Arranged Marriage [TERBIT]

By rennjaee

3.4M 227K 14.4K

[Mohon kebijakan saat membaca!] PEMBELIAN BISA MELALUI SHOPEE, CEK BIO! *** Sakit ketika mendengar orang ya... More

Pict
- Prolog -
[01] Kembali
[02] Murid Baru
[03] Dia?
[04] Bertemu
[05] Restaurant
[06] Berkenalan Kembali
[07] Maaf
[08] Dekat, lagi.
[09] Ketahuan
[10] Sah
[11] Hari Pernikahan
[12] Malam Pertama
[13] Pagi Hari
[14] Belanja
[15] Mie Mang Burjo
[16] Ruang Keluarga
[17] Maju Teroos
[18] Berduaan
[19] Kembali Sekolah
[20] Cilla
[21] Creepy
[22] Aqilla Aneh
[23] Memulai Semuanya
[24] Dihukum
[25] Berita Aqilla
[26] Uwu
[27] Angin Malam
[28] Lapangan
[29] Terungkap
[30] Tetangga Baru
[31] Belakang Kelas
[32] Kelakuan Cilla
[33] Rahasia Lea dan Aqilla
[34] Tangga Sekolah
[35] Tragedi
[36] Menyesal
[37] Kamar Rawat
[38] Berfikir
[39] Ruang Rawat Lea
[40] Video Call
[41] Koridor Sekolah
[42] Teman Kelas
[43] Menjemur Pakaian
[44] Jemuran Lagi Apa?
[45] Cilla Berulah
[46] Adzel Berbicara
[47] Warung Gicstu
[48] Putus
[49] Diculik
[50] Meloloskan Diri
[51] Lea Pulang
[52] Menemukan Lea
[53] Maaf (2)
[54] Kembali Sekolah
[55] Rooftop
[56] Waktu Berdua
[57] Ricuh Dalam Kelas
[58] Kecelakaan
[59] Jena
[60] Pemakaman
[61] Ujian Kenaikan Kelas
[63] Ruang Ujian
[63] Leo Jahil
[64] Bus
[64] Di Kamar Villa
[65] Ada Apa?
[67] Leo Sakit
[68] Aneh
[69] Birthday Boy
[70] Kabar Baik
INFO
GRUP WHATSAPP
VOTE COVER!!
PRE-ORDER

[66] Jalan-jalan

27.7K 2K 114
By rennjaee

Hening.

"Gini aja, lo tanya baik-baik sama Sean. Selama lo menghindar, Sean nanya apa aja sama lo?" tanya Lea menatap Bianca.

Gadis itu menunduk. "Nggak ada."

"Sinting tuh cowok!" celetuk Aqilla terkekeh sinis.

"Dari sebelum gue ngejauh juga dia kayaknya udah ngejauhin gue, terbukti yang biasanya berangkat pulang bareng tiba-tiba nggak lagi." kata Bianca. Mereka semua mendengarkan. "Emang sepele sih, tapi ada beberapa hal yang gak bisa gue ceritain."

"Awalnya gue positif thinking mungkin dia sibuk sama sekolah, tapi yaudah lah."

"Gue ketipu sama muka dia anjirr. Kirain dia nggak bakal kayak Leo," ujar Aqilla.

Diam-diam Leo berdecak malas. apa sih gue mulu.

"Ihhh kok bawa-bawa Leo? Jangan disangkut pautin lah." protes Lea tidak terima. Bibir Aqilla maju, mencibir Lea.

Tiba-tiba ponsel Dona berdering, ada yang meneleponnya. Lea yang memang sedang memegang ponsel itu pun sontak melihat layar.

Kak Sean is calling...

"Angkat, Ya, angkat," titah Tania.

Dengan ragu Lea mengangkat panggilan itu, lalu memencet speaker agar dapat didengar dengan yang lain. Termasuk Leo.

"Selamat malam, Dona. Gimana tadi? Seru gak? Disana pasti dingin banget tuh. Coba aja ada gue, pasti gue kasih lo susu jahe."

Lea, Aqilla, dan Tania menatap Bianca yang sedang memandang kosong layar ponsel Dona.

Merasa tidak ada respon, disebrang sana Sean mengernyit bingung. Ia menatap layar ponselnya. Ternyata masih terhubung.

"Halo Dona? Nggak ada sinyal? Padahal gue udah bilang sebelum berangkat ganti kartu dulu. Ngeyel sih."

Tania berlari menuju pintu yang menghubungkan kolam renang dengan dapur, lalu berseru,

"Dona? Ini ciu nya sisa sebotol. E-eh lagi berduaan, ya? Maaf ganggu deh." ia terkikik pelan.

"Dona lagi sama siapa?"

Mamam! Nada suara Sean sudah berubah.

"Lo denger gak Dona? Halo halo, test. Gue ganggu? Atau lo ada disitu gak sih?"

Bianca berdehem pelan, menetralkan suaranya yang sudah dipastikan serak.

"Gak ada Dona, adanya Bianca."

Disebrang sana, Sean duduk terdiam. Apakah dirinya tidak salah dengar?

"Don?"

"Gak ada Dona, adanya Bianca." ulang Bianca.

Hening. Tidak ada sahutan dari Sean.

"Bisa jelasin ke gue, Yan?" tanya Bianca, mengambil alih ponsel Dona dari genggaman tangan Lea.

"Setidaknya pas kita putus, nanti nggak perlu repot-repot ketemu buat ngejelasin semuanya." tambah Bianca ketika Sean masih bungkam.

Helaan nafas Sean terdengar, kemudian disusul deheman pemuda itu. "Aku tau kamu cewek baik, Ca. Aku suka sama kamu juga tanpa paksaan siapa-siapa,"

Terlalu lama merangkai kata-kata, membuat Lea dan yang lain merasa pegal berdiri. Keempat perempuan itu memilih duduk lesehan didekat kolam. Tidak peduli dengan yang punya ponsel apakah lagi mencari ponselnya ataukah tidak.

"Hari-hari aku sama kamu berjalan mulus. Sampe akhirnya pagi itu aku ketemu sama Dona dipinggir jalan. Dia lagi nunggu angkot."

Bianca terkekeh, sudah bisa menebak. "Terus lo ngangkut dia, terus kalian deket?"

"Maaf, Ca. Aku minta maaf."

"Bukan salah siapa-siapa. Hubungan gue sama lo emang nggak ditakdirin untuk selamanya."

"Ca, please, aku minta maaf. Aku mau ngejauhin dia tadinya, tapi beberapa hari ini kamu kayak menjauh, jadi aku butuh pelampiasan, Ca."

"Halah sia boy!" gumam Leo pelan, seperti angin lalu.

"Gue ngejauh pun punya alesan, Yan," Bianca menghapus air matanya. "Udahan aja ya?"

"Ca, aku minta maaf. Aku bakal ngej---"

"Nggak Sean. Aku minta maaf kalau selama ini bikin kamu nggak nyaman. Makasih untuk beberapa minggunya."

"Ca, Ca kamu----"

Tut.

Bianca menyimpan ponsel Dona diatas lantai. Gadis itu menyembunyikan wajahnya disela-sela lipatan tangannya yang memeluk kedua lutut. Punggungnya yang bergetar membuat semuanya tahu jika dirinya sedang menangis.

Leo mengeluarkan ponselnya, kedua ibu jarinya mengetik lincah diatas layar.

Lea gemes😻

K dpr bw hp dona |
Nnti aku balikin ke yg pnya |


Read.

Leo tahu jika dirinya sudah ikut campur dengan urusan Bianca. Ia hanya tidak ingin Dona datang mengambil ponsel tapi malah bertemu Bianca, dan malah terjadi hal yang tidak-tidak.

***

Dipagi hari yang sejuk ini, siswa-siswi dan para guru sedang jalan sehat mengelilingi kebun teh yang terletak tidak jauh dari villa.

Lea dengan keempat temannya berjalan bersisian dibarisan kelas, dibelakang mereka terdapat kelompok Leo dan para teman-temannya yang lain.

Jalanan yang sepi dan lebar tidak dilalui oleh kendaraan beroda dua apalagi beroda empat. Jadi semakin kesini, barisan mereka semakin tidak tahu aturan. Ada yang kejar-kejaran, ada yang memilih untuk duduk menyelonjorkan kakinya, ada yang sempat-sempatnya berselfie ditengah-tengah kebun, dan ada yang nyasar ke sebuah warung gorengan.

"Bu! Bu Nana!" panggil Zalik selaku ketua kelas, tetapi memilih ikut berbaris bersama Leo dan yang lainnya.

Bu Nana yang berjalan bersama wali kelas Mipa 1, sejajar dengan kelompok Lea pun menoleh kebelakang, tanpa menghentikan langkahnya.

"Kenapa Zalik?" panggilnya lembut. Leo berdecak dalam hati.

Giliran sama yang rada soft baru jinak. Cibirnya.

"Sarapan jam berapa, Bu?" tanya Zalik.

"Jam tujuh kayaknya, Lik. Habis ini kita senam sebentar, baru sarapan terus acara bebas sampe siang."

Aqilla yang memang ikut jalan sehat pun bertanya. "Abis itu pulang, Bu?"

Bu Nana mengangguk. "Kita pulang jam setengah satu katanya, setelah sholat Dzuhur."

Bahu Kania merosot. "Yah, Bu. Masa sebentar banget?" dirinya ingin lebih banyak membuat momen-momen terakhir bersama Bianca dan yang lain disini.

Bu Nana menoleh ke arah Kania. "Besok acara kelas sepuluh soalnya."

"Asiikk.. mau ikut ah." seru Anan dari belakang, langsung mendapatkan geplakan dari Fairuz.

"Berisik. Norak ke Jakarta doang." kata Fairuz.

Riuh tepuk tangan terdengar. Jejeon, Adzel, Dzikri, Johan, Zalik, dan para cewek-cewek yang menciptakannya keriuhan tersebut.

"Jakarta doang katanya, bray," ujar Dzikri seraya menggelengkan kepalanya.

"Terus level si Fai apa dong ya?" tambah Jejeon pura-pura berfikir.

"Fairuz levelnya Amazon. Temennya disana semua." celetuk Johan merangkul bahu Fairuz, sok akrab.

Si empunya langsung menepis kasar tangan Johan yang bertengger manis dibahunya. Wajah Fairuz bertambah jutek, ia tidak suka diledek.

"Berisik."

Leo yang mengerti Fairuz pun segera melerai. Laki-laki itu langsung mengalihkan perhatian mereka.

"Cabut kuy kewarung. Belum ngudud nih asem," ujar Leo membuat teman-temannya menoleh.

Adzel mengangguk paling antusias. "Kuy kuy. Ayo cabut." matanya menangkap tukang gorengan yang ditata rapih menggunakan meja. "Tuh beli pisang goreng mantep kayaknya."

Semuanya menoleh ke arah tukang gorengan tersebut, kecuali cewek-cewek yang sudah sibuk berselfie.

"Gaslah."

Jejeon langsung berlari menghampiri tukang gorengan tersebut. Disusul Johan, Anan, Dzikri, sedangkan Leo, Zalik dan Fairuz berjalan santai menghampiri teman-temannya yang sudah duluan.

Mata Kania tidak sengaja menangkap sosok pacarnya yang sedang mengantungi donat kentang kedalam plastik perapatan. Ia langsung berujar heboh.

"EHH ADA BAKWAN JAGUNG GAK YAAA?" tanpa babibu Kania berlari menghampiri tukang gorengan.

Tentu saja yang lain terkejut. Mata mereka mengikuti arah punggung Kania yang semakin menjauh, kemudian gadis itu berhenti ditukang gorengan, bergabung dengan para cowok-cowok.

"Bu, izin beli jajan, boleh Bu?" tanya Lea selembut mungkin pada Bu Nana. Dirinya ingin beli donat coklat. Siapa tahu saja ada.

Terdengar helaan nafas dari Bu Nana, matanya sudah menangkap beberapa anak muridnya yang sedang jajan. "Iya yaudah. Jangan lama-lama."

Tanpa menjawab ucapan Bu Nana, Lea segera berlari diikuti Tania dari belakang. Bianca dan Aqilla berjalan pelan-pelan, karena jika mereka ikut berlari, takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada kandungan Aqilla.

"Donat coklat ada gak?" mata Lea menjelajah kesana-kemari, memperhatikan gorengan yang dipilah-pilah di nampan plastik.

Sadar jika yang diinginkan tidak ada, bahu Lea mendadak merosot. "Yahh.. nggak ada donat coklat." gumamnya.

"Ada kamu juga?" celetuk Leo yang baru saja kembali dari warung kecil, letaknya tidak terlalu jauh dari tukang gorengan ini.

Lea menoleh kebelakang, matanya melirik sekilas benda yang berada digenggaman Leo.

"Mau nyari donat, tapi nggak ada." adunya, membuat Leo gemas.

"Sini, sini." tangan kanan Leo menarik bahu Lea, ia merangkul istrinya.

Sebelah tangan Leo yang semula menggenggam rokok, kini diam-diam bergerak memasukkan bungkus rokok kedalam kantung celana olahraganya.

"Donat coklat jarang ada di tempat gorengan gini. Mau banget donat coklat?" tangan Leo yang semula menggenggam bungkus rokok, kini mengusap lembut keringat yang mengalir di pelipis Lea.

"Mauu, aku pengen donat coklat." mata mereka berturukan, saling menatap.

"Permisi bis tayo hendak melindas bibit cinta." Anan berjalan melewati Leo dan Lea. Dengan sengaja pemuda itu menubruk bahu Leo membuat keduanya terhuyung.

Leo menoleh tidak terima. "Gue tampol lo!" ia melepas rangkulannya, lalu berjalan cepat hendak menghampiri Anan yang sudah berlindung dibalik tubuh Zalik.

"Leo." secepat kilat Lea menahan pergelangan tangan Leo.

Laki-laki itu langsung berbalik. Sebelah alis Leo terangkat, mata tajamnya menatap Lea.

"Temenin aku jalan-jalan aja," ujar Lea yang mendapat dua ancungan ibu jari dari Anan.

Tanpa menoleh ke arah awal targetnya, Leo langsung merangkul bahu Lea kembali.

"Gue duluan yaa." pamit Lea kepada yang lain.

"Sok."

"Iya sono bucin!"

"Jangan lupa balik ke villa."

"Iyaaaa..."

Setelah menerima sahutan dari teman-temannya, Lea dan Leo berjalan beriringan dipinggir kebun teh. Hanya mereka berdua, sebab barisan angkatan mereka sudah berjalan jauh didepan sana.

Selama perjalanan, tidak ada yang membuka suara. Leo menatap lurus jalanan, dan Lea melirik-lirik kebun teh disekitarnya.

Sejuk. Itu komentar Lea untuk saat ini, nggak tau nanti siang.

"Yang.." panggil Leo, sedikit menundukan kepalanya.

"Yang haus yang haus." cibir Lea.

Leo berdecak mendengarnya. "Serius."

Kepala Lea mendongak sekilas, lalu menoleh kekanan dan kekiri, memperhatikan kebun teh kembali.

"Apa?" tanyanya.

Telapak tangan kanan Leo mengusap pucuk kepala Lea, lalu mengecupnya sekilas.

"Kamu haus?"

Lea menggeleng.

"Masih mau donat?" tanya Leo lagi.

"Biasa aja, kalau nemu donat ya aku beli. Kalau nggak ya yaudah." balas Lea.

Leo mengangguk. "Nanti kayaknya didepan ada warung, siapatau jual donat yang biasa kamu beli."

"Iya." seketika Lea teringat sesuatu. "Kamu tadi beli rokok?"

Mata Leo mengerjap. Jujur nggak jujur nggak jujur nggak.

"Iya beli, tadinya mau dibagi-bagi juga buat yang lain." jawab Leo tidak ingin berbohong.

Tangan kiri Lea meraba kantung celana Leo. "Terus kenapa nggak dikasihin?" tanyanya pelan.

Leo menggaruk tengkuknya yang mendadak gatal. "Lupa. Tadi otak aku isinya kamu doang, jadi lupa sama tujuan awal."

"Halah, kamu gombal kan?" Lea mendongak, menunjuk-nunjuk pipi Leo.

"Nggak sih!" tangan kiri Leo menepis pelan jari telunjuk Lea. "Aku jujur dibilang gombal, pas digombalin malah ngegombal balik." ia berdecak pelan.

Lea terkekeh pelan. "Makanya keseringan gombal."

Kepala Leo menunjuk, bibirnya mendarat dikening Lea. "Emang kenapa?"

Lea menoleh, menatap perkebunan kembali. "Aku suka deg-degan kalau denger kamu gombal."

Seketika Leo tergelak. Tangan kanannya yang merangkul, kini terangkat mencubit pipi kanan Lea. "Berarti kamu baper sama aku. Kalau kamu baper, otomatis kamu sayang sama aku. Kalo sayang, udah jelas kamu cinta sama aku." katanya terselip nada percaya diri disana.

Lea mendengus. Tangan kirinya mencubit kecil pinggang Leo. "Ngomongnya jangan kenceng-kenceng, kalau ada yang denger gimana?"

"Lah, kenapa emangnya? Malu ketauan cinta sama aku? Gapapa kok, yang. Aku juga cinta kamu." Leo memeluk tubuh Lea dari samping.

Si empunya merutuk dalam hati. Kenapa bucin banget sih mas?

"Lihat temanmu! Bucin sekali bukan?" tanya Dzikri pada Johan.

Mereka sudah berjalan kembali, dibarengi dengan cewek-cewek. Langkah mereka memang jauh dengan Lea dan Leo, tetapi mata mereka bisa melihat jelas apa yang dilakukan kedua sejoli itu.

"Dikebon aja bucin, apalagi dirumah. Beuhhh ajib kali ya." mata Adzel menerawang, membuat Fairuz menggeplak kepalanya.

"Gue tau otak liar lo," ujar Fairuz yang dibalas cecengiran oleh Adzel.

Anan menoleh kebelakang. Ia berdecak kesal. "Depan bucin, belakang bucin," kemudian matanya melirik ke arah kiri. Disana ada Dzikri yang berjalan seraya bergandengan tangan bersama Kania.

"Maksiat aja belagu lo, Dzik!" celetuk Anan.

Merasa tersinggung, Dzikri dan Kania pun menoleh. Mereka melirik Jejeon dan Aqilla yang sedang berjalan sambil berpegangan tangan juga. Baru saja hendak membuka mulut, ingin melakukan pembelaan. Suara Jejeon terlebih dahulu terdengar, membuat Dzikri kembali mengatupkan bibirnya rapat-rapat.

"Apa lo? Gue sama Aqilla udah sah!"

"Besok gue nikah dah anjrit." balas Dzikri melengos.

Yang lainnya pun tertawa mendengarnya, termasuk Fairuz si cowok jutek. Kecuali Dzikri dan Kania. Kedua sejoli itu malah memasang wajah masam.

| ToBeContinue |

Continue Reading

You'll Also Like

47.4K 1.2K 40
[New Version] Hanya kisah sepasang sahabat yang sudah terjalin sejak kecil. Hingga di masa putih abu-abu, mereka dipertemukan kembali di satu sekolah...
4.3M 258K 61
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
17.7M 761K 59
Pernikahan dini hasil dari perjodohan dadakan memang terdengar tabu di era modern seperti ini. "Remaja SMA berumur 16 tahun menikah karena dijodohkan...
784K 79.3K 45
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...