. Yang penting Abian selalu bersamanya saat ini. Itu yang paling utama.

Entah lelaki itu berbicara apa dengan ibunya, yang jelas wanita yang sudah melahirkannya itu tak pernah menanyakan keberadaannya.

Sebuah kecupan mendarat di pipinya, membuat Iren yang sudah terlelap terbangun. Ternyata Abian sedang berada di sampingnya.

"Jam berapa sekarang, Om?"tanyanya dengan suara serak. Tanpa sadar ternyata ia malah terlelap. Abian terlihat sedang duduk meluruskan kaki tak jauh darinya.

"Jam sebelas."

"Walahh, peerku gimana?" Iren langsung terbangun dari tidur dan langsung duduk. Mencari bukunya.

Amazing. Ternyata sudah terisi.

"Wuah udah selesai, toh? Aku kan pengen tau caranya, Om. Kenapa tadi nggak bangunin?" Bibir Iren sedikit menekuk melihat peer sudah terisi semua.

"Kamu tidur pulas gitu, nggak tega mau banguninnya juga. Tenang, aku kan jenius. Kamu masih punya banyak waktu untuk belajar sama aku," ujar Abian seraya menaik-naikkan alisnya.

Iren hanya mencibir. "Iya deh yang jenius. Yaudah, aku mau lanjut tidur lagi, ah."

Sebelum Iren beranjak, Abian menarik tubuhnya hingga terjatuh ke pangkuannya. "Siapa yang menyuruh kamu ke kamar? Sorry, Nona. Semua ini tidak gratis," bisiknya menggelitik di telinga.

"Eh, ada Bu Siska datang," teriakan seseorang yang menggema mampu mengembalikan Iren dari lamunan panjangnya tentang semalam.

Heleuhh, ganggu khayalan orang aja, batin Iren dengan kesal.

Semua siswa terlihat kembali ke posisi semula, seperti tidak melakukan apapun.

Bu Siska paling tidak mau anak muridnya mengerjakan peer di sekolah. Bahkan ia bisa tau hanya dengan meraba tintanya.

Sehoror itu emang. Cuma kalau kepepet ya mereka nggak peduli juga walau diomelin. Yang penting peer terisi.

Iren menyapu seisi ruangan, ternyata kelasnya sudah penuh. Cukup lama juga dirinya melamun. Hingga tadinya mau melanjutkan tidur malah tidak jadi. Saking asiknya melamun.

"Ini buku punyamu, Ren. Thanks ya."

Iren hanya mengangguk dan tersenyum. Ternyata jadi orang pintar menyenangkan juga. Sepertinya ia harus banyak belajar dengan Abian agar ketularan sedikit jeniusnya.

"Selamat pagi anak-anak."

"Pagi, Buuu."

"Peernya langsung di kumpulkan ya."

"Siap, Buuuu."

Entah mengapa Iren merasa tatapan Bu Siska terlibat berbeda kala menatapnya. Bahkan beberapa kali sempat kepergok sedang menatapnya.

"Mungkin hanya perasaanku saja," gumamnya.

***

Bel istirahat berbunyi, membuat para murid berteriak kesenangan. Tanpa di komando mereka langsung berhamburan keluar.

Tinggal tersisa Iren di kelas bersama Bu Siska.

Iren baru saja beranjak dari duduknya, mulai melangkah keluar ruangan. Tapi suara Bu Siska menghentikan langkahnya.

"Kamu punya hubungan sesuatu dengan Pak Pras? Atau kamu mengharapkan Pak Pras? Kalau iya mending kamu kubur dalam-dalam keinginan itu. Karena Pak Pras akan menjadi milik saya." Suara itu terdengar mantap.

Iren ingin tertawa kencang mendengar ucapan Bu Siska, seorang gadis lajang yang sudah masuk usia matang yang tak laku-laku.

Wanita itu berkata, Pras akan menjadi miliknya?

'Hadeuhh, Om Abian kenapa juga sih harus masuk ke sekolahnya. Jadi banyak yang rebutin kan, pikir Iren kesal.

***

Iren merasa terancam. Muehehhe

Continue Reading

You'll Also Like

215K 33.8K 47
[BACA SAAT ON GOING. INTERMEZZO PART DIHAPUS 1X24 JAM PUBLISHED] May contain some mature convos and scenes Menurut perjanjian, Robyn hanya boleh be...
86.4K 17.6K 23
Swipe right. Dua kata yang tidak asing untuk pengguna dating apps. Bermula saat Liora merasa iri dengan teman-temannya yang sudah punya pacar, akhirn...
2.1M 228K 52
Almaratu Sesilia Pramesti tidak pernah membenci seseorang sebesar dia membenci Arjuna Nakala Anugerah. Laki-laki tampan yang selalu dielu-elukan oleh...
933K 51.5K 43
Bertemu dengan mantan pacar sewaktu SMA? Itulah yang di alami oleh Yuna, seorang gadis yang berusia dua puluh sembilan tahun dan berprofesi sebagai d...