Destiny With Bangtan (COMPLET...

By sangneul7

34.6K 3.2K 279

TULISANNYA BERPROSES! Baca aja dulu ๐Ÿ˜ Regina, seorang gadis biasa dengan berbagai masalah pelik yang mengeli... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
EPILOG

19

737 55 1
By sangneul7

Hari itu Jungkook tak begitu banyak bicara, bisa dibilang tawarannya mengantar pulang sudah menjadi kalimat terakhir yang terlontar kala itu. Gina pun begitu, bibirnya terlalu keluh menahan nyeri bahkan hanya tuk sekedar mengulas senyum sekalipun, hingga mereka berakhir menyisiri jalanan malam dalam keheningan yang teramat mendengungkan pendengaran.

Padahal aslinya ada begitu banyak untaian pertanyaan yang hilir mudik mengisi kepala Gina layaknya jalanan kota Seoul, macet. Namun tak dapat terurai oleh kehendak sendiri, hingga berganti dengan kalimat terima kasih sebagai balasan ketika mereka tiba di tempat tujuan.

Lelah pun sakit memaksa Gina mengakhiri hari malam itu sebelum kemurungan kembali menyerang relungnya. Sampai akhirnya semua terasa sirna begitu saja tatkala dering ponsel yang masih tertaut kabel charger menyeruak mengusik pendengaran keesokan paginya.

"Apa yang terjadi? Are you okay?" tanya Yoongi dengan kalimat beruntut sesaat panggilan tersambung. Sedikit berhasil melunturkan segala hiruk pikuk kesedihan yang masih membekas.

"Im okay," jawab Gina dengan hati yang jauh lebih tentram dari sebelumnya.

"Sungguh?"

"Iya."

"Tidak biasanya kau menelfonku sebanyak tadi malam, apa terjadi sesuatu?" tanya Yoongi heran. Jelas. Sebab Gina memang tidak pernah melakukan panggilan lebih dari dua kali, kalau pun ada sesuatu yang penting ia lebih memilih tuk mengirim pesan. Namun, entah mengapa malam itu ia benar-benar sangat ingin mendengar suara Yoongi.

Alih-alih menjawab Gina malah bertanya balik. "Kenapa kau tidak menjawab panggilanku semalam?"

"Ah, iya maaf. Semalam aku masih diperjalanan menuju Daegu," tuturnya.

"Kau pulang kampung?" Gadis itu nampak heran, sebab Yoongi sama sekali tak pernah mengungkit perihal ini.

"Maaf aku lupa memberitahumu." Sayang sekali, masih muda udah pikun. Selalu saja begitu, lupa.

Mungkin karena sudah keseringan dengan satu laku Yoongi ini Gina jadi bisa memaklumi. Seakan itu hal biasa. Jangankan memberitahu tentang kepulangannya, soal kencan pertama mereka saja Yoongi lupa. Mungkin karena sangking sibuknya kali yah.

"Ah tak apa, itu kebiasaanmu. Jadi kau sudah sampai?"

"Iya, aku sudah di rumah sekarang," jawabnya. " Hey, kau belum menjawab pertanyaanku," lanjutnya yang terkesan menuntut agar Gina menjawab pertanyaan yang sebenarnya tak ingin gadis itu ladeni.

"Pertanyaan yang mana?"

"Kenapa kau menelfonku semalam?"

"Ah... Itu karena aku rindu," cicitnya berusaha mengelak atau mungkin memang begitu adanya.

"Hey, Ayolah aku serius."

"Aku juga serius, serius merindukanmu," ungkapnya dengan nada sedikit menggoda. Berusaha menghalau pertanyaan Yoongi yang mengarah pada sesuatu yang tidak ingin dikatakannya.

Terdengar suara helaan nafas dari balik telfon. Yoongi yakin, pasti ada sesuatu yang Gina tutupi darinya, tapi tak juga ingin memaksa. "Baiklah tunggu aku pulang."

"Berapa lama kau disana?"

"Seminggu."

"Lama ih, rinduku udah lumutan nanti."

"Biarin lumutan, asal jangan kadaluarsa aja." Yoongi ngucapin itu dengan suara datar, tapi sukses menaikkan salah satu sudut bibir Gina.

"Ih nggak seru," protesnya.

"Yaudah kita seru seruannya nanti pas aku pulang saja," tawarnya.

Gina menggeleng, padahal gak bisa dilihat yoongi juga. "Gak percaya, paling nanti sibuk kerja lagi."

"Enggak, kita lagi libur panjang kali ini."

"Kita? Bangtan maksdunya?"

"Iya, yang lain juga lagi pada pulang."

"Berarti hari ini dorm kosong dong?"

"Masih ada Jungkook, dia batal pulang semalam, ada urusan mendadak katanya. Mungkin pagi atau siang ini dia baru berangkat pulang ke Busan," jelasnya memberitahu.

Sontak ingatan tentang Jungkook semalam terukir kembali dalam kepala. Astaga, kebetulan macam apa ini? Urusan mendadak? Apa mungkin urusan mendadak yang dimaksud Jungkook itu adalah dirinya?  Tapi kok bisa?

Sempat termenung sejenak lantas menggeleng kemudian. Ah, tidak. Rasa rasanya itu sedikit mustahil. Setidaknya itu yang sekarang Gina pikirkan.

"Oh baiklah, nikmati liburanmu," katanya kemudian.

"Iya, tunggu aku pulang," pungkas Yoongi.

Yeah, kurang lebih seperti itulah percakapan antara keduanya. Singkat. Tak begitu banyak hal yang bisa dibahas, terlebih Gina memang tidak ingin menceritakan kejadian pilu yang menimpanya itu. Cukup Jungkook yang tau. Ah, tidak. Bukan hanya Jungkook yang tau, tapi tampaknya semua orang. Iya, semuanya karena siaran itu.

Semua kejadian malam itu terekam jelas kecuali wajah Gina dan wajah pria berengsek itu. Kemudian siarannya berakhir tepat kala Jungkook datang dan menutupnya. Kalau tidak mungkin bisa gawat, sebab kala itu Gina memanggil nama Jungkook. Untungnya sih gak kerekam, kalau iya pastilah gempar dunia ini nanti. Lebih mengejutkannya lagi entah bagaimana bisa video siaran itu justru tersebar luas diberbagai platform online lainnya, bahkan sempat menjadi trending topic untuk beberapa saat.

Gina selaku tokoh utama tidak serta-merta merasa senang soal hal ini, justru memalukan baginya. Meski wajahnya tidak terlihat sih, tapi tetap saja itu dirinya. Kendati video itu dihapusnya karena ia benci bahkan tidak ingin melihat apalagi menyimpan rekaman kejadian itu. Bila dilakukan— semuanya berasa kembali terulang, menyedihkan juga menyakitkan. Gina benci, sungguh.

Sedari awal seharusnya Gina tahu bahwa jejak digital sulit untuk dihapus. Sampai kapan pun dan sekuat apapun ia mencoba tuk menghilangkan video itu nyatanya akan selalu saja sama. Video itu tidak benar-benar bisa hilang. Itulah mengapa seseorang perlu berhati-hati dengan kecanggihan teknologi sekarang, apalagi perihal merekam dan mengupload. Sederhana tapi bisa membalikkan hidup seseorang dalam sekejap kedipan mata, entah itu jatuh atau pun naik.

Sama halnya dengan ini, entah Gina harus berlega hati atau apa yang jelas berkat videonya yang tersebar itu pengikutnya kian bertambah banyak. Apalagi sewaktu dukungan datang membanjiri dari orang-orang yang mungkin sekiranya merasa iba atau bersimpati terhadap apa yang menimpanya itu. Akan tetapi, hal positif tidak selalu datang sendirian, pasti ada saja hal negatif yang mengikut layaknya kutu dalam kepala. Dan yeah, masih ada segelintir orang yang memberi komentar buruk dengan berbagai alasan yang memuakkan.

Well, its okey. Berpura-pura seolah tidak membaca komentar buruk menjadi pilihan untuk kesekian kalinya. Lagi pula ia bisa apa emang? Balik ngatain buruk? Enggaklah. Ngapain juga buang-buang tenaga buat ngeladenin yang gak penting. Gak banget. Gak cantik. Gina sukanya main cantik. Lagian kepalanya sudah sumpek buat dijejalin komentar buruk. Memilih mengabaikan juga melupakan adalah jalan terbaik.

Kadang hidup memang selucu itu, begitu pahit tuk dijalani tapi sukar tuk diakhiri. Namun yang pasti selalu akan ada orang yang membantumu bangkit kala rasa pahit itu menjatuhkan, kalau gak ada yah bangkit aja sendiri. Jangan manja. Semesta tidak akan menunggumu siap terlebih dahulu sebelum melempar pahitnya kehidupan.

***

Tak ada perubahan berarti yang terjadi dalam hidup Gina setelah semuanya. Masih sama saja. Masih rajin ngurusin kuliah, masih setia dengerin curhatan Eunjo tiap harinya, masih suka ngedrakor, masih aktif upload konten di channelnya, masih jadi kekasih Yoongi, masih diabaikan Jungkook, dan masih jadi maid.

Tentu saja, meski dorm itu kosong ditinggal mudik penghuninya—tetap saja masih harus dibersihkan biar gak makan gaji buta katanya.

Hari ini pun sama saja, dengan tungkai semampainya gadis itu menderapkan langkah beriring lenggangan santai memasuki apartemen mewah itu seperti biasanya. Pikir Gina tempat itu masih kosong sama seperti semingguan ini, nyatanya ia salah, sebab kini rungunya telah mendengar gemericik suara gaduh dari arah dapur.

"Eoh, Jungkook-ah!" seru Gina tatkala netranya mendapati presensi seorang Jungkook tengah memasukan beberapa wadah ke dalam kulkas. Jungkook sempat melirik Gina sekilas lalu kembali melanjutkan kegiatannya. Tak ada sapaan balik ataupun senyum penyambutan yang pria itu lontarkan.

"Kau sudah pulang?" Gina kembali membuka suara kala dirinya tiba di depan konter, di dekat Jungkook. Jungkook hanya mengangguk sekenanya sebagai balasan.

"Kapan kau sampai?" tanyanya lagi.

"Barusan," ucap Jungkook datar. Berusaha menimpali sebisanya, sedang tangannya sibuk menyusun wadah kimchi yang dia bawa dari kampung halaman.

"Kau cuman sendirian?" tanyanya selagi cilingak-cilinguk mencari presensi member lain."Yang lain belum pulang?" lanjutnya.

"Belum." lagi-lagi Jungkook berucap singkat seakan gak tertarik akan obrolan ini. Tangannya juga masih sibuk berurusan dengan benda pendingin itu yang entah mengapa tak kunjung selesai sedari tadi, padahal ia hanya perlu memasukkan beberapa wadah kimchi saja.

Sikap Jungkook yang terlihat seolah kurang nyaman itu tak ayal membuat Gina merasa tak enak hati lantas memilih undur diri dari hadapan Jungkook dan bergegas pergi ke ruangan lain guna mengerjakan tugasnya.

Setelah punggung sempit itu menghilang sontak kegiatan sok sibuk Jungkook tadi terhenti. Mematung sejanak lantas menghela nafas berat. Sungguh, Jungkook ingin berhenti bersikap konyol begini. Ia juga lelah dan tidak bermaksud memperlakukan Gina seperti itu, hanya saja ia bingung.

Jungkook bingung bagaimana ia harus menyikapi Gina kala ingatan kelewat memalukannya itu menyerbak memenuhi pikiran juga mengusik kalbu. Aksi rebutan ponsel sewaktu itu layaknya reka ulang, sukses memicu ingatan Jungkook perihal lakunya yang sembarang mendaratkan bibir di lahan orang. Alhasil ia dihantui rasa bersalah juga malu. Ingin meminta maaf tapi bibir tak sanggup berucap, rasa malunya membumbung tinggi melebihi apapun. Hal itulah yang menjadi penyebab perubahan sikap Jungkook belakangan ini.

Lagi-lagi menghindar jadi pelarian terbaik. Maka dari itu Jungkook memilih kembali ke kamarnya dan mengurung diri di sana. Pikirnya akan lebih baik jika ia tidak bertemu Gina sebelum ia tahu bagaimana harus kembali bersikap di depan gadis itu.

Tepat saat bentangan cakrawala menampakkan diri barulah Gina menapakkan kakinya menuju bilik coklat kepunyaan Jungkook yang sudah tertutup rapat sejak kehadirannya tadi. Sebenarnya Gina ingin segera pulang saja, namun sesuatu yang mengganjal di hati tidak bisa lagi dienyahkan. Hingga dirinya berakhir mengetuk benda persegi panjang itu.

Tok
Tok
Tok

Hening. Tak ada jawaban.

Detik selanjutnya ketukan kembali Gina layangkan. Tapi Hasilnya sama saja.

Sejemang membisu sambil menggigit-gigit bibir dalamnya Gina lantas membuka suara. "Jungkook-ah, apa kau sudah makan?" tanyanya menerobos keheningan.

"Apa kau tidak lapar Jungkook-ah?" tanyanya kembali usai memberi jeda beberapa saat. Berharap akan mendapat sautan kecil sebagai jawaban dari balik pintu di hadapannya.

"Ah, keknya Jungkook lagi tidur deh," simpulnya usai mendapati keheningan."Sayang sekali, padahal aku sudah masak ramen untuknya, kalau dibiarin kelamaan pasti bakalan bengkak. Mana aku sudah mau pulang lagi," katanya bermonolog dengan suara yang dikeraskan.

"Aku pamit pulang, Jungkook-ah. Semoga kau sudah bangun sebelum ramennya bengkak," pungkasnya.

Setelahnya tak ada lagi sautan suara yang menggaung di balik pintu. Membuat Jungkook membuka matanya perlahan-lahan lalu bangkit mendudukkan diri. Astaga, ternyata sejak tadi pria itu mendengar Gina. Jungkook gak tidur, hanya pura-pura tidur. Sedikit konyol mungkin tapi begitulah, apalagi alasannya kalau bukan untuk menghindari gadis itu.

Sejujurnya Jungkook teramat lapar, terakhir kali lambungnya diisi hanya waktu sarapan pagi dan sekarang sudah sore. Terlebih kala Gina menyebut ramen tadi—astaga, lambungnya kian mengamuk saja minta diisi. Lagi pula Gina juga sudah pulang bukan.

Maka tanpa berniat menunggu lebih lama lagi ia lekas bangkit dan pergi menuju dapur. Benar saja, ada semangkuk ramen di meja makan dengan asap mengepul juga aroma yang teramat menggugah selera. Jungkook mana tahan. Tanpa pikir panjang ataupun melihat ke sekeliling lagi langsung saja diembatnya hidangan itu.

"Kau sudah bangun rupanya," suara Gina menginterupsi. Menampakan dirinya yang perlahan muncul dari balik konter dapur. Hal yang sukses membuat Jungkook tersedak seketika.

Sebenarnya tadi itu hanya akal bulus Gina buat mancing Jungkook keluar. Biasa, main cantik. Gina tau pasti Jungkook mengurung diri di kamar karena dirinya, maka sebab itu ia bertekad untuk mengakhiri semuanya hari ini. Tipu muslihat pun diluncurkan saat Jungkook kekeuh dengan berpura-pura tidur, padahal jelas-jelas tadi Gina mendengar suara bersin setibanya di depan pintu. Karena sejatinya orang yang sedang tertidur tidak akan bisa bersin. Sebab struktur di dalam otak yang bernama talamus dan korteks selebral sedang bekerja untuk menjaga keadaan otak tetap tenang saat manusia tidur dan ini semacam hal yang menghalangi masukan sensorik hingga bersin sukar terjadi. Tentu saja Gina tau hal itu.

"Makannya pelan-pelan saja. Gak bakal kurebut kok," kekehnya seraya mendekati Jungkook dengan segelas air terengkuh dalam genggaman. Yang kemudian diberikan kepada Jungkook guna meredakan keterkejutannya barusan.

"Makasih," ucapnya seusai menegak air minum tadi hingga tandas. Menyeka bibirnya singkat Lantas menilik Gina kembali yang sudah terduduk di depannya. "Kenapa kau belum pulang?" tanyanya berusaha mengatur suara setenang mungkin.

"Jangan begitu. Kau semakin terlihat jelas sedang menghindariku," balas Gina santai dengan senyum ramahnya.

"Ani... aku bertanya karena tadi kau pamit pulang," kilah Jungkook. (Bukan)

Gina mengangguk pelan sedang bibirnya menyungging mengejek."Oh, jadi tadi kau mendengarku rupanya."

Skakmat untuk Jungkook. Pria itu tidak bisa mengelak lagi dan hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Tadi aku memang pamit pulang, tapi bukan pamit pulang ke kosku, melainkan pamit pulang dari depan kamarmu ke dapur," jelasnya.

Jungkook menghela nafas, merutuki diri atas apa yang terjadi. Lantas memilih tuk kembali melanjutkan aksi makan ramennya yang sempat tertunda sebagai pengalihan dan juga dia lapar sih.

"Jungkook-ah, aku perlu bicara," katanya yang membuat aksi makan Jungkook kembali terhenti seketika. "Habiskan dulu ramenmu," lanjutnya dengan penuh keramahan.

Maka dari itu, pelan tapi pasti Jungkook kembali melanjutkan suapannya dengan Gina yang hanya diam menyaksikan bagaimana pria itu nampak begitu kikuk tapi menggemaskan di waktu bersamaan.

Merasa tak nyaman juga memantapkan diri untuk menyudahi sikap konyolnya yang semakin membuat malu itu, Jungkook lantas menyudahi kegiatan santap menyantapnya.

"Noona boleh bicara," katanya masih berusaha acuh, melirik ke sembarang arah guna menghindari tatapan samg lawan.

"Jungkook-ah, apa aku pernah berbuat salah padamu?" tanya Gina hati-hati. Jujur, sampai sekarang ia sama sekali tidak tau alasan perubahan sikap Jungkook itu.

Sontak Jungkook terdiam, menunduk dengan tatapan terselimuti rasa bersalah."Tidak pernah," lirihnya.

Bingung. Gina sungguh bingung. "Lalu kenapa bersikap seperti ini?"

"Bersikap bagaimana?"

"Kau menghindariku," jelas Gina.

Jungkook terdiam untuk waktu yang lama. Larut dalam pikiran dan perasaannya sendiri. Sampai akhirnya ia berucap, "Mianhae." (Maaf)

Satu kata yang sukses membuat keduanya membisu dalam keheningan. Jungkook terlampau malu tuk membuka suara lebih jauh. Ini benar-benar menyiksa batin dan menggerogoti segala keberaniannya. Alhasil ia hanya bisa menunduk frustasi sebagai akhirnya.

Oke, Gina tak mau mempersulit diri dengan memikirkan berbagai alasan yang mungkin menjadi penyebab Jungkook menghindarinya. Tak ingin juga membiarkan Jungkook terus terusan menghindar begitu. Kalau sudah begini kartu As kepunyaannya pun terpaksa harus dikeluarkan.

"Jungkook-ah, aku ingin menggunakan kupon permintaan yang kau berikan dulu," ujarnya dengan wajah sumringah. Tubuhnya condong ke arah Jungkook dengan lengan bersimpuh di atas meja.

Pandangan Jungkook akhirnya terangkat, menatap Gina dengan sirat keterkejutan pun penasaran. "Apa yang noona inginkan?"

"Aku minta kau berhenti menghindariku," pintanya dengan sedikit penekanan. Senyumnya merekah sedang sorot matanya tampak begitu serius."Kau harus mengabulkannya. Kau sudah janji, Jungkook-ah," ingat Gina.

Jungkook kembali terdiam. Membisu dengan berbagai pikiran menghantam kepala. Apa sikapnya begitu keterlaluan sampai Gina harus menggunakan kupon permintaan itu? Ah, sial. Teringat kembali akan setiap lakunya yang konyol juga memuakkan. Kekanak-kanakan sekali memang. Jungkook akui itu, pun menyesalinya.

"Kalau kau tidak mengabulkannya, maka akan kuberitahu pada semua ARMY bahwa seorang Jungkook yang tamvan, sexy, hot, pintar melukis, jago ngedance, jago nyanyi, badan sixpack, suka makan, lucu, imut, sayang orang tua dan rajin menabung itu adalah orang yang suka ingkar janji," ancam Gina karena Jungkook tak kunjung memberi respon.

Seketika Jungkook mengulum senyum tipis. Perasaannya tiba-tiba menghangat. Kemudian tertawa kecil ketika teringat salah satu video Gina tentang dunia perbucinannya. "Hey kau mengancam atau memujiku?" kekehnya.

"Dua duanya," aku Gina dengan senyum terpatri usai maniknya kembali menangkap lengkungan indah seorang Jungkook. Sumpah, senyuman Jungkook itu indah sekali setelah sekian lama menghilang dari radar penglihatannya. Apalagi kalau alasan terbentuknya karena kalimat Gina barusan—wah, sungguh manis sekali! Astaga, ingin rasanya Gina bikin nasi tumpeng untuk merayakan keberhasilannya ini.

Jungkook melipat kedua tangannya di dada, besandar dengan sorot intens menilik sang lawan."Padahal kau juga suka ingkar janji."

"Hey aku mana pernah ingk---"

"Malam itu, di balkon. Kau janji bahwa itu akan menjadi terakhir kalinya aku melihat wajah jelekmu ketika menangis," potong Jungkook.

"Lalu?"

"Lalu yang di minimarket itu apa?" tanyanya bersamaan mengangkat dagu pongah seolah menghakimi Gina dengan ucapannya sendiri

"Hey, di situ aku menangis dengan wajah cantik," bantahnya seraya menepis udara di depannya sebagai bentuk penolakan. Actually Gina tak sepercaya diri begitu. Ia hanya berusaha—apa yah namanya—mencairkan suasana mungkin.

Jungkook mendecih. Guratnya terlihat mengejek. Sedikit terkikik. "Kau narsis juga rupanya, tidak beda jauh sama Jin hyung."

"Geunde... Jungkook-ah, kenapa kau bisa ada di sana saat itu?" Seketika Gina teringat pertanyaan itu. Ia penasaran.

Masih dengan wajah angkuhnya Jungkook menjawab, "Geunyang... aku tidak sengaja lewat dan melihatmu menangis."

Huh? alasan klasik.

"Lewat?" Kening Gina mengkerut keheranan.

"Iya. Aku lagi ada sedikit urusan di daerah itu, terus pas mau pulang aku dengar orang nangis dan ternyata itu adalah noona," jelasnya.

Dipikir berapa kali pun rasanya tetap saja ada yang janggal. Kendati demikian Gina mengangguk percaya.
"Oh begitu."

Hening sejenak sampai akhirnya Jungkook membuka suara lagi.

"Noona, cukup dua kali aku melihat wajah jelekmu itu. Jangan perlihatkan lagi," canda Jungkook dengan muka asam seolah tak kuat jika harus melihat untuk yang ketiga kalinya.

"Arasseo, aku janji malam itu akan menjadi terakhir kalinya kau melihat wajah cantikku kala sedang menangis. Kupastikan kau tidak akan melihatku menangis lagi," tuturnya enteng. Dari sekian banyak rentetan kejadian yang terjadi secara kebetulan bukankah dua kali sudah cukup? Kalau terjadi sampai tiga kali itu bukan kebetulan lagi namanya tapi takdir. Dan Gina rasa takdir itu tidak berpihak lagi padannya. (Baiklah)

"Bagaimana jika aku melihatnya lagi?" tantang Jungkook.

Gina mengendikan bahu."Yasudah liat aja lagi."

"Tidak bisa begitu. Kau harus memberiku royalti karena pemandangan buruk yang kulihat dan juga untuk bajuku nantinya."

"Royalti nenek moyangmu. Bagaimana pun akan kupastikan kau tidak akan melihatnya lagi. Janji," tegasnya seraya mengangkat kelingking.

"Tapi, jika aku melihatnya lagi maka kau harus memberiku satu kupon permintaan," putus Jungkook.

"Heh, mana bisa begitu."

"Bisa dong."

Tak ingin berdebat lebih lama karena ia harus segera pulang akhirnya Gina mengalah. Lagi pula ia yakin Jungkook tidak akan melihatnya menangis lagi. "Baiklah, asal jangan minta hal-hal yang membuatku miskin, aku sudah miskin jangan kau bikin tambah miskin lagi."

***


Entah yang keberapa kali sudah Gina datang berkunjung ke gedung pencakar langit dengan 26 lantai itu, sampai-sampai penjaga resepsionis saja sudah hafal dengan dirinya.

Kunjungannya kali ini bukan karena manajer Sejin melainkan karena Jungkook.

Barangkali Gina harus merasa senang atau bagaimana—yang jelas, usai hari itu Jungkook benar-benar menepati janjinya, menghentikan tingkah konyolnya yang lari menghindar itu. Kini Jungkook balik ke versi semula. Versi ramah dan jahil. Kendati demikian Gina tak keberatan, setidaknya itu lebih baik daripada dijudesin Jungkook. Percayalah, muka judes Jungkook itu menakutkan.

Jikalau boleh dikata Jungkook itu gak beda jauh sama Yoongi, sama sama punya etos kerja yang kuat. Yang lain juga sih sebenarnya. Kala sedang libur pun keduanya tetap setia berkunjung dan mendekam di studio masing-masing. Produktif sekali. Atau justru mereka kehabisan akal tuk menghabiskan waktu libur. Beda halnya dengan  member lain yang benar-benar memanfaatkan waktu libur mereka seperti Jimin yang pergi ke paris, Namjoon yang keliling Eropa, Taehyung yang ke Jeju, Hoseok yang ke LA untuk important businessnya dan Seokjin yang masih betah di kampung halaman.

Maka dari itu, demi mengembang perintah sang majikan Gina pun menapakkan tungkainya perlahan menuju studio Jungkook seraya menjinjing paper bag yang berisi pakaian ganti berupa celana pendek dan kaos oversize bertuliskan merek fila. Jungkook habis ngegym, malas pulang, maunya mandi dan ganti baju dikantor saja.

Setibanya di depan bilik kaca putih itu maka langsung saja diketuknya hingga benda persegi panjang itu menyingkap dan menampilkan sosok pria tampan nan imut dengan  senyum mengembang yang menyambutnya.

"Ini permintaan mu tuan Jungkook." Gina membungkuk dengan tangan lurus menyodorkan paper bag ke Jungkook. Berlagak layaknya seorang pelayan dalam drama sejarah yang  ditontonnya.

"Oh! jalhaesseo," serunya mengusap lembut puncak kepala Gina sampai yang bersangkutan kembali menegakkan tubuh. "Sebagai bayarannya akan kutraktir kau makan," sambungnya berbaik hati. (Good job)

"Bayar pake uang ajalah." Tangan Gina sudah menegadah meminta bayaran. Namun, itu tidaklah sungguh-sungguh. Hanya sekedar candaan.

Jungkook menggeleng. "Hey, ini belum waktumu gajian dengan uang."

"Yasudahlah aku balik aja," putusnya seraya coba berpaling.

Jungkook menahan. "Hey, apa kau tidak mau menerima traktiran dari seorang Jungkook, huh?" tanyanya bersamaan dengan alis yang dinaik turunkan. Ada makna terselubung dibalik kalimatnya itu. Ayolah, Jungkook lagi berusaha menggoda Gina. Memancing jiwa Fangirl Gina untuk menampakkan diri.

"Bukannya tidak mau, tapi aku sudah makan tadi." Jungkook gagal. Gina gak kepancing.

"Kalau begitu temani aku makan, oke."

"Ajak yang lain saja, Aku harus pulang sekarang sebelum jam sibuk, tubuh kecilku ini tidak sanggup berdesak desakan di dalam bus," keluhnya.

"Kalau kau menemaniku, nanti akan kupanggilkan taksi untuk mengantarmu pulang, eoh?" tawarnya.

"Jeongmal?" (Sungguh?)

Bagi Jungkook itu adalah kata ya, maka langsung saja pria itu mendaratkan lengannya di pundak Gina. "Kajja!" (ayo)

Sepanjang jalan menuju kafetaria yang ada di lantai satu Gina tak henti-hentinya memberontak tuk membebaskan diri, namun nyatanya ia hanyalah remahan rengginang untuk seorang Jungkook.

"Yakh Jungkook-ah, singkirkan lenganmu," desisnya setelah keluar dari lift. Merasa tak nyaman atas sorot mata beberapa orang yang melihat.

"Wae?" tanya Jungkook acuh.

"Bagaimana pun aku masih lebih tua darimu." Gina mengingatkan sambil terus berjalan cepat menyeimbangi langkah besar Jungkook.

"Lalu?"

Gina mendongak, melirik Jungkook sekilas. "Bukankah kau harus bersikap sopan padaku, huh?"

"Ini caraku bersikap sopan padamu noona." Jungkook memberi penekanan pada kata terakhir, entah mengejek atau apa yang jelas senyuman Jungkook merekah setelahnya.

"Tapi Jungkook-ah---"

"Oh! itu Yoongi hyung," seru Jungkook mendapati Yoongi yang juga ada di dalam kafetaria itu.

Sontak Gina menggiring obsidiannya mengikuti pandangan Jungkook. Sepersekon kemudian langkah kakinya terhenti dengan air muka yang berubah seketika.

Netranya menyorot Yoongi yang tengah bersimpuh menikmati secangkir americano dan mengobrol santai bersama seorang wanita juga pria penuh rasa kejut. Gina kaget bukan main. Bibirnya bungkam. Nafasnya tercekat. Tubuhnya stagnan. Otak dan jantungnya seketika kalut dan tak bisa diajak bekerja sama. Mendadak ia merasa lemah sekali.

"Wae?" tanya Jungkook saat melihat jelas perubahan raut wajah Gina, wajahnya menegang dengan  pandangan mata yang bergetar seolah melihat sesuatu yang mengerikan. Gina ketakutan.

Gina membebaskan diri dari rangkulan Jungkook dengan cepat."Jungkook-ah, maaf aku tidak bisa menemanimu." Tanpa menunggu balasan Jungkook, gadis itu lekas berpaling dan pergi dengan tergesa-gesa dari tempat itu.

***

W

essss gimana gimana?

Kalian kalau dikasih kupon permintaan sama Jungkook bakal minta apa nih?

Padahal gina udah ada rencana buat minta dinikahin tapi... Ah yaudahlah yah 😆

Gak kuat dia disinisin 😏

Jungkook juga sih pakai acara malu malu segala padahal aslinya suka malu maluin 😂

Ah terakhir, kira-kira gina ngeliat apa sampai terkejut terheran-heran begitu?

Btw ini foto Yoongi waktu lagi dijalan pas pulkam. Dia pulang bareng Taehyung. Taehyung nya yg nyetir. Pas habis selfie dia tidur. Jadi telfon hina gak keangkat deh 😌

.
.
.
.
.
.

Terakhir.
Jungkook Update 😱

Anggaplah ini dia habis ngegym terus selfie dulu sambil nungguin Gina datang bawaain baju ganti.

Continue Reading

You'll Also Like

243K 36.6K 67
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
76.4K 3.8K 18
Aku ingin jadi dewasa. Tapi dimata ketujuh oppaku, aku tetaplah adik kecil mereka...
498K 37.2K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.