Destiny With Bangtan (COMPLET...

By sangneul7

34.6K 3.2K 279

TULISANNYA BERPROSES! Baca aja dulu 😁 Regina, seorang gadis biasa dengan berbagai masalah pelik yang mengeli... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
EPILOG

23

608 67 3
By sangneul7

Wah udah part 23 aja nih 😁

Yoweslah

Selamat membaca

Jangan lupa vote komennya, ajak juga dong teman kalian buat baca. Kali aja tertarik, kali aja satu selera yekan 😆

***

"Aku datang!" Gina berseru kala telapaknya masuk menyisiri dorm Bangtan, hendak menuju dapur dengan dua tentengan kresek besar di kedua tangannya.

Demi mengemban tugas sebagai maid yang dapat diandalkan mau tak mau Gina harus merelakan hari minggunya, memenuhi permintaan manajer Sejin untuk pergi berbelanja berbagai keperluan member Bangtan yang akan mereka bawa saat syuting nanti. Belanjaannya lumayan banyak, tapi terhitung sedikit untuk keperluan tujuh orang. Diantaranya ada beberapa alat mandi, alat cukur, ramyeon, dan juga makanan ringan yang tentu saja tidak akan mereka temukan di luar sana nanti.

"Berikan padaku." Barangkali Jungkook kasihan melihat Gina yang tertatih membawa jinjingan maka dihampirinya gadis itu lalu merebut jinjingan itu dari tangan Gina.

"Tidak akan ada yang mengambil kinder Joy mu Jungkook-ah!" ledek Gina mengira Jungkook merebut jinjingannya agar bisa menyelamatkan kinder joy pesanannya terlebih dahulu sebelum Taehyung merampasnya.

Iya, emang bayi, persoalan cemilan saja direbutin.

Gina mengikuti Jungkook dari belakang yang kini tengah mendaratkan kantong kresek tadi di atas konter dapur dan membukanya. Lantas tersenyum sumringah ketika mendapati berbagai cemilan yang dipesannya.

Gina yang melihat itu hanya bisa terkekeh singkat, menyaksikan bagaimana garis belahan itu melengkung indah mengisi wajah riang Jungkook, seolah apa yang dilihatnya kemarin bukanlah perkara penting lagi. Dan Gina merasa lega akan itu. Lega karena Jungkook tak larut dalam kesedihannya.

"Cih dasar bayi," gumamnya seraya ikut bergabung membongkar barang belanjaannya tadi.

Seokjin yang lagi duduk nonton tv di ruang tengah, yang berbatasan dengan dapur pun datang menghampiri. "Apa kau membelikan pesananku?"

"Ah, Oppa maaf barang pesananmu masih kosong," balas Gina dengan wajah prihatin. Ini sudah yang kedua kali Seokjin memintanya untuk membelikan barang tersebut tapi sampai sekarang barang itu belum ada juga.

"Hyung pesan apa?" tanya Jungkook penasaran. Mengalihkan sesaat kesibukannya dari membongkar bongkar isi kresek.

"Kepo," acuhnya seraya berlalu pergi meninggalkan Jungkook dengan rasa penasaran yng menggigit.

Jungkook menatap Gina seolah meminta jawaban, benar-benar seperti anak kecil yang penuh dengan rasa penasaran.

"Obat kuat." Gina menjawab sama acuhnya. Kemudian melanjutkan kegiatannya memilah milah barang belanjaannya tadi. Memisahkan tiap item belanjaan sesuai list pesanan para member.

Mata Jungkook mendelik penuh keterkejutan "Jinjja?!" Gina bergumam sebagai jawaban.

Sedetik kemudian Jungkook langsung pergi menyusul Seokjin sambil berteriak-teriak memanggil hyungnya itu.

"Hyung! Hyung!" serunya memasuki kamar seokjin.

"Ah wae?!" teriaknya kesal. Padahal Seokjin baru saja merebahkan diri dan ingin pergi ke alam mimpi. Lantas bangun terduduk di atas kasurnya dengan Jungkook yang sudah mendudukan diri di sampingnya.

"Hyung kau sungguh memesan obat kuat?" Jungkook langsung menodongkan pertanyaan dengan gurat tak habis pikir.

Seokjin tertawa renyah. "Apa Gina yang mengatakannya?" Dengan wajah polosnya Jungkook mengangguk cepat.

"Hais... bagaimana bisa dia mengatakan hal itu pada bocah ini," gumam Seokjin masih terkekeh.

"Wah hyung! Jadi benar?" Jungkook menutup bibirnya yang sudah membentuk huruf O."Kenapa selama ini aku tidak tahu? Jadi hyung melakukannya dengan siapa?"

Seokjin menjitak kepala sang maknae. "Jauhkan pikiran kotormu, ini bukan obat kuat seperti yang kau pikirkan."

"Lalu apa?" Karena yang Jungkook tahu hanya obat kuat yang itu, yang dipake untuk itu loh.

"Obat kuat itu hanya perumpamaan. Yang aku maksud itu sesuatu yang bisa mengurangi rasa lelah. Aku sering lupa namanya jadi kusebut saja obat kuat," jelas Seokjin sebelum bocah itu semakin berpikiran yang tidak-tidak.

Jungkook mangut-mangut. "Oh jadi bukan obat kuat yang itu yah?"

"Bukan!" Seokjin menegaskan. Lalu mengusir sang maknae.

Jungkook yang sudah mendapat pencerahan pun kembali menghampiri Gina. "Wah... Bagaimana bisa kau menipuku."

Gina terkekeh. Karena reaksi Jungkook sama seperti reaksinya saat pertama kali Seokjin meminta dirinya membelikan obat kuat, yang dimana maksud Seokjin itu sesuatu yang Gina berikan pada dirinya terakhir kali saat Seokjin merasa lelah karena menyetir terlalu lama sepulangnya dari liburan.

"Jungkook-ah, kau sudah packing?" tanya Gina mengganti topik.

Jungkook menggeleng. "Nanti aja."

"Aku bisa bantu kalau kau mau packing sekarang." Gina menawarkan karena manager sejin berpesan agar ia memastikan semua member sudah selesai packing hari ini.

Jungkook membaringkan tubuhnya di sofa yang ada di ruang tengah. "Aku kumpul niat dulu."

Bersamaan dengan itu Yoongi memunculkan diri, berlenggang melewati Gina untuk mengambil sebotol minuman dingin dengan wajah datar nan dingin miliknya. Yoongi sempat melirik Gina sekilas, tapi tak bermaksud menyapa. Entah, hatinya sedang kesal.

Gina yang sudah terbiasa akan wajah datar Yoongi pun tak menepik jika netranya kini menangkap sepercik kekesalan di wajah datar Yoongi itu.

Gina mengernyit heran, tak begitu paham akan gurat kekesalan Yoongi yang tampak ditujukan padanya itu. Tapi kenapa? Bukankah seharusnya dia yang melakukan itu sekarang karena Yoongi membatalkan janjinya semalam?

Ah, tidak.

Sepertinya ini hanya firasatnya saja. Lagi pula kehidupan Yoongi bukan hanya tentang dirinya. Kalaupun gurat kekesalan yang ditangkapnya itu memang benar adanya pasti itu karena hal lain. Pikir Gina menyimpulkan.

"Yoonki-ah, kau sudah packing?" tanya Gina manis tanpa memikirkan gurat kekesalan Yoongi lebih jauh.

"Sementara," ujar Yoongi datar sambil berjalan kembali menuju kamarnya.

"Biar kubantu." Gina mengekori Yoongi dari belakang dengan membawa barang belanjaan pesanan Yoongi.

Mungkin dengan cara membiarkan Gina membantunya packing, Yoongi dapat menghilang kan rasa kesalnya yang entah bagaimana memang disebabkan karena Gina.

Beberapa pakaian Yoongi keluarkan dari dalam lemarinya, yang kemudian dimasukkan Gina kedalam koper dengan rapi.

"Obat-obatan mu tidak ada?" tanya Gina ketika selesai mengatur pakaian Yoongi.

"Ada kru bagian kesehatan yang juga ikut," jawabnya, masih sibuk dengan urusannya sendiri. Setidaknya bantuan Gina sekarang berhasil mengikis sedikit demi sedikit kekesalannya tadi.

"Yah, setidaknya kau juga punya cadangan, kan kita gak tahu apa yang akan terjadi nanti."

Prinsip yang selalu dipegang Gina, sedia payung sebelum hujan.

Selesai dengan koper, Gina berpindah tugas mengambil ransel. Sedangkan Yoongi sibuk mengatur beberapa alat elektronik yang biasa digunakannya membuat musik.

Tepat saat itu ponsel Gina berdering, menampilkan panggilan masuk dari Kim Yoongi si backdancer.

Yoongi melihatnya, ia bahkan menghentikan aktivitasnya hanya untuk memastikan ia tidak salah membaca nama yang tertera dilayar ponsel. Yoongi mematung, memaku tatap pada benda pipih Gina yang berpendar pendar menampilkan panggilan masuk di atas kasur tanpa berniat menyentuhnya sedikit pun sampai panggilan itu berhenti.

Sepersekian detik setelahnya Gina kembali dengan membawa dua ransel ditangannya yang diambil dari walk in closet yang ada di kamar Yoongi itu.
"Jadi kau mau pake ransel yang mana?" tanyanya tanpa tau apa yang terjadi.

"Yang hitam saja." Yoongi berusaha menenangkan diri.

"Baiklah." Kaki Gina hendak berbalik untuk mengembalikan ransel yang satu ketempatnya semula sebelum dering ponselnya menginterupsi, Kim Yoongi kembali menelfon.

Tak tunggu lama Gina langsung menjawab panggilan itu.

"Wae?"

"....."

"Lagi kerja. Emang kenapa?" Gina melirik Yoongi yang sedang memunggunginya seolah tampak tak peduli, padahal aslinya pria itu sedang menajamkan pendengarannya.

"....."

"Hari ini?"

"....."

"Sepertinya hari ini sedikit sulit, bagaimana dengan besok?"

Seketika Yonggi berbalik memandangi Gina dengan tatapan dinginnya. Aura aneh kental terasa. Rasa-rasanya Gina tak tahan akan itu hingga ia memilih mengakhiri panggilan."Hmmm baiklah," pungkasnya

Dengan perasaan kesal yang sudah ada di ubun-ubun, Yoongi menghampiri Gina, merampas ranselnya sedikit kasar.

"Sudah cukup bantuannya, kau perlu mempersiapkan diri untuk kencan mu," ucapnya sedingin kutub Utara.

Gina mengernyitkan keningnya. "Maksudnya?"

"Kim Yoongi, kau mau pergi kencan bareng dia kan." Kalimat Yoongi bagaikan semangkok cairan nitrogen yang dilemparkan ke wajah Gina hingga membuat wajah gadis itu membeku seketika sangking terkejutnya.

"Apa yang kau katakan? aku sama Yoongi cuman temenan," balas Gina setelah beberapa detik. Raut keterkejutan masih tertorehkan di wajah polosnya yang sungguh tak mengerti apapun.

"Yakin cuman temenan? Terus kenapa dia ngenalin keteman temannya kalau kau adalah kekasihnya?" tanyanya sembari menghunus tatapan tajam.

Sepulangnya Yoongi dari kantor tadi pagi, ia tidak sengaja mendengar perbincangan Kim Yoongi bersama teman temannya di dalam lift.

"Yoongi-ah, sungguh ini kekasihmu?" Tunjuk salah satu backdancer pada layar ponsel.

Saat itu Yoongi tepat berada di lift bagian belakang hingga ia bisa melihat jelas ponsel salah satu backdancer menampilkan postingan wajah Gina yang tengah tersenyum sumringah sambil berpangku dagu.

"Euh, aku mendengarnya sendiri dari changwook. Dia memperkenalkan kekasihnya pada changwook tapi tidak dengan kita," aku backdancer lainnya.

"His itu tidk adil Yoongi-ah!"

"Kau harus memperkenalkannya juga dengan kita."

"Pantas saja kau merahasiakannya, dia manis sekali."

"Kau takut kita menggodanya bukan? Tenang saja dia milikmu."

Kim Yoongi hanya tersenyum kikuk tanpa sedikitpun menyangkal ucapan teman-temanmya itu. Membuat Yoongi kesal, lalu berdeham guna menunjukan kehadirannya yang merasa terganggu atas perbincangan itu hingga mereka berhenti dan membiarkan ruangan lift terselimuti keheningan kembali.

Dari situlah kekesalan Yoongi muncul. Oh, bukan, melainkan bertambah. Sebenarnya Yoongi sudah cukup kesal saat melihat instastory Kim Yoongi yang sedang makan malam bersama Gina semalam, saat dia membatalkan makan malamnya bersama gadis itu. Yoongi sudah cukup kesal karena itu dan sekarang kekesalannya semakin menjadi.

Semoga saja Gina bisa selamat hari ini sebelum gadis itu mati membeku sebagai dampak kekesalan Yoongi kini.

"Itu...." Gina mencoba menjawab penghakiman Yoongi barusan, tapi ia kalah cepat, Yoongi sudah lebih dulu menyelanya.

"Kau juga sudah bilang tidak mau pergi dengannya lagi, tapi semalam kau pergi bersamanya, LAGI." Suara Yoongi datar, tapi terdengar begitu mengintimidasi, raut wajah dinginnya juga belum berubah.

"Kau masih cemburu?"

"Aku tidak cemburu! Tidak pernah!"

Biasalah, manusia. Lain di hati lain di mulut.

Gina menarik dan menghembuskan nafasnya, mencoba untuk menjelaskan. "Semalam ak---"

"Pantas saja kau tidak mengatakan apapun saat aku membatalkan makan malam kita, rupanya kau sudah ada janji makan malam dengannya juga," potong Yoongi sembari menyungging sinis.

"Yoonki-ah," panggil Gina lirih, ia merasa tersudutkan.Yoongi sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk menjelaskan.

Satu sudut bibir Yoongi tersungging, terlihat begitu menyeblkan. "Jadi hari ini kalian mau pergi kencan kemana lagi? sungai han? Nonton bioskop? Jalan ke mall? Atau ke--"

"Dengarkan aku dulu!" Gina memekik frustasi. Ia sudah tidak tahan. Penghakiman Yoongi menyayat bukan hanya dipendengaran tapi tembus sampai ke hatinya.

"Apalagi yang mau didengar, huh? Aku tau semuanya. Kau tak pernah marah ataupun kesal padaku karena orang yang kau suka itu diakan, Kim Yoongi." Senyuman smirk menyindir disertai tatapan mengintimidasi Yoongi tujukan pada Gina.

Mata Gina melebar seakan tak percaya akan kalimat yang baru didengarnya. Rasanya sakit sekali. Yoongi meragukannya. Ini sudah diluar batas toleransinya. Tidak lagi. Setelah ini, jangan berpikir Gina masih akan diam. Gina akan mengatakan semuanya, menyelesaikan kesalahpahaman ini. Dia sudah bertekad.

Gina mendengus dengan senyuman remeh, menatap Yoongi tak kalah dinginnya. Hatinya memang sakit, tapi dia tidak suka terlihat lemah didepan lawannya. "Adora, kau juga suka kan dengan dia? Dia cantik, putih, manis, masih muda, suaranya bagus, pintar, suka musik, fashionable, imut, benar-benar tipe idealmu bukan."

Wow, atmosfir ruangan seketika ikut terasa dingin. BahkanBisa terasa sampai di luar kamar. Seokjin dapat merasakannya.

Seokjin meneguk salivanya, menantikan adegan selanjutnya. Sejak tadi pria itu sudah menguping, sekalian jaga pintu agar member lain tidak ada yang mendengar pertengkaran di baliknya. Seokjin tidak tau jika niat awalnya yang ingin menggoda keduanya setelah Jungkook memberi tahu bahwa Gina sedang membantu Yoongi packing akan membawanya pada situasi menegangkan seperti ini.

"Apa yang kau bicarakan?" Yoongi mengernyit, Ia tidak tahu kenapa nama Adora tiba-tiba ikut terseret masuk dalam perdebatan ini.

Padahal Adora mah juga gak tahu apa-apa, gadis itu lagi santai di studionya dan tiba-tiba keselek karena namanya disebut sebut.

Gina tersenyum miris "Dia berada sangat jauh di atasku, bisa dibilang mendekati sempurna. Aku iri, tapi aku aku juga tau diri. Seharusnya dia yang lebih pantas menjadi kekasihmu bukannya aku."

"Omong kosong apa yang kau bicarakan ini regina!" Yoongi berseru kesal.

"Kau menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya dibanding denganku, bahkan kencan pertama kita batal karena kau menghabiskan waktu seharian bersamanya, melupakan diriku yang menunggumu berjam jam ditempat dingin itu. Semalam kau juga makan malam dan kembali ke studio bersamanya, sementara aku..." Gina menarik nafas dalam, paru-parunya terasa kosong secara tiba-tiba.

Sekarang giliran Yoongi yang terdiam.

Gina kembali mendengus dengan sorot dinginnya menatap Yoongi. "Kau ingin aku menepati janji tapi kau sendiri tidak menepati janjimu. Apa itu masuk akal? Kau membuat jalan tapi tidak mau melewatinya," sindirnya bagaikan tamparan keras untuk Yoongi.

"You know? Selama ini aku menahan diri. Aku juga kesal, kecewa, ingin marah tiap kali kau mengabaikanku, tapi aku tidak bisa," lanjutnya mulai melunak.

"Kita sangat jarang bisa bertemu, aku paham itu dengan baik, itu bukan masalah untukku. Aku hanya tidak ingin waktu berharga yang tidak banyak itu kita gunakan untuk bertengkar." Gina menuturkan dengan susah payah.

"Gina-ya," panggil Yoongi yang sedari tadi sudah terdiam. Menurunkan egonya dan mulai mendengar.

"Aku belum selesai," tegasnya seraya menggelang.

"Yoonki-ah, seharusnya kau tahu seberapa banyak aku menyukaimu. Disaat-saat sulitpun kau selalu menjadi orang pertama yang terlintas dipikiranku. Kau tidak tahu apa yang terjadi malam itu, aku berada di kantor polisi karena dituduh merampok seorang pria tua. Yoongi datang menolongku, hanya dia yang bisa kuhubungi." Gina mulai menjelaskan dengan suara yang lebih tenang, lebih lembut.

"Kenapa tidak menghubungiku?" sela Yoongi kembali.

"Apa kau gila?! Lebih baik aku ditahan saja daripada menghubungimu."

Paparazi. Gina tidak mau mengambil resiko jika ada paparazi yang mengikuti Yoongi sampai ke kantor polisi, bisa gawat. Ditambah lagi adegan adegan drama yang sering dinonton Gina, dimana banyak reporter yang menunggu di kantor polisi untuk menulis artikel jika ada kasus yang menarik.

Yoongi menghela nafas berat seolah mengerti alasan Gina untuk tidak menghubunginya.

"Salah satu polisi di sana ternyata temannya Yoongi, dia mengira aku adalah kekasihnya karena selama ini Yoongi tidak pernah mempublikasikan wujud kekasihnya," sambung Gina masih berusaha menjelaskan kesalahpahaman Yoongi.

"Yakali dia memang tidak punya kekasih." Yoongi kembali memotong, gatal aja rasanya ingin memotong kalau Gina membicarakan tentang Kim Yoongi itu.

"Bukan. Itu karena kekasihnya juga seorang idol. Jadi secara tidak sengaja dia mengenalkanku sebagai kekasihnya."

Yoongi berdecak. "Wah... Bagaimana bisa, dia sudah punya kekasih tapi mengakui gadis lain sebagai kekasihnya. Dan kau iya iya saja tanpa membantah atau menolak gitu?"

"Aku hanya coba membantunya, cause I know how to be in his position."

Bisa dibilang Kim Yoongi dan Gina ini memiliki hubungan yang sejenis, mereka sama-sama menjalin kasih dengan seorang idol. Gina tahu sebagaimana sulitnya hubungan ini, semua serba terbatas dan tidak punya kebebasan. Baginya ini terasa jauh lebih sulit dibanding LDR.

LDR itu hanya masalah jarak, sedangkan ini... Ah, sulit untuk dijelaskan, kalian pasti mengerti.

"Jadi kenapa dia menelfon?" tanya Yoongi akhirnya.

"Dia perlu bantuanku."

"Bantuan apa lagi?"

"Aku perlu menemaninya untuk pergi ke---" Belum sempat Gina meneruskan kalimatnya, Yoongi sudah kembali memotong.

"Kapan?" tanyanya malas.

"Sekitar jam tiga besok."

"Jangan pergi," larangnya.

Gina kembali menghela nafas mengeluarkan suara lembutnya. "Yoonki-ah..."

"Kubilang jangan pergi, Aku tidak suka."

Lelah, Gina sungguh lelah. Tidakkah Yoongi mengerti juga?

Cemburu boleh,tapi gak gini juga.

Kalau akhirnya sama seperti ini untuk apa Gina mengutarakan semua isi hatinya, buang buang tenaga saja. Emangnya mudah apa ngutarain sesuatu yang sudah lama dipendam.

Yoongi egois.

Detik detik keheningan pun berlalu, hanya sorot kekecewaan yang Gina layangkan pada Yoongi hingga akhirnya ia tak tahan lagi dan memilih pergi meninggalkan pria keras kepala itu.

"Oh! Gina-ya," seru Seokjin kaget kala Gina membuka pintu kamar tiba-tiba setelah kamar itu hening untuk beberapa saat.

Gina mengabaikan Seokjin, melanjutkan langkahnya menjauh, mengambil tasnya dan pergi keluar dari dorm itu.

Gina marah.

Bukankah ini memang keinginan Yoongi? Melihat Gina marah padanya? Dan sekarang ia mendapatkannya

***

Setelah kepergian Gina dari dorm kemarin sore, Yoongi sama sekali tidak pernah menghubunginya, sampai akhirnya sebuah pesan masuk di ponsel menarik perhatian Gina. Yoongi mengiriminya pesan saat ia hendak pergi bersama Kim Yoongi, pria yang tidak di sukai Yoongi.

Sial.

Gina mendengus kesal setelah membaca isi pesan Yoongi. Awalnya Gina berpikir itu pesan permintaan maaf atau sesuatu yang bisa meredakan kekesalannya. Ekspektasinya terlalu jauh, nyatanya pesan itu berisi hal yang membuat Gina semakin kesal.

Yoonki
Antarkan ranselku ke bandara, aku meninggalkannya di dorm.

Pesan itu hanya dibacanya, tak berniat membalas atau pergi melakukan permintaan Yoongi.

Memangnya Gina pembantu apa? Eh, ralat, Gina kan memang pembantu. Tapi, hari ini bukan jadwalnya jadi pembantu Bangtan. Lagian sekarang, dia juga lagi ada urusan dengan Kim Yoongi.

Gina tak mengindahkan pesan Yoongi, hingga beberapa lama panggilan dari manajer Sejin menerobos kesunyian ponselnya.

"Yeoboseo Sejin-nim," kata Gina menjawab panggilan.

"Gina-ya, kau dimana? Masih di apartemen?" Terdengar suara manajer Sejin dari ponsel yang di laudspeaker.

Sambil memasang sepatu sneakernya Gina menjawab, "Aku baru akan pergi Sejin-nim tugasku sudah selasai. Ada apa?"

"Aku perlu bantuanmu, Yoongi meninggalkan ranselnya di dorm. Kita tidak punya banyak waktu untuk kembali mengambilnya. Mohon bantuannya Gina-ya."

Kalau bos sudah turun tangan Gina tidak bisa menolak. "Arasseo Sejin-nim."

Sembari melangkah cepat Gina menghubungi Kim Yoongi untuk membatalkan urusan mereka sore ini, padahal Gina sudah siap dengan pakaian rapi nan elegan miliknya.

"Dasar ceroboh." Sepanjang jalan Gina terus mendumel akan kecerobohan Yoongi ini. Menerka-nerka apakah ranselnya benar-benar tertinggal atau memang sengaja ditinggal?

***

Gina tiba di bandara dengan ransel Yoongi di punggungnya. Setelah melewati perjalanan panjang nan melelahkan akhirnya ia bisa menemukan manajer Sejin yang sudah sejak tadi menunggunya.

"Sejin-nim!" panggil Gina berusaha melewati gerombolan penggemar yang ingin melihat Bangtan.

"Jalhaesseo!" seru manajer Sejin. "Cepatlah masuk, Yoongi menunggumu."

"Eh?!" pikirnya ia hanya perlu memberikan ransel ke manajer Sejin lalu kembali pergi, tapi ini dia malah disuruh masuk ke ruang tunggu Bangtan untuk menemui Yoongi. Apa ini?

Pelan tapi pasti Gina membuka pintu ruang tunggu khusus untuk Bangtan itu. Di dalamnya hanya ada para member yang sibuk dengan camera gopro di tangan mereka masing masing, kecuali Yoongi. Seperti biasa Pria itu lagi mager, ngantuk kali.

"Eoh Noona!" seru Jungkook kala melihat Gina membuka pintu. Sebuah senyuman dan lambaian tangan Gina berikan sebagai balasan.

"Yoongi-ssi!" panggil Gina kemudian melepaskan ransel Yoongi dari punggungnya, memberikan ransel itu kala yang punya berjalan mendekatinya.

Yoongi menerima ranselnya, memakainya di punggungnya kemudian menarik tangan Gina sedikit menepi, menjauh dari member lain. Ada yang perlu dia bicarakan bersama Gina.

Tindakan Yoongi itu justru menarik perhatian semua member.

"Ada apa?" tanya Gina merasa tidak nyaman.

Sesaat Yoongi terdiam memerhatikan Gina, penampilan gadis itu sedikit berbeda dari biasanya. Rambutnya terurai rapi dengan sedikit makeup yang terlihat sangat natural, jika biasanya ia selalu memakai kaos oversize yang menutupi lekukan tubuhnya,tapi berbeda dengan ini, ia memakai kaos putih yang dimasukkan ke dalam celana jeans birunya, tidak terlalu ketat tetapi dapat memperlihatkan bentuk tubuhnya yang langsing. Sebagai sentuhan terkahir ia mengenakan outwear berwarna cream yang semakin membuatnya terlihat mempesona.

"Apa aku mengganggu kencanmu?"

Gina menggerakkan kepalanya ke atas dan ke bawah. "Selamat kau berhasil, aku tidak jadi pergi dengannya."

Yoongi tersenyum puas. "Apa kau marah?"

Air muka Gina berubah sedikit terkejut, pertanyaan macam apa itu. "Aku tidak ingin membahasnya disini," ucap Gina menolak dan berniat pergi.

Yoongi menunduk. "Maafkan aku," katanya lembut, menyiratkan ketulusan akan perkataannya.

Setelah berfikir semalaman akhirnya Yoongi sadar, semua ini kesalahannya. Mungkin Yoongi tidak akan seperti ini andai saja dia tidak memulai semuanya. Sedari awal, bahkan sangat awal semuanya memang sudah salah dan Yoongi tidak bisa memutar balik waktu untuk memperbaikinya.

"Maaf untuk apa?"

Yoongi mengangkat pandangannya, menatap Gina dengan rasa bersalah. "Semuanya."

"His nggak asik." Gina memberengut.

Mata cipit Yoongi seketika melotot sedikit.

"Seandainya tak ada kata maaf yang terucap, aku pasti bisa pergi jalan bareng Kim Yoongi dengan senang hati tanpa perlu memikirkan kalau ada hati lain yang perlu dijaga," kata Gina santai. Marahnya pada Yoongi kemarin entah kemana perginya sekarang. Tau sendirikan Gina itu terlalu lemah hatinya bila dihadapkan pada sang idola.

Yoongi mengambil telapak tangan Gina, menggenggamnya lembut hingga Sudut bibirnya kembali saling tertarik berlawanan sambil menatap lurus ke dalam manik Gina. "Gina-ya, aku ingin menjadi orang yang bisa kau andalkan. Aku ingin bisa berada di sisimu saat kau kesulitan, aku ingin membantumu. Jadi hubungi aku kapanpun kau butuh bantuan. Andalkan aku."

Di sisi lain ada seseorang yang terus memperhatikan keduanya. Sampai akhirnya Manajer Sejin masuk dan menyuruh mereka segera bersiap.

"Hyung apa yang kalian bicarakan," tanya Jungkook seolah mewakili rasa penasaran semua member saat Yoongi menyelesaikan percakapannya dengan Gina.

"Eoh...itu..." Yoongi masih berusaha mencari alasan.

"Ongkir" sela Gina. "Kami sedang membicarakan masalah ongkir. Demi ransel itu Aku sampai meninggalkan kencanku dan naik taksi kemari. Kalian tahu uangku tidak banyak jadi Yoongi Oppa perlu membayar ongkos kirimnya. Tapi Yoongi oppa ternyata jauh lebih parah dariku, dia tidak punya uang sama sekali, uang cash maksudnya. Jadi relakan saja."

Yoongi mengulum bibirnya, gadisnya itu sangat pandai beralasan.

"Aku punya uang cash," sahut Jimin yang penuh perhatian. Merogoh sakunya dan mengeluarkan dompet kulit kepunyaannya.

"Ah tidak usah Jimin Oppa," tolak Gina panik. Ia tidak sungguh-sungguh minta bayaran.

"Jangan Jimin-ah, ini keteledoranku jadi aku yang harus membayarnya." Yoongi kembali memasukan dompet Jimin ke dalam saku pria itu. "Gina-ya, aku akan membayarnya saat pulang nanti oke," sambungnya kemudian.

Para member mulai bersiap untuk meninggalkan ruangan, mereka keluar satu persatu, Jungkook keluar paling terakhir. Sebelum ia keluar, dia memberikan Gina sekantong roti coklat. "Kurasa ini bisa mengatasi kesedihanmu. Kau pasti sedih, sudah tampil cantik begini tapi kencannya malah batal," katanya lalu pergi begitu saja. Meninggalkan Gina yang terkesiap usai mendengar penuturan Jungkook barusan.

Excusme?

Terlepas dari rasa kasihan yang Jungkook berikan, Apa pria itu baru saja memuji penampilan Gina?

Really?

Karena kalimatnya itu berhasil membuat jantung murahan Gina meloncat kegirangan.

"His dasar internasional playboy!" desisnya dengan semburat merah di pipi.

Continue Reading

You'll Also Like

154K 15.4K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
80.3K 7.8K 27
Ada hal yang membuat banyak orang menyesal, salah satunya cinta! Iya cinta yang terabaikan Kadang kala hati selalu kalah oleh logika, bukankah mencin...
500K 37.2K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
86.2K 8.2K 23
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...