Untuk kesekian kalinya, Dion menghela napas gelisah. Sesekali ia melirik tajam wanita paruh baya yang berada dihadapannya. Bahkan sepertinya sudah berkali-kali ia mengutuk kesal dalam hati. Dion menautkan jemarinya, sekarang netranya berusaha ia fokuskan pada wanita paruh baya didepannya yang duduk tenang sambil menyeruput secangkir teh hangat itu.
"Jadi...?" Dion mengangkat satu alisnya, "alasan apa yang membuat tante datang kemari?"
Wanita itu—Gita—terkekeh mendengar pertanyaan dari keponakannya. Dengan anggun ia meletakkan cangkir diatas saucer. "Dion sudah dewasa ya, sudah berapa lama tante gak kesini? Tiga atau lima tahun?"
Dion mengernyit, menatap tak suka wanita paruh baya itu. Apa-apaan itu?! Tantenya ternyata masih sama seperti dulu yang selalu mengalihkan pembicaraan. Walau begitu Dion masih menghargai tantenya karena memiliki darah yang sama dengan mendiang mamanya. Dan Dion hanya bisa menatap tak suka pada Gita, tak seperti Damian yang terus terang mengatakan ketidaksukaannya terhadap tantenya.
"Dion lupa," Dion merilekskan badannya agar tak sekaku tadi. "Dion cuman tanya, untuk apa tante datang kesini?"
Pertanyaan dengan nada ketus itu membuat Gita tergelak. Ia mengelus rambut panjangnya lembut, "bukankah sudah lama sekali tante gak datang kesini? Tante hanya ingin melihat gimana keadaan keponakan-keponakan tante."
"Ah, dan tante gak datang sendiri loh. Kamu masih ingat anak tante kan? Tante kesini dengan Erika," lanjutnya.
Dion mengangguk sebagai respon. Seingatnya, Erika bukan tipe menyebalkan seperti ibunya. Tapi itu dulu, tak tau jika sekarang. Karena Dion tidak terlalu dekat dengan Erika, jadi ia hanya bisa menyimpulkan bagaimana sifat Erika itu saat melihat kelakuan-nya dulu.
Berdoa saja semoga Erika tak seperti ibunya.
"Tante Gita?"
Dion mengernyit dan menengok ke belakang ketika mendengar suara yang ia kenal. Saat mengetahui Azka yang tengah bersama Beby, tanpa kata ia segera beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah adiknya.
"Beby langsung masuk kamar ya, jangan keluar sampai abang yang jemput." Ucap Dion begitu sampai didepan adik perempuannya.
Beby yang tak mengerti, diam sejenak sebelum matanya melirik seorang wanita paruh baya yang tengah duduk dengan anteng. Kemudian Beby seakan paham jika ia tak boleh mengganggu abangnya yang sedang menerima tamu.
"Iya, bang. Beby ke atas dulu kalo gitu," Beby mengangguk dan berlari kecil menuju kamarnya.
"Jangan terlalu manjain anak haram itu, nanti malah ngelunjak."
Dion mengalihkan pandangannya yang sedari tadi menatap punggung Beby ke tantenya. Menatap sengit pada tante Gita, "jaga ucapan tante!" desis Dion.
Gita mengindahkan amarah Dion, ia menyesap teh yang sudah agak mendingin itu dengan tenang.
"Apa yang salah dengan perkataan tante?! Benarkan kalo dia itu anak diluar nikah."
"TANTE! JAGA MULUT TANTE! SEKALI LAGI TANTE NGOMONG KAYAK GITU, DION GAK SEGAN-SEGAN YA!" Bentak Dion. Rahangnya mengeras dengan memperlihatkan urat-urat yang menonjol disekitarnya.
Mendengar bentakan Dion, Gita menatap keponakannya itu tajam, "berani-beraninya kamu bentak tante cuman gara-gara belain an——"
"Tan, please. Diam dulu ya? Jangan buat masalah sekarang," Azka yang sedari tadi hanya diam kini beralih memotong ucapan tantenya. Ia menatap memohon pada Gita.
Dion mendengus kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Gita dan Azka.
***
Saat hendak memasuki kamar, dahi Beby mengerut ketika mendapati keadaan pintu kamarnya yang terbuka. Seingatnya, Beby sudah menutup pintunya.
Baru saja Beby melangkahkan kakinya memasuki kamar, ia harus dikejutkan dengan adanya sosok lain dikamarnya. Seorang perempuan. Buru-buru Beby melihat ke arah bawah dimana terlihat sepasang kaki yang dilapisi oleh celana jins. Untungnya kaki itu menapak lantai.
"Per-permisi..." Panggil Beby dengan gagap.
Perempuan yang tadi memunggungi Beby itu menoleh. Memperlihatkan postur wajah cantik miliknya ditambah senyum manis dibibirnya. Lalu ia berjalan mendekat pada Beby.
"Kamu Beby ya?" tanya perempuan itu dengan senyuman yang masih terukir diwajahnya.
Beby mengerjap bingung. Beby merasa tak mengenal perempuan dihadapannya ini.
"Ya ampun... Lucunya." Beby tersentak kaget ketika tubuhnya dibawa ke rengkuhan perempuan yang tak ia kenal.
Beby menatap perempuan itu kala sudah melepaskan pelukannya. Ia pun harus mendongak karena tinggi badan mereka tak sama. Apalagi tinggi Beby hanya sebatas hidung perempuan itu.
"Kakak siapa?" tanya Beby dengan kepala yang ia miringkan.
Perempuan didepan Beby terbahak, "aduh kamu gemesin banget. Pantes Nio sering pamerin kamu sama kakak." Lalu ia menyodorkan tangannya. "Kenalin, nama kakak Erika. Sepupu abang-abang kamu dan sekarang sepupu kamu juga."
Mata Beby membelalak, ia jadi teringat perkataan Raya tempo hari yang mengatakan jika para abangnya memiliki sepupu perempuan. Itu pun saat Beby sendiri yang dikira sepupu abangnya.
Tak menunggu lama, Beby segera menyambut tangan perempuan itu dan tersenyum lebar. "Namaku Beby."
"Kakak blasteran Thailand-Korea ya?" Pekik Beby bertanya.
Perempuan itu, Erika, tertawa ngakak. "Sumpah deh, kamu gemesin banget pengen kakak karungin." Ia mengacak-acak rambut pendek Beby.
"Jadi adek kakak aja yuk," ujar Erika.
Beby mengerucutkan bibirnya, "Ihhh, jangan diberantakin. Tadi juga Beby tanya kok gak dijawab."
"Iya-iya, kakak bukan blasteran. Kakak asli indonesia kok, cuman ada dikit campuran Thailand. Ini tinggalnya aja yang di Korea." Jelas Erika disela kekehannya.
Mengerti, Beby mengangguk-anggukan kepalanya. Ia jadi nyaman dengan Erika, karena perempuan itu mudah sekali membuat suasana jadi santai begini.
Dan seharian penuh, Beby habiskan berbicara dengan Erika.
Beby juga mengetahui, jika usia Erika lebih tua dua tahun dari Damian. Erika ke Indonesia juga untuk acara pertunangannya yang akan diselenggarakan tiga minggu lagi.
***
Suasana hening begitu kentara diruang makan. Beby pun diam-diam menghela napas pelan. Beby melirik Dion yang duduk didepannya dan Azka yang berada disamping Beby. Sementara tempat duduk untuk kepala keluarga diisi oleh tante Gita yang merupakan ibu dari Erika.
Ngomong-ngomong soal Erika, dia belum hadir diruang makan karena baru saja mandi.
"Beby udah lapar?"
Beby menoleh ke samping ketika Azka bertanya padanya. Lalu ia menggeleng pelan, "belum abang."
"Udah tante bilangin, Azka. Jangan manjain ana——"
"Tante!" berang Dion. Lama-lama dibiarkan yang melunjak jadi tantenya sendiri.
"Apa kamu belain——"
"Iya! Kenapa?! Dia adek aku!" Dion berdiri cepat membuat kursi yang ia duduki tadi terjengkang.
Tanpa menunggu balasan dari tantenya, Dion segera memutari meja dan langsung menarik Beby dari sana. Lalu meninggalkan ruang makan sambil mengacuhkan teriakan Gita.
"DION! MAU KEMANA KAMU?!" Gita berdiri dengan mata nyalang mengawasi kepergian dua orang berbeda gender itu.
Azka yang melihat hal itu memasang wajah datar. Ini sudah sering terjadi jika tante Gita singgah dirumah ini. Hanya saja kali ini berbeda, jika tahun-tahun kemarin pembangkangnya adalah Damian, sekarang digantikan oleh Dion.
Azka mengusap wajahnya kasar, ia mungkin tak akan bisa melawan—membentak pun tak bisa karena diantara para saudaranya, Azka lah yang paling dekat dengan tante Gita. Bukan hanya dekat sebenarnya, bisa dibilang tante Gita adalah pengganti mamanya yang tak pernah Azka dapatkan kasih sayangnya.
Maka dari itu, Azka lah yang paling mudah termakan omong kosong Gita.
Karena sudah tak berselera untuk makan malam, Azka segera beranjak. "Tan, aku ke kamar dulu."
Seperti Dion, tanpa menunggu jawaban dari tantenya, Azka segera berjalan menuju kamarnya.
"Azka!" Gita menggeram pelan. "Ini semua gara-gara anak sialan itu!"
Sedangkan Erika yang baru saja sampai diruang makan, mengernyit bingung. "Loh, semuanya pada kemana mi?" tanyanya ketika tak mendapati siapapun disana kecuali maminya.
Dan Erika hanya bisa menggaruk pelipisnya saat ditatap tajam oleh Gita.
Sebenarnya ada apa sih?
⚫
⚫
⚫
Tbc
Mau aku kasih gif Azka, tapi sinyalnya gak mendukung ╥︿╥
Muter-muter lagi ಥーಥ
Babay...
Jangan lupa vomentnya❤️
Kamis, 10 Desember 2020