Destiny With Bangtan (COMPLET...

By sangneul7

34.9K 3.3K 279

TULISANNYA BERPROSES! Baca aja dulu 😁 Regina, seorang gadis biasa dengan berbagai masalah pelik yang mengeli... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
EPILOG

22

616 59 2
By sangneul7

Hello everybody!

Para pembaca sekalian, jangan lupa ninggalin jejak yah sayang 😉

Btw part ini mungkin sedikit sensitif tapi ingat lagi ini hanya fiktif yah, hanya imajinasi dari kepala kecilku ini, so jangan dianggap serius.

Feel free to be friend. Yang mau temenan sama aku, sama-sama ngebucin, kuylah ke ig. Sang_neul7

Aku aktif ngebucin disana 😂

Oh yeah, terakhir, Happy reading, semoga suka yah 😉

***

Kecemburuan Yoongi yang Gina tangkap hari itu sungguh di luar dugaan. Mengejutkan. Gina masih tak habis pikir. Bukan perkara mudah untuk Gina mempercayai apa yang sedang terjadi, pasalnya kalimat I Love You pun tak pernah Yoongi utarakan untuknya, bahkan masih lekat diingatan bagaimana awal hubungan mereka dimulai, di mana Gina yang mengungkapkan rasa terlebih dahulu yang kemudian dibalas Yoongi dengan kalimat singkat Ayo kita lakukan.

Dan sekarang pria itu cemburu?

Gina sampai terperangah dibuatnya. Mengejutkan sekali. Sekaligus menyenangkan. Mengingatnya lagi membuat senyum sumringah Gina mengembang seketika. Masa bodoh dengan kalimat Eunjo dulu. Gina gak mau ambil pusing lagi. Kecemburuan Yoongi menjelaskan semuanya. Lagi pula Gina juga tak butuh kata-kata cinta. Baginya, ini sudah lebih dari cukup dibanding ungkapan cinta yang memang tak pernah didengarnya dari ranum menggoda Yoongi itu. Karena sejatinya cinta memang tak mesti selalu melalui rangkaian kata manis, tapi bisa juga ditunjukkan melalui tindakan.

"Astaga, apa yang kau pikirkan? Fokus dong! Fokus! Fokus!" kata Gina bermonolong sambil memukul mukul pelan kepalanya. Di depannya terdapat beberapa buku juga laptop yang menyala. Meski kejadian Yoongi cemburu itu sudah berlalu seminggu lebih, tak ayal membuat Gina lupa begitu saja, kadangkala ia masih memikirkannya, menyenangkan sekali rasanya dicemburui Yoongi.

Tapi, bukan berarti Gina suka membuat Yoongi cemburu—Oh, tentu saja tidak. Yoongi itu kalau cemburu jadi dingin banget, Gina juga gak kuat.

Alhasil, seminggu ini Gina tak pernah lagi mengajak Kim Yoongi jalan atau meminta bantuan. Begitupun sebaliknya, Gina bakal nolak kalau diajak jalan sama pria itu. Padahal jalan bareng Kim Yoongi itu seru, Gina suka. Lain halnya dengan Yoongi, jangankan jalan bareng, ketemuan saja jarang banget, bisanya hanya kontek-kontekan lewat ponsel. Maklum saja, kekasihnya ini orang sibuk, orang terkenal, jadi Gina harus tau diri, harus terima.

Lagian juga Gina tidak mempermasalahkan itu sih, sejauh hatinya dipenuhi gejolak aneh yang dinamakan cinta dan tau Yoongi pun sama, itu sudah lebih dari cukup.

Sangat cukup malah.

"Oke, mari kita lanjutkan."

Membuang pikiran tentang Yoongi sejenak, kini jari jemarinya kembali menekan tombol-tombol keyboard hingga terangkai berbagai kata guna melengkapi tugas kuliahnya sabtu ini, sebelum ia siap mengemban tugas menjadi maid sore nanti.

Kala kefokusannya sudah kembali tertuju pada layar dan buku-buku, dering ponsel dengan lagu spring day justru kembali mengganggu aktivitasnya.

Gina menoleh sesaat, menilik asal suara, lantas beranjak meninggalkan meja belajar dan beralih menuju kasur untuk mengambil ponselnya yang teronggok nyaman di bawah bantal tidur. Ponselnya itu belum ia sentuh sejak pagi tadi, bahkan ucapan selamat pagi yang biasa ia kirimkan ke Yoongi pun tidak dilakukannya hari ini. Soalnya Gina sibuk, baru bangun langsung kerja, bersih-bersih, mencuci, memasak, take a shower, sarapan kemudian beralih mengerjakan tugas kuliah.

Diambilnya ponsel itu, ada panggilan masuk dari Seokjin.

"Wae?" tanyanya menjawab panggilan.

"Gina-ya, kau sudah di dorm?" balas seseorang di seberang sana.

"Ah, aku masih di kos, nanti sore baru ke dorm. Seokjin Oppa mau minta tolong dibeliin apa lagi?"

"Oh, gitu yah. Kirain kau sudah di dorm tadi, soalnya aku mau nanyain keadaan Jungkook."

"Jungkook? bukannya kalian semua ada jadwal hari ini?"

"Iya. Tapi, Jungkook lagi kurang enak badan tadi, jadi dia balik ke dorm lebih dulu. Aku tadi cuman mau nanyain Jungkook aja sih, tapi ternyata kau belum ke dorm yah."

"Ah iya Oppa, aku perlu ngerjain tugas kuliah dulu baru sorenya ke dorm."

"Yasudah, semangat belajar Gina-ya, nanti kukirimkan fotoku yang tampan agar kau tambah semangat."

"Ne Seokjin oppa," kekeh Gina mengakhiri panggilan sebelum Seokjin semakin narsis.

Kala panggilan Seokjin berakhir, barulah Gina sadar akan sesuatu yang sudah dia lewatkan sepanjang pagi hingga siang ini.

Layar ponselnya sudah dipenuhi dengan berbagai notifikasi. Membuat katup bibirnya sontak terbuka lebar. Terkejut akan sesuatu yang dilihatnya di layar ponsel itu.

Sekarang Gina tau maksud Seokjin menelfonnya tadi.

Diambilnya segera tas selempang kebanggaannya dan bergegas pergi menuju dorm Bangtan.

Sepanjang perjalanan, tiada hal lain yang dia pikirkan selain Jungkook. Berharap anak itu baik-baik saja.

Setibanya, Gina lekas meniti langkahnya menelusuri dorm seraya berseru memanggil nama Jungkook. Lantas berhenti tepat di depan bilik coklat kepunyaan Jungkook kala dirinya tak kunjung menemukan presensi pria itu di ruangan lain.

Diketuknya pintu itu seraya mengudarakan nama sang pemilik, namun hasilnya sama saja, sedari tadi Gina tidak mendapat jawaban apapun. Hingga akhirnya Gina memilih menyingkap pintu itu perlahan-lahan.

Setelahnya Gina mematung di tempat. Memastikan bahwa apa yang dilihatnya sekarang ini adalah sesuatu yang nyata. Di mana di hadapannya kini seseorang tengah duduk meringkuk di pojokan kamar dengan wajah yang disembunyikan di antara lipatan lengannya.

Gina melangkah cepat menghampiri sosok itu. "Jungkook-ah," panggilnya pelan setibanya di depan Jungkook dengan posisi berjongkok. Jungkook tak bergerak juga tak bersuara.

Gina memegang pundak Jungkook. "Tidak apa, semuanya akan baik-baik saja," tuturnya coba menenangkan.
Tanpa suara pun Gina tahu Jungkook sedang menangis, apalagi kalau itu menyangkut tentang ARMY.

Hening. Seolah paham apa yang terjadi Gina memilih diam. Mengusap lembut punggung Jungkook yang diyakininya sedang menangis. Hingga pria itu mengangkat wajahnya, memperlihatkan matanya yang memerah dengan bulir bulir air bening yang terjun dari sudutnya.

"Apa kau juga kecewa denganku?" tanyanya dengan sorot mata diselimuti kesedihan.

Gina menggeleng. Lalu melirik tangan kanan Jungkook yang kini telah menjadi kanvas hidup dengan penuh afeksi. Ada banyak sekali guratan indah terlukis di situ, berbagai bentuk dan pola tercetak jelas dengan artinya masing-masing. Gina baru melihatnya hari ini. Karena memang sudah beberapa hari belakangan ia tidak pernah bertemu Jungkook.

Jujur, Gina juga kaget saat mengetahuinya dari beberapa postingan di internet tadi. Oh, tidak. Gina tidak hanya kaget, tapi juga khawatir ketika berbagai komentar mulai bermunculan. Dan benar saja, perasaan Gina tidak pernah salah. Lihatlah Jungkook sekarang, menangis meringkuk dipojokan kamar, wajahnya semrautan, memerah, rambutnya yang sudah agak panjang terlihat acak-acakan, menambah kesan suram atas apa yang terjadi.

"Aku sudah membuat ARMY kecewa." Suara Jungkook terdengar bergetar kala menuturkan kalimat itu.

Sebenarnya Gina tak sanggup melihat Jungkook seperti ini, ia juga sedih. Melihat Jungkook menangis dari layar ponselnya saja bisa membuatnya ikut menangis, apalagi sekarang, Jungkook menangis secara langsung di depan matanya secara nyata.

Kalau boleh menangis pasti akan dilakukannya juga, namun tidak untuk sekarang. Harus ada yang menguatkan saat seseorang berada di titik terendah, itu yang perlu Gina lakukan selain ikut menangis.

Dengan mengukir senyum indah penuh ketulusan Gina menangkup wajah Jungkook dengan kedua tangannya, menghapusi setiap tetesan air mata Jungkook menggunakan ibu jarinya, lembut sekali. Menilik kedua manik Jungkook dengan tatapan dalam lalu berucap, "Jungkook-ah, ARMY akan selalu mendukungmu, tidak perduli apa yang kau lakukan mereka akan selalu mencintaimu. Mengapa mereka harus merasa kecewa saat kau menulis nama mereka di jari-jarimu. Alih-alih kecewa mereka malah akan senang dan semakin mencintaimu, kau membuat mereka merasa spesial."

Jungkook menggelang, terisak.

"Hey, hey, hey look at me," ucapnya penuh kelembutan. Membuat Jungkook kembali menatapnya beriring air mata yang terus mengalir.

"Setiap orang memiliki caranya masing-masing, cara bahagia dan cara mengungkapkan cintanya. ARMY pasti mengerti dan tahu kalau ini caramu bahagia dan mengungkapkan cintamu pada mereka. Mereka tahu itu. Mereka pasti mengerti. Mereka mengenalmu. Sangat mengenalmu. Liat dengkulmu saja mereka bisa tahu itu kau."

"Aku melihatnya. Banyak ARMY yang kecewa dan mereka akan meninggalkanku." Jungkook berucap lirih disela-sela tangisnya.

"Oke, beberapa mungkin memang merasa kecewa, tapi mereka tidak akan meninggalkanmu, percayalah. Jika mereka meninggalkanmu itu menunjukkan kalau mereka bukan penggemarmu. Karena penggemar yang sesungguhnya tidak akan pernah meninggalkan idolanya dalam keadaan apapun." Gina harap perkataannya barusan dapat menenangkan kegelisahan hati Jungkook.

Jungkook menggeleng lagi. Pikirannya benar-benar kalut karena orang-orang yang disayanginya justru merasa kecewa akan keputusannya. Terlepas dari masalah lainnya yang mungkin terjadi, Jungkook lebih takut ditinggalkan. Entahlah, lagi pula siapa yang tidak sedih jika orang yang disayang pergi meninggalkan.

"Tidak. Bagaimanapun aku sudah membuat mereka kecewa. Mereka pasti akan meninggalakanku." Tangisan Jungkook kian menjadi. Lebih keras deraian air mata itu tumpah menuruni pipinya.

Gina tak tahan lagi. Air mata Jungkook adalah kelemahannya. Maka, dirangkulnya tubuh Jungkook sama seperti pria itu merangkul tubuhnya saat ia menangis di balkon dulu. Berusaha menghantarkan kenyamanan juga ketenangan sebisa mungkin."Kau masih punya aku Jungkook-ah. Bahkan jika semua penggemarmu meninggalkanmu kau hanya perlu mengingat bahwa ada aku yang tidak akan meninggalkanmu," ucapnya begitu tulus.

Gina sungguh tak tega melihat idolanya itu menangis, hatinya bagai teriris ikut merasakan kepedihan yang dirasakan Jungkook. Gina bahkan tidak sadar kini matanya juga ikut mengalirkan cairan bening lainnya.

Kepala Jungkook, ia biarkan bersandar di bahunya sementara tangannya menepuk-nepuk punggung Jungkook dengan lembut sampai perlahan-lahan tangisan Jungkook mereda.

Merasakan tangisan Jungkook mulai mereda, Gina pun menguraikan rangkulannya setelah beberapa saat.

"Jangan sedih lagi eoh!" bujuk Gina seraya kembali menghapusi air mata Jungkook layaknya membujuk Moa yang menangis saat es krimnya terjatuh.

"Noona, kenapa kau juga menangis?" tanya Jungkook sembari menyeka air matanya sendiri.

Sontak Gina ikut menyeka sudut matanya dengan cara elegan menggunakan jari telunjuk sambil mendengus lucu. "Aku merasa tidak adil. Kenapa bisa kau tetap tampan saat menangis sekalipun."

"Gumawoyo," balas Jungkook masih dengan sisa-sisa isakan tangisnya. Membuat Gina seketika tertawa karenanya.

Astaga, Jungkook ini lucu sekali, andai saja pria itu anak kecil pastilah pipinya sudah dicubit Gina karena gemes. Alih-alih mencubit pipi Jungkook, Gina malah melepas karet gelang ditangannya yang biasa ia jadikan ikatan rambut. Tidak, kali ini Gina tidak akan mengikat rambutnya yang terurai, melainkan rambut panjang Jungkook yang berseliweran menutupi wajah pria itu.

Gina sedikit berdiri, menjadikan lututnya sebagai tumpuan lalu mulai merapikan rambut Jungkook menggunkan jari jemarinya. Jungkook pun tak banyak protes, hanya diam. Penasaran dengan apa yang ingin Gina lakukan.

Dikumpulkannya rambut Jungkook dalam genggamannya kemudian ia ikat hingga dua juntaian rambut terbentuk.

Gina kembali mendudukan diri di atas tekukan kakinya. Memandang Jungkook dengan penuh senyuman manis juga mata berbinar. Sungguh, penampilan Jungkook sekarang jauh lebih baik daripada beberapa menit yang lalu, kesan suramnya berhasil Gina lenyapkan, berganti sesuatu yang sangat imut.

Dengan segera Gina merogoh sakunya lagi, mengambil ponselnya dan menghadapkannya pada Jungkook.

"Mwoya?" Jungkook berseru heran.

Cekrek

Setelahnya gelak tawa penuh kegemasan Gina tercipta kala netranya memandangi hasil tangkapannya. Sekali lagi memandangi Jungkook dan layar ponselnya bergantian.

Jungkook menatap heran, kendati demikian ia ikut terkekeh mengumbar senyuman setelah Gina memperlihatkan layar ponselnya.

"Kau lebih baik begini daripada tadi," tuturnya seraya kembali memasukkan ponsel ke dalam saku.

Sadar kini kondisi Jungkook mulai membaik Gina pun menarik lengan Jungkook, mengajaknya pergi ke ruang tengah. "Tunggu di sini, aku punya sesuatu untukmu," ucapnya pergi mengambil sesuatu yang dibelinya tadi sebelum ke dorm.

Gina sudah menduga hal ini terjadi, pikirnya Jungkook mungkin hanya akan sedikit bersedih, makanya ia menyempatkan diri membeli sepotong chocolate cake di perjalan tadi sebagai penuntas kesedihan Jungkook nanti. Eh, tau-taunya pas sampai Jungkook malah nangis kejer kek tadi.

Kala Gina pergi meninggalkan Jungkook, pria itu lagi-lagi kembali memaku tatap pada layar ponselnya, mengecek berbagai tanggapan atas sebuah postingan gambar dirinya yang diambil seorang paparazi dua hari yang lalu saat ia baru keluar dari tempatnya membuat seni yang ada di tangannya kini.

Baru juga Jungkook membaca beberapa komentar, ponselnya sudah direbut Gina. Cepat sekali. Gadis itu melihat layar ponsel sekilas lalu beralih menatap Jungkook.

"Biar kubacakan," katanya sambil meletakkan bingkisan cake di atas meja kaca yang terletak di hadapan Jungkook. Perlahan duduk melantai dan mulai membacakan komentar komentar yang dilihat Jungkook tadi.

"Aigoo Jungkook-ah, kenapa kau tampan sekali!"

"Kau terlihat semakin macho."

"Saranghae Jungkook-ie."

"Seni di tanganmu sangat indah."

"Bisakah kau berhenti membuatku ambyar."

"Aku suka senimu."

"Borahae!"

"I love your art."

"Borahae."

"Jungkook-ie keepjjan!"

"You are awesome."

"Looks so cool."

"Aku mendukungmu."

"ARMY mencintaimu kookie-ya!"

"Jangan lupa bahagia."

"I purple you."

"Saranghae. Wah, ada banyak sekali yang berkomentar saranghae."

"Your art is awesome Jungkook."

"Love from ARMY to Jeykey."

"Kau tau aku mencintaimu kan."

"ARMY akan selalu mendukungmu Jungkook-ah."

Gina berhenti lalu melihat ke arah Jungkook yang sedang memandanginya sambil tersenyum hambar. "Kau hanya membaca komentar baiknya," sahut Jungkook.

Gina menghela nafas. "Jungkook-ah, kau tidak bisa melarang mereka untuk tidak berkomentar buruk tentangmu, tapi kau bisa menutup mata memilih untuk tidak membaca komentar buruk mereka. Kau hanya perlu mengabaikan mereka. Jangan biarkan komentar buruk itu memengaruhimu, toh tidak ada untungnya juga jika kau membacanya," kata Gina menasehati. Gadis itu sudah sangat berpengalaman dalam hal ini, bahkan mungkin jauh lebih buruk dari yng Jungkook alami sekarang.

Terkadang bertingkah tidak peduli memang perlu dilakukan agar bisa melanjutkan hidup. Gina tahu itu dengan pasti, jika tidak begitu mana mungkin ia bisa bertahan sampai sekarang.

Jungkook diam, tertegun. Kalimat Gina menamparnya dengan telak.

"Jungkook-ah, kau ini seperti idol amatir saja," ledek Gina sembari mengembalikan ponsel Jungkook.

Jungkook menyungging, menertawakan dirinya. Penghakiman Gina benar sekali.

"Makanlah. Ini enak. Aku jamin." Gina menyodorkan bingkisan cake yang dibelinya.

Pikiran Jungkook mulai terahlihkan, kini ia mencicipi chocolate cake berbalur cream putih dengan buah raspberry diatasnya. "Hmmm! Ini enak. Di mana kau membelinya?"

"Kau suka? Kalau kau mau lagi, bilang saja padaku, nanti kubelikan. Tapi pake uangmu yah," balas Gina cengengesan.

Jungkook mengangguk, tersenyum, larut dalam genangan rasa manis yang menyambangi pengecapnya kini.

Sangking larutnya, Jungkook sampai tidak sadar, kalau Gina sedang memerhatikannya dengan senyuman yang justru terlihat seperti lagi menahan tawa, mengejek.

Gina memikirkan Jungkook. Jika diingat ingat lagi, terlepas dari alasannya menangis, Jungkook sangatlah lucu. Bagaimana tidak, Jungkook punya badan tinggi dan berotot, rambutnya mulai gondrong, ditambah lukisan baru di tangannya, benar-benar memancarkan vibes bad boy banget nggak sih. Tapi, semua itu seolah hilang ketika Jungkook mulai menangis dengan wajah polosnya, puppy eyesnya, cara hidungnya memerah saat dia menangis, tatapan lembutnya, terlihat seperti seorang anak kecil yang kehilangan mainan kesayangannya. Ingin sekali rasanya Gina mencubit pipi pria berbadan Lmen tapi berwajah babelac itu.

Gina gemes, sungguh.

"Noona ponselmu bunyi," ujar Jungkook pada Gina yang masih larut dalam pikirannya.

Gina segera merogoh sakunya lagi, memindai nama yang tertera dilayar ponsel dengan cepat. Ada panggilan dari Yoongi. Melirik Jungkook sekilas lalu berdiri pergi mencari tempat mengobrol.

"Eoh, wae?" sahutnya menjawab panggilan.

"Kau sudah di dorm?" tanya Yoongi dari sembrang sana.

"Iya."

"Bagaimana Jungkook?"

"He is okay now."

"Kau sudah tahu apa yang terjadi kan? Apa dia menangis?"

"Iya, aku tahu. Tadi dia sempat menangis, kurasa perasaannya sudah jauh lebih baik sekarang."

"Dia pasti akan lebih banyak diam, akan bagus jika ada yang menemaninya, tapi sayang, kami masih ada meeting penting sekaligus syuting nanti malam, tidak bisa ditinggal. Jadi bisakah kau menemaninya lebih lama?"

"Tentu. Kalian tenang saja," katanya melirik ke arah Jungkook yang masih mencicipi cakenya pelan-pelan biar gak cepat habis.

"Gina-ya, tunggu aku pulang."

"Hmmm?"

"Senin nanti kami sudah harus berangkat lagi untuk syuting bon voyage 4, jadi kurasa aku ingin mengajakmu dinner malam ini."

Yoongi sadar, tidak banyak waktu yang ia luangkan untuk Gina, sebab itu ia ingin menghabiskan momen bersama Gina sebelum ia kembali meninggalkannya.

"Hmmm arasseo, kutunggu di dorm yah," kata Gina mengakhiri beriring senyuman lebar khas orang kasmaran.

***

Hari semakin malam. Jam dinding dorm sudah menunjukkan pukul setengah sebelas ketika Seokjin, Jimin dan Taehyung pulang ke dorm. Mereka mendapati Gina dan Jungkook sedang menonton film the Baby bos di ruang tengah. Gina memang belum pulang padahal pekerjaannya sudah selesai dari beberapa jam yang lalu. Ia menunggu Yoongi sekaligus menemani Jungkook, gak tega Gina ninggalin bayi gede itu sendirian. Karena keasikan nonton Gina jadi lupa waktu. Gak sadar kalau ini sudah menjelang larut malam.

"Hyung kenapa lama sekali?" tanya Jungkook sudah seperti anak yang gak ketemu emaknya seharian.

"Kita harus menghadiri acara makan malam bersama staff dulu, tidak enak jika menolak. Kau sudah makan?" kata Seokjin ikut bergabung di ruang tengah.

Jungkook mengangguk. "Sudah."

"Yah, padahal kita udah bungkusin makanan nih," sahut Jimin memperlihatkan jinjingan yang dibawanya.

"Kasih ke Gina saja." Taehyung memberi solusi.

Gina tersenyum hendak menerima jinjingan dari Jimin. Lambungnya sudah sangat lapar. Sejak tadi Gina menahan diri agar bisa makan bersama Yoongi, tapi sampai sekarang Yoongi belum pulang juga. Saat Jungkook mengajaknya makan bersama pun Gina menolak dengan dalih sedang diet.

Belum juga bingkisan itu menyentuh tangan Gina, Jungkook sudah menyambetnya lebih dulu. "Jangan! Dia lagi diet, kalian jangan merusaknya. Lagian aku masih lapar, tadi cuman makan ramen."

Gina meratapi bingkisan itu sambil meneguk pelan salivanya. Habislah sudah. Selamat berlapar lapar ria Gina.

"Seokjin Oppa, member yang lain ke mana?" Tanya Gina kala ketiga orang tadi pergi dari ruang tengah dan hanya menyisakan dirinya bersama Seokjin.

"Yoongi balik ke studionya, masih ada yang perlu dia kerjakan bersama Adora, dan harus selesai sebelum kita berangkat nanti," jawab Seokjin paham siapa yang dicari Gina.

"Kalau Namjoon dan hoseok Oppa kemana?" Gina bertanya lagi agar tidak begitu tampak kalau dia memang mencari Yoongi.

"Namjoon ada di studionya, Hoseok pulang ke apartemen kakaknya."

"Tadi Yoongi ikut makan malam juga?" tanya Gina memastikan, takut takut kalau Yoongi melupakan ajakannya.

"Pasti, dia bahkan mencuri dagingku. Ahhh Yoongi.... Mengingatnya membuatku kesal," seru Seokjin dramatis.

Malam semakin larut, Yoongi belum pulang dan dia juga sudah makan, bisa disimpulkan sepertinya makan malam kali ini batal.

Lemah, letih, lesuh seketika terasa.
Kecewa? itu sudah pasti. Lapar? Itu lebih lebih lagi.

Gina berdiri hendak pulang sebelum perutnya semakin keroncongan. Ah, sebelum itu ia perlu mengambil ponselnya dulu yang tadi diletakkannya di atas meja makan. Saat itu barulah Gina membaca pesan Yoongi yang membatalkan rencana makan malam mereka tiga jam yang lalu.

Kalau sudah begini siapa yang salah coba? Yoongi yang membatalkan ajakannya tapi memberitahu atau Gina yang tidak mengecek ponselnya hingga membuatnya berakhir dalm penantian kosong?

"Noona kau sudah mau pulang?" tanya Jungkook yang lagi duduk santai menyantap oleh-oleh Jimin tadi.

"Kau tidak perlu mengantarku" ucap Gina berusaha ramah lalu berbalik pergi, moodnya sedang tidak bagus, apalagi dia dalam kondisi lapar. Tau sendiri kan istilah Loe rese kalau lagi lapar, lebih baik Gina pulang memang sebelum itu terjadi.

"Tunggu Noona!" panggil Jungkook menghentikan Gina. Kemudian pergi ke kamarnya mengambil satu dari sekian banyak hodie miliknya.

"Siapa juga yang mau mengantarmu, geer sekali. Diluar dingin, jadi kupinjamkan milikku dulu." Jungkook memberi hodie hitamnya pada Gina.

Gina terdiam sejenak. Astaga, Jungkook peka sekali, perhatian sekali, tau aja kalau Gina gak lagi bawa hodie atau pakaian hangat lainnya kayak biasa. Gina memang lupa karena ia berangkat terburu-buru tadi siang.

"Gumawo, Jungkook-ah," ucapnya menerima, memakai hodie hitam kebesaran milik Jungkook. Selain kebesaran aroma parfum Jungkook juga masih melekat, Gina bisa menciumnya, aroma fresh yang lembut, perpaduan antara Jasmine dan green Apple.

Gina suka. Senyumnya mengembang seketika.

***

Saat di perjalanan menuju halte bus Gina melihat seseorang yang tergeletak di trotoar, karena pada dasarnya Gina ini memang baik hati dan tidak sombong maka pergilah dia menghampiri orang itu. Memeriksanya. Memastikan orang itu masih hidup.

Orangnya masih hidup ternyata, batinnya seraya menghembuskan nafas lega.

"Ajusshi," panggil Gina berulang kali. Berusaha menyadarkan pria tua dengan kisaran usia lima puluh tahun itu.

Dan saat ajusshi itu tersadar barulah Gina menyesali keputusannya untuk menghampiri pria tua itu.

"Shit!" umpatnya ketika dirinya kini berada di kantor polisi.

Niat membantu malah jadi buntung. Pria tua itu justru menuduh Gina sedang merampoknya. Dan entah bagaimana bisa semuanya menjadi rumit, hingga berakhir di kantor polisi.

Menjadi orang baik memang tidak menyenangkan malah terkesan sulit. Walaupun begitu bukan berarti menjadi jahat jauh lebih baik. Bukan. Tidak seperti itu. Semua punya porsinya masing-masing. Ada kelebihan, ada kekurangan, ada dampaknya juga.

Seperti kata pepatah, apa yang kau tanam itu yang akan kau tuai.

Yoonki, eh maksudnya Kim Yoongi. Pria itu datang ke kantor polisi sepuluh menit setelah Gina menelfonnya yang telah tertidur nyenyak dalam dekapan selimut tebal.

Pernah dengar sebuah kalimat tentang utang budi dibawa sampai mati? Yeah, sepertinya backdancer itu salah satu penganut kalimat tersebut. Demi membalas kebaikan Gina yang telah menolongnya dulu sewaktu di practice room Kim Yoongi rela menorobos kantuk juga dinginnya jalanan malam dengan sepeda motornya agar bisa menemui Gina.

Ini bukan yang pertama kali, Gina juga pernah menghubungi Kim Yoongi saat dirinya tersesat karena ketiduran di dalam bus. Dan Kim Yoongi tidak keberatan sama sekali tiap kali Gina meminta bantuan. Baginya, sebanyak apapun bantuan yang diberikan tidak akan pernah sebanding dengan pertolongan Gina yang telah menyelamatkan nyawanya waktu itu.

Meski Kim Yoongi selalu ada untuk memberi bantuan, tapi perlu diketahui bahwa pria itu selalu menjadi pilihan terakhir Gina untuk dimintai pertolongan. Pilihan pertama selalu jatuh pada Yoongi, Min Yoongi.

Dalam keadaan seperti ini pun, orang yang pertama dipikirkannya adalah Yoongi. Kendati demikian Yoongi tak pernah benar-benar Gina mintai pertolongan, apalagi sekarang, jangankan berharap Yoongi datang menolongnya, menghubunginya saja tidak. Ayolah, ini kantor polisi, banyak reporter yang berjaga untuk mencari kasus yang bisa mereka tulis di sini. Dan Yoongi nya Gina ini seorang idol papan atas. Gak bisa sembarang muncul ditempat tempat umum seperti ini, atau semuanya akan berakhir kacau.

Sekali lagi, Yoongi tak ada untuk Gina.



Continue Reading

You'll Also Like

2.1K 1.4K 18
Aldara Putri, dia seorang gadis yang cantik, manis dan ceria, dia adalah anak dari seorang pedagang. Hidup nya yang sederhana namun banyak luka di da...
80.8K 7.8K 27
Ada hal yang membuat banyak orang menyesal, salah satunya cinta! Iya cinta yang terabaikan Kadang kala hati selalu kalah oleh logika, bukankah mencin...
24.7K 2.1K 15
[COMPLETE] onee-shoot crita aneh tentang hinata dan sasuke Setiap chap beda crita yaah😉😉
726K 67.8K 42
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...