GULFI - MEWGULF

By olivexre

30.6K 3.8K 270

[TAMAT] ✓ WARNING! BEBERAPA PART DIPRIVATE, FOLLOW AKUNKU DULU BARU BISA BACA LENGKAP! APA JADINYA JIKA SEORA... More

Prologue
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Epilog

Chapter 12

915 149 7
By olivexre

Suasana kelas XI-A6 yang semula tenang merasa tidak nyaman dengan kegaduhan yang terjadi di luaran sana. Suara bising dari orang-orang XI-A1 terdengar hingga ke kelas XI-A6 dan itu membuat mereka merasa terganggu. Tak terkecuali Mew dan Steven.

"Suara berisik apa lagi ini? Jangan bilang kalau ada yang berkelahi lagi. Aku muak mendengarnya," kata Mew mencibir. Mew sedang duduk di bangku miliknya bersama Steven, menikmati jam istirahat yang panjang karena guru kelas mereka tidak hadir hari ini.

"Aku tidak tau, mungkin saja memang ada yang berkelahi lagi. Dan bisa kutebak, pasti Jack atau anak buahnya lagi yang membuat masalah kali ini," ucap Steven mengomentari. Sementara Mew mengangguk setuju dengan perkataan Steven.

"Oh, lihat. Siapa yang datang." Steven dan Mew melirik ke arah pintu masuk dan mendapati Bill yang baru kembali dari kantin.

"Kemana saja kau?" tanya Steven. Bill berjalan mendekat dan mengambil tempat di sebelah Mew.

"Aku dari kantin. Kau tau, kan? Aku punya masalah kekurangan makanan," jawab Bill sok serius. Mew menghela tidak peduli.

"Makan saja yang ada di pikiranmu, dasar babi gemuk!" sindir Steven melihat ke arah tubuh Bill yang semakin membengkak setiap harinya.

"Hey, jaga ucapanmu. Wajahmu itu lebih mirip babi ketimbang tubuhku, kau tau?" balas Bill. Mew menghela napas panjang mendengar percakapan tidak berguna kedua temannya itu.

"Apa? Kau berani bilang begitu padaku?" balas Steven kembali. Mereka berdua saling menghina satu sama lain tanpa henti.

"Kenapa aku harus takut padamu—"

"Sudah cukup! Kalian membuatku pusing. Aku sedang tidak mood hari ini. Suara bising dari luar sana sudah membuatku muak, ditambah lagi dengan suara bacotan kalian. Apa kalian tidak bisa diam untuk sejam saja?" kesal Mew pada Bill dan Steven.

"Diamlah, Bill. Mew sedang patah hati sekarang. Gara-gara Jack dan anak buahnya yang membuat masalah di luar sana, Mew jadi semakin tempramen," ucap Steven menjelaskan apa yang terjadi.

Sudah seminggu mood Mew kacau, semenjak ia tau kalau Gulf suka pada Antonieta dan menyatakan perasaan padanya. Itu membuat Mew merasa panas dan tidak suka. Mungkin inilah yang disebut dengan cemburu, bukan begitu?

"Oh, kali ini bukan Jack atau geng-nya yang membuat masalah," jawab Bill menjelaskan apa yang terjadi.

Mew dan Steven agak terkejut saat mendengar ucapan Bill. Biasanya Jack yang selalu membuat masalah selama seminggu terakhir, kalau bukan Jack lalu siapa lagi?

"Huh, bukan Jack? Lalu siapa, dong?" tanya Steven meminta kejelasan.

"Itu, si tempramen Gulfi. Dia yang membuat masalah kali ini dan coba tebak, dia bertengkar dengan gadis. Banci banget dia, beraninya sama gadis."

Saat mengetahui nama Gulfi disebut, Mew langsung menegakkan tubuhnya kaget dan menatap ke arah Bill.

"Apa kau bilang? Gulfi yang membuat masalah?" tanya Mew sambil mengcengkeram kedua bahu Bill.

"He-hey, apa yang kau lakukan. Sakit, woi!"

"Cepat katakan, apa benar kalau Gulfi yang membuat kegaduhan di luar sana?" tanya Mew sekali lagi, namun dengan nada suara yang lebih tinggi dari sebelumnya. Mew mengerutkan dahinya hingga kedua alis Mew hampir terpaut satu sama lain.

"Ah, iya. Aku barusan melewati kelasnya dan melihat Gulfi bertengkar dengan seorang gadis."

Mew melepaskan cengkeramannya akan Bill lalu membangkitkan tubuhnya.

"Tapi kenapa kau peduli? Bukannya kau tidak suka dengan dia, ya?" tanya Bill heran.

"Siapa bilang aku tidak suka?" balas Mew dengan nada geram.

Mew berjalan meninggalkan Bill dan juga Steven dengan cepat. Perasaan Mew menjadi kacau saat tau kalau Gulfi membuat kegaduhan. Mew takut Gulf akan dikeluarkan dari sekolah karena masalah ini, walaupun Mew tidak tau ini masalah kecil atau besar. Walau begitu, Mew tetap saja cemas.

"Sudahlah, biarkan saja. Mew lagi kasmaran saat ini," kata Steven sambil tersenyum geli melihat tingkah Mew yang berlebihan tadi.

"Hah, apa?"

Sementara itu, Mew berjalan menuju kelas XI-A1 tempat Gulfi berada. Saat dalam perjalanan, Mew melihat banyak sekali orang yang bergerombol untuk sekedar menonton.

"Kenapa mereka harus bergerombol di sini. Mereka suka saat melihat orang lain bertengkar? Ini bukanlah tontonan. Kuharap tidak ada yang melaporkannya pada Miss Brenda, karena jika tidak aku akan menghabisi orang itu dengan tanganku," gumam Mew sambil melewati kerumunan. Mew bahkan mendorong paksa jika mereka menghalangi jalannya.

"Minggir kalian, bubar-bubar! Ini bukan tontonan!" titah Mew pada mereka.

Mew memasuki kelas XI-A1 dan melihat Antonieta yang tengah menangis di sebuah bangku miliknya. Segera Mew hampiri Antonieta.

"Kenapa ini? Kenapa kau menangis, Antonieta? Siapa yang melakukan ini padamu?" tanya Mew saat ia sudah sampai.

Antonieta semakin menundukkan kepalanya dan sesekali menghapus air mata yang mengalir di matanya. Mew melirik ke arah Sean meminta kejelasan.

"Aku tidak percaya akan mengatakan hal ini, tapi... Gulf-lah yang membuat Antonieta menangis," jawab Sean merasa kecewa dengan Gulfi.

"Apa? Kenapa dia membuat Antonieta menangis?"

"Cemburu. Dia cemburu saat tau kalau Antonieta dan Jack bersama. Kau tau, kan kalau Gulfi punya kepribadian yang buruk. Siapa saja akan dihajarnya, tidak peduli siapapun itu," ucap Sean menjelaskan.

Mew agak tersentak kaget mendengar hal itu. Dia pergi meninggalkan Sean dan Antonieta tanpa sepatah kata pun.

Mew berlari keluar kelas dan mencari keberadaan Gulfi. Mew tau perasaan Gulfi, dia pasti kesal saat mengetahui orang yang dia suka berpacaran dengan orang lain. Seperti itulah yang dirasakan Mew seminggu yang lalu.

Mew mencari ke semua tempat, mulai dari kamar mandi, kantin, gudang, aula, perpustakaan, dan belakang gedung, namun nihil, Gulfi tidak ada di sana.

Mew menghentikan langkah kakinya saat dirasa sudah tidak kuat lagi berlari. Mew mengatur napasnya agar teratur dan mendudukkan tubuhnya di bawah pohon.

"Sialan. Kemana perginya dia?" kesal Mew.

Mew berpikir sejenak, kemana perginya Gulf yang sedang patah hati itu? Sejenak ia mengingat kejadian seminggu yang lalu saat ia cemburu melihat Gulfi dengan Antonieta di Uks, ia langsung pergi ke atap sekolah dengan perasaan amarah yang membara dan langsung memukul Jack di situ juga.

"Ah, benar juga. Dia pasti ada di sana."

Seolah yakin kalau Gulf berada di sana, Mew cepat-cepat membangkitkan tubuhnya lalu beranjak pergi ke atap sekolah.

Saat sudah sampai, Mew membuka pintu yang menjadi pintu masuk ke atap sekolah dan benar saja, Mew melihat seorang laki-laki tengah duduk termenung di sana.

Mew menghampiri laki-laki tersebut dan mengambil tempat di sebelahnya.

"Kenapa kau duduk di sini? Di sini, kan panas. Tubuhmu bisa terbakar nanti," ucap Mew basa-basi.

Pandangan Gulfi lurus ke depan, tatapannya tajam, bahkan terlihat lebih mengerikan daripada sebelum-sebelumnya. Seluruh tubuh Gulfi menegang, kedua alisnya pun hampir bertemu satu sama lain. Gulf terlihat benar-benar marah saat ini.

"Kenapa kau kemari? Kau pasti ingin mentertawaiku, kan? Cih, aku sudah tau itu."

Merasa agak kasihan dengan Gulf, Mew langsung melembutkan nada suaranya.

"Aku datang kesini untuk menghiburmu. Wajahmu sangat jelek kalau sedang marah tau."

"Masa bodo"

"Aku serius. Wajahmu terlihat mengerikan jika seperti itu, aku lebih suka saat kau pura-pura marah padaku seperti waktu itu."

"Kapan aku pura-pura marah padamu?"

"Setiap kali kita bertemu. Kau selalu pura-pura marah padaku dan selalu membuatku kesal. Padahal aku tau, kau tidak semarah itu denganku."

"Aku tidak pernah pura-pura asal kau tau."

"Apapun itu, aku lebih suka saat kau marah padaku daripada harus melihatmu terluka seperti ini. Jujur saja, itu membuatku agak... sakit."

"Apa yang kau bicarakan?"

"Ah, lupakan saja. Aku hanya ingin menghiburmu. Kau boleh kesal sesukamu, kau juga boleh menangis sesekali jika itu bisa membuatmu merasa lega. Tapi jangan biarkan kekesalan dan kesedihanmu itu mengalahkanmu. Kaulah yang punya kendali atas tubuhmu, jangan biarkan emosi mengendalikan dirimu!"

Gulf yang mendengar ucapan serius Mew merasa geli.

"Pfftt... Ngomong apa, sih kau ini. Kau gila, ya?" kata Gulf sambil tersenyum kecil diakhir kalimat.

Mew yang melihat Gulf tersenyum langsung salah tingkah.

"A-ah, tidak. Kupikir aku akan keren jika berkata begitu," jawab Mew sambil menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. Mew benar-benar salah tingkah. Padahal di sini, ia ingin menghibur Gulfi, tapi kenapa dia yang berbunga-bunga hatinya?

"Kau sama sekali tidak keren"

"Kau jahat," kata Mew bercanda.

"Yah, tapi apa yang kau katakan barusan ada benarnya. Aku tidak boleh membiarkan emosiku menguasai diriku. Aku kuat, aku tidak akan kalah dengan emosiku sendiri. Memangnya siapa dia? Dia bukan satu-satunya wanita di dunia ini. Kenapa aku harus sedih jika dia menolakku? Itu berarti dia bukan seseorang yang tepat untukku. Aku— aku—" ucap Gulfi terbata-bata di akhir kalimat. Ia tidak tahan dengan rasa sakit yang ada di dadanya. Dia ingin menangis, tapi dia tahan. Menangis bukanlah sifat Gulfi.

Mew meraih bahu Gulfi dan mendekatkan tubuhnya agar sedekat mungkin dengan Gulf. Mew meraih tubuh Gulfi agar masuk ke dalam pelukannya dan Gulf tidak menolak sama sekali.

"Gapapa, teruslah menangis. Jangan ditahan, menangislah sampai kau puas dan dengan begitu semua beban yang ada dalam dirimu akan hilang seiring keluarnya air mata," ucap Mew menenangkan. Mew bahkan meneluk pelan tubuh Gulfi agar ia merasa tenang.

Setelah beberapa detik menangis, Gulfi membangkitkan tubuhnya dengan segera. Ia menggusarkan air mata yang masih membekas.

"Ah, maaf. Aku malah menangis di bajumu. Aku akan mencucinya nanti sepulang sekolah. Aku tidak ingin berhutang budi padamu."

Kali ini, Mew melihat Gulfi yang berbeda dari sebelumnya. Gulf yang pemarah, tempramen, kasar, suka mengumpat, mencaci, dan sifat buruk lainnya tiba-tiba hilang begitu saja. Mew merasa tengah melihat Gulfi yang sesungguhnya, Gulf yang lemah, tidak berdaya, lembut, dan hangat. Mew suka saat Gulf menunjukkan sifat aslinya. Hal itu membuat Mew merasa istimewa.

"Kalau begitu, aku boleh mampir ke kamarmu?" kata Mew dengan nada menggoda. Wajah Gulf tiba-tiba memerah dan terlihat salah tingkah.

"Apa-apaan nada bicaramu itu. Tentu saja... Em, boleh?"

"Hah, apa? Beneran aku boleh ke sana? Aku boleh mampir ke tempatmu? Serius? Demi apa?" tanya Mew hampir tidak percaya dengan apa yang diucapkan Gulfi. Padahal dia hanya bercanda saat mengatakan ia ingin mampir ke kamar Gulf, tapi ternyata Gulf menanggapinya dengan serius.

"Rejeki anak sholeh emang gak kemana," kata Mew dalam hati sambil menahan rasa senang.

"Iya, kau boleh ke tempatku. Tapi jangan berbuat hal yang aneh-aneh seperti—"

Tiba-tiba Gulf langsung menghentikan ucapannya saat ia teringat akan sesuatu.

"Seperti?" ucap Mew mengulang perkataan Gulfi. Atmosfer di sekitar Gulf tiba-tiba menjadi hitam dan membuat Mew bergidik ngeri. Sepertinya Mew tau apa yang akan Gulf lakukan setelah ini.

Mew menggeser tubuhnya agar menjauh dari Gulfi. Dia punya perasaan yang tidak enak sekarang.

"MEW SIALAN.... AKU AKAN MEMBALAS CIUMAN SIALANMU KEMARIN DENGAN TENDANGAN SUPERKU!"

"MAAF, GULFII. AKU TIDAK SENGAJA MENCIUMMU WAKTU ITU."

"AAARGGHH!"

—tinggalkan jejak—

Continue Reading

You'll Also Like

12.7K 1.9K 33
baca langsung aja yah,
89.9K 15.3K 40
ketika uang mampu membeli segalanya, jiwa sombongpun tertanam dalam dirinya.
14.5K 1.6K 131
"tetap bersama phi na.. phi love you na.." phi Mew "Phi harus bersama Gulf selamanya na.. jangan tinggalkan Gulf" Kata gulf baca dulu cerita yg sebel...