Destiny With Bangtan (COMPLET...

By sangneul7

34.9K 3.3K 279

TULISANNYA BERPROSES! Baca aja dulu 😁 Regina, seorang gadis biasa dengan berbagai masalah pelik yang mengeli... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
EPILOG

18

722 62 6
By sangneul7

"Bersiaplah, manajer Sejin yang akan mengantar kita ke stasiun, sebentar lagi dia datang." Jimin mengusap rambutnya dengan handuk waktu ngucapin itu ke Jungkook. Mendekati sang lawan yang lagi asik selonjoran cantik di atas kasurnya sambil main ponsel. Jimin baru habis mandi. Rambutnya basah. Belum pake baju, masih toples. Tapi ia rasa perlu mengurusi Jungkook terlebih dahulu. Mengurusi dalam artian memberitahu agar sang maknae bergegas mempersiapkan diri untuk keberangkatan mereka malam ini menuju Busan.

Pasalnya Bangtan lagi dalam masa cuti sejak 3 hari yang lalu. Tentulah waktu libur itu tidak ingin di sia-siakan, tak ayal membuat para member sepakat untuk pulang kampung dan mengosongkan dorm secara bersamaan. Beberapa member sudah pulang lebih dulu, ada yang berangkat pagi juga siang. Saat malam menjelang barulah waktu kepulangan Jimin dan Jungkook sebab mereka memilih opsi naik kerete cepat dibanding menyetir berjam-jam seperti member lainnya, mungkin karena Busan jauh kali yah. Waktu keberangkatannya pun dipilih malam hari, kereta terakhir. Sengaja. Guna menghindari keramaian.

Jungkook tak mengindahkan. Ia masih saja asik memainkan ponselnya, sampai Jimin geram kemudian menyeret paksa pria itu untuk lekas mandi dan bersiap di kamarnya sendiri.

Mau tak mau Jungkook harus segera bersiap, lantas memasuki kamar mandi tuk membasahi diri dengan air hangat guna menghilangkan lelah yang bersarang. Padahal seharian ini ia hanya uring uringan saja, gak keluar kemana-mana. Hanya main game dan makan. Sungguh, Jungkook malas banget hari ini.

Beberapa waktu kemudian pintu kamar mandi menyingkap. Menampilkan Jungkook yang tampak begitu sexy dengan tubuh kekar berbalut handuk di perpotongan pinggangnya. Kulit basahnya mengkilap tertimpa cahaya kamar. Masih nampak bulir-bulir bening merembes jatuh dari rambutnya yang tergerai ke belakang. Turun perlahan membasahi Dada yang terekspos. Percayalah, wanita mana pun pasti akan membelalak saat melihat penampilan pria itu. Menggoda sekali, sungguh.

Alih-alih lekas berpakaian pria itu justru kembali bersantai, mengumpulkan niat ceritanya. Benda pipih yang terbengkalai di atas kasur diraihnya lagi guna menghibur diri juga mengusir kemalasan. Masih dengan handuk yang mengapit tubuh, pria itu mendudukan diri di atas kasur, sedikit membungkuk dengan kaki mengangkang sedang tangannya bergerak lincah memainkan ponsel. Santai banget. Padahal Jimin sudah siap sedia di ruang tengah menunggunya.

Ditengah-tengah kegiatan mengumpul niatnya itu rungunya justru kembali mendengar seruan Jimin. "Sejin hyung gak lama lagi datang Jungkook-ah." Jimin benar-benar tak bosan tuk memberitahu, pasalnya ia sangat tau watak Jungkook tentang menggumpul niat ini, bila gak diingetin pastilah akan memakan waktu lama.

Sumpah Jungkook sebenarnya malas sekali tuk sekedar melangkahkan kaki, tapi apa boleh buat ia harus segera bersiap sebelum Jimin datang dan mengigit telinganya dengan suara melengking yang membabi buta. Jungkook pun meletakan ponselnya sesaat ingin beranjak mendekati lemari, namun baru saja bokongngya terangkat sedikit- notifikasi masuk dari ponsel justru kembali menariknya duduk dalam posisi nyaman.

Sudut bibirnya agak terangkat tatkala notifikasi masuk itu tertangkap netra. Entah apa itu yang jelas perhatian Jungkook sukses teralihkan. Menarik. Obsidiannya bahkan kini tengah terpaku pada sang layar ponsel.

Teramat santai mungkin, bahkan setelah beberapa waktu berlalu Jungkook baru mulai berpakaian, memasang boxernya dengan lemah lembut penuh penghayatan. Matanya tertuju pada layar ponsel yang diletakkannya di atas kasur sedang tangannya bergerak asal memakai baju. Sedari tadi pandangan Jungkook tak juga bisa berhenti melepaskan pandangan dari layar ponsel, seakan ada pergelutan wanita seksi yang kerap kali ditontonnya bersama Namjoon di situ. Perhatiannya hanya berpusat pada layar, sampai-sampai baju yang ia kenakan terbalik, bahkan ketika perutnya sakit dan ingin melakukan panggilan alam ponsel itu tetap juga dibawanya masuk ke dalam bilik putih guna menemaninya sewaktu proses pembersihan usus dijalankan.

"Jungkook-ah cepat sedikit! Sejin hyung sudah datang."

Jungkook ingin menurut mengikuti omongan Jimin, namun perutnya berkata lain-masih ingin mendekam di bilik putih itu.

"Jungkook-ah!!!" Jimin berteriak nyalang. Memekakan telinga. Berharap Jungkook lebih cepat, sebab tak enak membiarkan manajer Sejin menunggu.

Asli, gak enak banget dikejar-kejar kek gitu, apalagi Jungkook sedang dalam proses pembersihan usus. Pastilah menjengkelkan. Kalian juga pasti tau itu. Jangankan diteriaki, tau ada orang yang nungguin depan pintu aja rasanya gak nyaman. Apalagi di uber-uber Jimin dengan suara melengking begitu.

Memaksakan diri buat menyudahi aktivitas mengedannya Jungkook lantas ingin mengakhiri sapuan pandang pada layar ponselnya dan bergegas sebelum jimin kembali berteriak nyalang. Namun, sebelum ia sempat melakukan itu semua, justru display persegi itu kembali menarik Jungkook tuk menilik secara seksama.

Seketika raut wajahnya berubah dengan pandangan memaku tatap pada layar ponsel. Keningnya mengkerut, sedang matanya menatap gamang. Tampak kaget juga khawatir. Detik berikutnya pria itu berubah cengo. Katup bibirnya otomatis terbuka. Terkejut akan sesuatu yang baru saja dilihatnya. Lantas meletakan ponselnya sesaat dan segera mengakhiri tugas panggilan alamnya.

Jungkook yang tadinya tampak begitu santai, berleha-leha seenak hati kini berubah. Pria itu nampak tergesa-gesa. Seolah diburu waktu. Jins hitam kepunyaannya dikenakan dalam waktu singkat. Lalu mengambil topi, kunci mobil, juga ponsel dan melenggang pergi keluar dari kamar.

"Jungkookah kau mau kemana?" seru Jimin kala Jungkook terlihat terburu-buru melewatinya. Tak ada koper maupun ransel, yang ada hanya kunci mobil di tangan Jungkook. Jelas jimin heran.

Lagi pula Jungkook mau kemana juga? Bukankah sebentar lagi waktu keberangkatan kereta mereka, dan juga manajer Sejin sudah siap untuk mengantar, lalu untuk apa dia mengambil kunci mobil?

Jungkook juga tak langsung menjawab. Membiarkan Jimin mengekorinya dengan tatapan bingung sebelum akhirnya ia menunduk tuk memakai sepatu lalu bangkit lagi menghadap Jimin yang senantiasa menunggu jawaban.

"Hyung, aku ada urusan mendadak," katanya melengos pergi tanpa memberi penjelasan lengkap.

***

Semilir hembusan angin menjadi teman Gina dalam mengisi aktivitasnya malam ini. Gadis itu sedang terduduk santai di depan minimarket berfasilitas cahaya tamaram yang membias dari dalam ruangan-berada tak jauh dari tempat tinggalnya. Matanya menerawang membelah langit malam. Tampak begitu banyak pikiran berkecamuk mengisi kepala, terutama perihal Jungkook.

Sungguh, Gina masih memikirkan sikap Jungkook yang berubah dingin terhadapnya seminggu ini.

Ini aneh.

Dan mengganggu.

Gadis itu terus bertanya-tanya dalam hati. Dirinya bimbang. Merasa kosong. Atau mungkin merasa kehilangan, entah. Pasalnya ia begitu dekat dengan Jungkook-biasanya pria itu selalu menelfon Gina untuk menanyakan sesuatu yang tidak begitu penting atau meminta gadis itu menerjemahkan kalimat bahasa Inggris yang tidak dipahaminya. Perlakuan Jungkook juga selalu baik, manis, gak pernah tuh ketus seperti sekarang, meski kadang suka dijahilin sih, namun Gina tak keberatan, gak bisa marah juga, soalnya dia sayang, dalam artian sayangnya seorang penggemar. Terlebih jantungnya masih suka bersorak ria sebagai respon atas perlakuan manis Jungkook itu, namun ia tahu pasti jantungnya seperti itu karena ia seorang ARMY, seorang penggemar.

Memang ada gitu penggemar yang gak kalang kabut kerja jantungnya ketika diberi perlakuan manis sama sang idola?

Enggaklah. Gina pun begitu.

Sungguh, jika saja Gina tidak punya Yoongi mungkin gadis itu bisa salah mengartikan perlakuan Jungkook, namun tidak. Gina sadar, kalau Jungkook itu memang anak baik dan berlaku baik pada semua orang dan dia hanya salah satu penggemar yang masuk dalam daftat orang yang diperlakukan baik oleh Jungkook.

Tetapi, sekarang berbeda. Gina tak tau pasti apa penyebab Jungkook berubah, yang jelas pria itu selalu terkesan menghindar. Contohnya saat kedua mata mereka tak sengaja bersirobok maka secepat kilat Jungkook akan memalingkan muka seolah sedang melihat sesuatu yang sangat memalukan tuk dipandangi. Bahkan bila dipertemukan dalam satu ruangan pun Jungkook akan segera menyingkir, tak tahan dia bila berdekatan dengan sosok Gina, seolah gadis itu adalah biang penyakit yang bisa membuatnya panuan dan gatal.

Sebenarnya apa yang salah dengan Jungkook?

Menghela nafas sesaat dengan mata mengatup menghadap langit Gina coba menghentikan berbagai pikiran yang bergelayut mengisi otak kecilnya yang sumpek. Lantas beralih tuk membuka catatannya yang ada di atas meja. Membacanya sekilas lalu beralih mengatur posisi layar leptopnya, sedikit ditarik ke bawah hingga displaynya menampilkan gambar diri Gina sebatas leher.

"Ayo kita mulai," katanya serya menggosok-gosok telapak tangannya di depan dada dengan sorot antusias. Selanjutnya berganti mendaratkan telapaknya pada mouse dan mengarahkan kursor tuk menekan tombol siaran.

Siaran?

Yeah, siaran.

Cause she is a youtuber.

Gadis itu terbilang wanita yang sangat aktif, dan senang mencoba berbagai hal yang terlihat menyenangkan juga menguntungkan. Salah satunya yeah membuat dan mengedit video.

Menjadi youtuber sebenarnya bukan sesuatu yang ia rencanakan dalam hidup, hal itu ia lakoni hanya sebagai alasan tuk melepas rindu dalam pelarian. Mengusir kesepian juga kesendirian. Bukannya ingin mencari alasan dibalik keuntungan adsanse, hanya saja memang seperti itu adanya. Gadis itu kesepian. Rindu rumah, juga kehidupan yang sebelumnya.

Dengan adanya channel YouTube yang berisikan konten seputar kehidupannya di negeri ginseng juga sebagai fangirl itu Gina jadi merasa lebih bisa mengekspresikan diri, merasa dihargai juga disenangi tatkala pengikutnya memberi feedback yang baik. Apalagi pengikutnya kebanyakan adalah orang Indonesia, membuat dirinya merasa seperti ada di rumah bukan sedang dalam masa pelarian seperti sekarang. Sederhana, tapi cukup membuatnya bahagia.

"Halo semuanya." Kata itu terucap sebagai sambutan. Mengawali siaran yang nantinya akan diisi dengan berbagai celotehan dari bahasa yang berbeda, meski sebenarnya delapan puluh persennya diisi bahasa Indonesia sih.

Netra kecoklatannya memaku pada layar persegi yang menampilkan potongan leher sebatas dada itu dengan seksama guna menilik beberapa komentar yang mulai bermunculan. Hari ini ia lupa membawa masker, minimarket yang didatanginya pun kehabisan stok, jadi mau tak mau ia terpaksa memposisikan kameranya seperti itu, menunduk, guna menyembunyikan wajahnya.

Gina bukannya malu tuk memperlihatkan wajahnya, hanya saja ia sudah memutuskan tuk menyembunyikan identitasnya. Disetiap video yang ia buat selalu ada masker terpampang nyata di wajah ayunya itu. Gadis itu tak ingin dikenali, apalagi berharap bisa terkenal seperti para youtuber besar di luar sana. Astaga, yang benar saja, bukankah itu yang menjadi alasan pelariannya?

Biasanya sih gadis itu hanya nangkring di depan kos dengan pemandangan roof top yang dia suguhkan kepada pengikutnya ketika melakukan live, namun dengan alasan ingin ganti suasana maka beradalah dirinya sekarang di depan minimarket. Benda pipih persegi yang biasa digunakannya untuk live pun sedang lowbet, alhasil laptop yang kebetulan dibawa karena keperluan kuliah tadi pagi pun menjadi pengganti.

Layaknya orang-orang yang melakukan siaran pada umumnya gadis itu pun mulai membicarakan tentang liburan musim panasnya yang diisi dengan kerja part time, tentang cuaca panas yang tidak lebih panas dari Indonesia tapi pengap rasanya, atau pun tentang berbagai hal lain yang dilakukan mahasiswa ketika libur. Ia juga saling melempar tanya jawab pada pengikutnya yang hadir dalam siaran selama beberapa menit.

Kala netranya sibuk memandangi layar, rungunya justru menangkap suara riuh yang membuatnya reflek menoleh dan mendapati segerombolan pria tengah melirik seduktif ke arahnya. Ia tak tau pasti, tapi yang jelas para pria itu nampak mabuk, terlihat dari cara jalan mereka yang sempoyongan. Jika biasanya orang normal bisa melakukan kejahatan secara sadar maka bagaiman dengan orang mabuk? Pastilah bisa lebih beberapa kali lipat jahatnya.

Seketika bulu romanya meremang. Lantas memalingkan wajah guna menyembunyikan gurat gusarnya. Tak dapat dipungkiri kini pikirannya mulai berpikir yang tidak-tidak hingga memaksa diri tuk berpura-pura sibuk memandang layar seakan acuh atas tatapan seduktif yang dilayangkan kepadanya tadi, sedang rungunya memasang tajam tuk menguping.

Detik berikutnya langkah kaki gerombolan itu kian mendekat dengan berbagai banyolan yang terlontar. Degup jantung Gina mulai bertalu-talu gelisah. Sedang tangannya mulai berpura-pura sibuk menggeser geser layar ponsel tanpa memperdulikan siaran yang masih berjalan didepannya. Kini dirinya hanya bisa berharap-harap cemas agar yang ada di pikirannya tetaplah menjadi sebuah angan negatif yang bersarang.

Entah dewi Fortuna sedang berpihak padanya atau memang pikiran Gina yang kelewat negatif thingking, karena nyatanya para gerombolan pria itu hanya melewati Gina begitu saja dan menghilang di belokan gang depan jalan.

Lega.

Itulah yang dirasakannya. Pundaknya limbung ke bawah beriring helaan nafas gusar dari ceruk bibir yang memperjelas kelegaannya. Wajah tegang tadi perlahan rileks kembali.

Ingin rasanya dia merutuki diri atas kebodohan yang dilakukannya sekarang. Ayolah, kenapa juga dia harus nongkrong sendirian di pinggir jalan sunyi ini, seharusnya dia mengajak Eunjo tadi. Dasar!

Belum juga detak jantungnya mereda, hal mengagetkan justru kembali terjadi, bahkan di luar prasangkanya tadi. Entah bagaimana bisa seseorang dari salah satu pria tadi sudah terduduk cantik di samping Gina, tak ayal membuat jantung gadis itu berasa terjun payung. Kaget bukan main.

"Hei cantik, mau ditemenin gak?" ucap pria itu dengan bau alkohol yang menyapa penghidu.

"Gak makasih." Gina tersenyum hambar. Berusaha menolak dengan cara halus.

"Boleh kenalan gak?" tanyanya kembali.

Gina memaksa senyum teramat kaku sembari kembali berpura-pura sibuk menatap ponsel dengan membuka tutup aplikasi yang ada.

"Bagi ID kakaonya dong." Pria itu mengumbar senyum, memamerkan deretan gigi kuningnya yang ingin Gina putihkan pakai bayclin.

Sumpah, Gina teramat jengah untuk meladeni pria mabuk ini. "Maaf gak punya."

"Heyy masa gadis cantik sepertimu gak punya sih." Wajah penuh senyuman nakal ditorehkannya. Tangannya bahkan hendak melampir ke punggung Gina sebelum gadis itu berhasil menghindar dengan memalingkan tubuh. Andai Gina bisa karate atau pun seni bela diri lainnya, pasti orang ini sudah babak belur sekarang. Sayangnya, ia gak bisa.

"Maaf, tapi aku tidak ingin berurusan denganmu." Gina berucap ketus tanpa memperlihatkan ekspresi takut. Tak bisa lagi ia bersikap ramah kalau sudah begini, lantas memasang peringai tegas tuk menghalau lawan.

Gina mulai melihat sekeliling, berharap ada orang yang bisa membantunya lari dari pria ini. Apesnya, ia justru tak menemukan seorang pun, bahkan penjaga minimarket yang ada tidak terlihat di tempatnya. Gadis itu sendirian.

Seolah tak gentar untuk mendapatkan apa yang diinginkan, pria itu kemudian menyolek dagu Gina dengan lancangnya. "Ayolah cantik, jangan jual mahal."

Secepat kilat tangan nakal itu ditepisnya."Jangan kurang ajar yah!" tegas Gina dengan raut wajah marah. Jelas. Dan memang seharusnya begitu.

Tak mengindahkan, Pria itu justru semakin bertingkah kelewat berani. Menghujam Gina dengan berbagai perasaan yang berkecamuk. Takut, marah, khawatir lantas bercampur menjadi satu tatkala pria itu hendak menciumnya begitu saja. Tangannya merangkul Gina. Membelenggu.

Gadis itu memberontak tak ingin kalah, sekuat tenaga didorongnya tubuh setengah lunglai itu hingga terjatuh sebelum pria itu berhasil mendaratkan kecupannya.

Gina sontak berdiri usai terbebas dari belenggu laknat yang menyerang. Netranya memancarkan kilatan emosi penuh amarah yang ditujukan pada pria kurang ajar itu.

"DASAR BRENGSEK!!"

Kalimat itu melambung jauh memenuhi rungu. Jelas sekali gadis itu marah bukan main. Namun nahas perkataannya itu malah menjadi boomerang untuknya sendiri. Kalimat kebencian yang dilontarkannya itu berhasil menyulut api kemarahan pria mabuk tersebut hingga ia berdiri dan melayangkan telapaknya. Menampar Gina cukup kuat sampai jatuh tersungkur.

"Mworago?" tanyanya berkacak pinggang melihat ke arah korban dengan kesal, seakan-akan tamparannya tadi belum cukup.

Bekas tamparan itu terasa panas dan sakit, tapi tak lebih parah dari hatinya. Sungguh, ingin sekali rasanya Gina menangis sekarang juga, ini teramat menyakitkan. Membuat nafasnya terasa sesak seketika. Namun, bukan Gina namanya jika ia tidak bisa meneguhkan hati. Jelas, ia tidak akan menangis. Deraian air mata yang mengalir hanya akan menambah sakitnya. Membuatnya terlihat lebih menyedihkan dan lemah. Kalau pun memang perlu dilakukan setidaknya jangan di depan pria brengsek ini.

Sekali lagi, maniknya menilik ke sekeliling, berharap pertolongan akan datang menghampiri. Namun, nyatanya itu tetap lah menjadi sebuah harapan kosong.

Pertolongan?

Bodoh sekali dia mengharapkan hal seperti itu. Apa ketakutan membuatnya lupa? Karena nyatanya akan selalu begini, tidak ada yang bisa menolong selain dirinya sendiri. Hanya dia. Sama seperti sebelumnya.

"Brengsek!" makinya penuh penekanan. Mendongak menatap sinis ke pria brengsek itu. Sumpah, gadis itu benci terlihat lemah di depan lawannya, maka bila tubuh tak mampu memberi perlawanan ia akan menyerang dengan lisannya.

"Mwo... mworago?!"

Angkara murka terpampang nyata dari suara pria itu. Beriring gerakan tangannya yang kembali melayang hendak menampar Gina untuk kedua kalinya tepat sebelum salah satu temannya datang dan menahannya.

Sorot mata Gina tak melunak sedikit pun, bahkan ia mendongak pongah seakan menantang. Menunjukan bahwa ia bukan lawan yang lemah tuk menghadapi pria brengsek tersebut. Dan tampaknya itu berhasil, sebab detik selanjutnya pria mabuk tadi mulai menarik diri, pikirnya pasti akan merepotkan bila berurusan dengan wanita keras kepala seperti Gina.

"Dasar jalang menjijikan!" bentaknya sebagai wadah kekesalan. Mendecih lalu meludah ke arah gadis yang masih bersimpuh ayu di permukaan. Setelahnya beringsut mundur bersama tarikan temannya yang tampak masih sedikit memiliki kesadaran guna mencegah mereka agar tak terlibat masalah.

Ketika siluet kedua orang tadi menghilang dalam kegelapan barulah gadis itu melemhahkan diri. Air matanya telah menggenangi pelupuk lantas mengalir sepuasnya tanpa jeda. Gina menangis sejadi-jadinya di malam sepi, sendirian.

Yoongi.

Entah bagaimana bisa, yang jelas hanya Yoongi sang kekasih yang terlintas dalam benaknya sekarang. Gadis itu membutuhkannya. Membutuhkan penyemangatnya.

Dicobanya bangkit dari keterpurukan dan kembali menapakkan diri tuk duduk di kursinya semula. Mengambil ponsel lowbetnya dan menekan angka satu untuk panggilan cepat ke Yoongi.

"Kumohon Yoonki, angkatlah," lirihnya masih dengan sudut mata yang terus memproduksi butiran cairan bening. Terus menghubungi Yoongi dengan harapan sang kekasih lekas menjawab, namun sampai panggilan ketujuh pun ia tak kunjung mendapat jawaban hingga ponselnya mati kehabisan daya.

Astaga... sungguh, gadis itu hanya ingin mendengar suara Yoongi tuk memastikan bahwa ia tak sendirian melewati semua ini. Hanya itu gak lebih. Namun, nyatanya tak begitu. Dan harus menelan kepahitan yang sama sekali lagi.

She always alone.

Kepalanya tertunduk lesu sembari memejam erat guna menghentikan aliran sungai yang terbentuk, tetapi gagal, rasanya sulit sekali. Rasa sakit memaksanya tuk kembali menangis sejadi-jadinya. Segala perasaan yang berkecamuk menumpah ruah dari sudut kelopak. Enggan tuk mengakui, tapi beginilah nyatanya, kenapa nasibnya begitu memilukan begini? Bila takdir tuhan membawanya untuk diperlakuan kurang ajar setiap saat, maka ia dengan berbesar hati menerima. Namun, bolehkah ia meminta agar tuhan juga mengirimkan seseorang tuk menemaninya? Sama seperti saat tuhan mengirimkan Yoongi waktu itu?

"Noona!" Seruan seseorang yang tertangkap rungu memaksa Gina tuk kembali mengangkat pandangan. Meniti netranya tuk memindai siluet seseorang di tengah gelapnya malam. Terlebih kini penglihatannya buram akibat deraian air mata.

Seseorang itu berjalan mendekat dengan langkah pasti yang sedikit tergesa-gesa. Nafasnya tersengal-sengal seperti habis berlarian. Kemudian menutup leptop Gina secepat mungkin ketika benda itu berada dalam jangkauannya tanpa sang empu sadari, sebab fokusnya teralihkan pada sang sosok yang mendekat.

"Jungkook-ah!" Satu kata teramat lirih terucap kala netra Gina mengenali sosok yang berada dihadapannya kini.

Yeah, itu Jungkook. Entah apa yang membuat hingga ia berlarian kemari. Yang pasti ia sulit menahan diri tatkala melihat gadis itu mendapat perlakuan kurang ajar. Jungkook melihat semuanya. Pria itu adalah salah satu pengikut Gina yang ikut bergabung dalam siaran tadi. Kini satu identitas Gina sudah terbongkar. Jungkook sudah tau bahwa gadis itu ternyata seorang ARMY. Yeah, Gina sih ceroboh, andai saja ia tidak menitipkan ponselnya pada Jungkook dulu, pastilah pria itu tidak akan melihat notifikasi channel youtubenya dan semuanya tidak akan terbongkar.

Melihat orang yang dikenalnya diperlakukan semena-mena tak ayal menarik simpati Jungkook. Hingga berakhir melajukan kemudinya tuk menghampiri. Tadi Gina sempat bilang dalam siarannya bahwa ia berada di minimarket dekat tempat tinggalnya. Pikir Jungkook itu minimarket tempat dia menurunkan Gina terakhir kali, ternyata bukan. Makanya ia sampai berlarian tuk mencari Gina bermodalkan siaran yang masih terus berjalan itu.

Jungkook mendaratkan telapaknya di pundak Gina. "Neo Kwaenchanha?" Nada kekhawatiran pun perhatian ditorehkan. Terlebih mendapati wajah Gina yang semrautan, matanya sembab, sedang pipinya masih nampak kemerahan usai terkena tamparan tadi. Oh, sungguh menarik simpati sekali. Jungkook mana tega. (Kau tak apa?)

Diberi pertanyaan seperti itu justru membuat tangisan Gina kian menjadi. Semakin kuat lelehan bening itu memaksa keluar. Sampai Jungkook turut andil membawa sang gadis masuk ke dalam dekapannya.

Menggelang sebagai pertanda ia tidak baik-baik saja lantas berucap pilu."Aku tidak baik Jungkook-ah, aku tidak baik."

Jungkook semakin memeluk erat tanpa mengeluarkan sepatah kata, seolah dia tahu bahwa ini yang gadis itu butuhkan. Dekapan hangat pun nyaman beserta tepukan lembut didaratkannya pada punggung bergetar itu. Sukses membuat Gina kian mengeras tangisnya.

Sebenarnya apa yang membuat gadis itu menangis sekeras ini? apa kejadian tadi? Rasa sakit di pipi? Sekelebat kenangan buruk? Yoongi? Atau justru kehadiran Jungkook?

Entah, apapun itu, yang jelas ia hanya ingin menangis. Menangis dalam pelukan Jungkook yang tengah berdiri mendekapnya. Menyandarkan keningnya pada bagian kotak kotak kekar kepunyaan Jungkook yang tertutupi.

Larut dalam tangis membuat Gina lupa akan situasi dan kondisinya sekarang, hingga beberapa menit setelahnya suara langkah kaki beriring bisikan-bisikan halus yang tertangkap rungu menarik kesadarannya. Astaga, celaka. Ia lupa segalanya. Lupa kalau dirinya sedang berada di pinggir jalan. Lupa dengan siarannya. Dan paling parahnya ia lupa dengan Jungkook sang idol papan atas yang kini tengah memeluknya.

Setelahnya Gina melepaskan diri dengan cepat lantas bernafas lega usai menemukan Jungkook dengan masker yang melingkar dan leptop tertutup, entah kapan pria itu melakukan semuanya. Gina sama sekali gak tau.

"Aigoooo!!" Seruan seseorang mengalihkan pandangan keduanya. Mereka sepasang kakek nenek yang sedang jalan bergandengan tak jauh dari tempat duduk Gina.

"Kau apakan pacarmu hingga ia menangis sesegukan begitu?" tanya si kakek yang ditujukan pada Jungkook. Masih dengan posisi saling berhadapan juga lengan yang bertengger di punggung, keduanya Secara otomatis saling pandang. Apakah situasi keduanya memang terlihat seperti itu? Sepasang kekasih?

Dengan sudut bibir yang masih nyut-nyutan Gina berucap tuk mengelak. Ingin memperjelas kesalahpahaman. "Ani..."

"Kalian masih muda, jangan sering berantem, buatlah kenangan indah yang bisa kalian kenang di masa tua nanti," potong si nenek. Bergilir memandamgi kedua orang tadi dan si kakek dengan sorot mata kelewat dalam pun lembut. Keduanya cengo. Diam membisu layaknya seorang junior yang tengah mendengarkan petuah dari seniornya.

"Apa kau sudah minta maaf?" tanya si kakek menunjuk Jungkook hingga pria itu kembali memandangi Gina dengan tatapan aneh yang tak bisa dimengerti. Seolah kalimat si Kakek itu benar adanya. Jungkook perlu minta maaf.

"Yeobo, sepertinya mereka sedang berusaha untuk berbaikan kita sebaiknya jangan mengganggu," bisik si nenek yang dapat terdengar. Si kakek mengangguk dan hendak pergi sebelum ia kembali berbalik melihat Jungkook.

"Bagaimanapun sebagai pria, kau tak boleh membuat wanitamu menangis," ucapnya lalu berlalu pergi meninggalkan keduanya. (Sayang)

Sungguh lucu hidup Gina ini bukan? Usai bertemu pria brengsek kemudian bertemu Jungkook dan sekarang bertemu sepasang pasangan tua romantis. Astaga, setelahnya apalagi nanti.

"Jungkook-ah gumawo," ungkap Gina yang membuat Jungkook kembali mengalihkan pandang ke arahnya usai meratapi kepergian si kakek yang meninggalkan serpihan kalimat nyata yang terus terngiang-ngiang dalam kepala.

"Ehmmm," angguknya.

"Jungkook-ah mian," ungkap Gina kembali. Suaranya sengau.

"Ehmmm?"

Gina mendongak. Menyorot Jungkook dengan seribu makna. "Itu...." Tunjuknya pada baju Jungkook yang telah bersimbah cairan kental karena ulahnya.

Sumpah demi hidungnya valdemort yang ada di film Harry Potter, Gina benar-benar tidak bermaksud untuk mengotori kain mahal itu, semuanya terjadi begitu saja layaknya air sungai yang mengalir.

Sejanak Jungkook memandangi bajunya tanpa ekspresi jelas sebab tertutup masker. Membuat Gina mewanti-wanti dalam hening. Pikirnya Jungkook akan marah atau paling tidak mendengus kesal yang dilebih-lebihkan seperti biasa, nyatanya hal itu sama sekali gak terjadi.

"Biar kuantar kau pulang"

***

Y

uhuuuuuuuu......

Annyeonghaseo yeorobun 👋

Gimana nih menurut kalian tentang part ini? Biasa aja yah? Hehehhe mian.

Kuusahain nulis ceritanya lebih baik lagi next time demi kalian yang udah nyempetin waktu buat baca.

(Cameo kakek nenek romantis tadi)


Satu lagi nih ketinggalan. Mereka mau pada pulkam terus dianterin sama papa bear satu satu dong

Continue Reading

You'll Also Like

65.6K 3.9K 39
Persahabatan diantara tiga remaja SMA yaitu Raib, Seli dan Ali, seiring berjalannya waktu mulai berubah. Sesuatu yang nampak kian terlihat. Tentang A...
1.8K 742 14
Sebuah Misteri yang selalu datang di kehidupan ku entah kenapa sejak ibuku pergi aku mempunyai kelebihan yang sangat jauh lebih mengerikan dari ibuku...
727K 67.8K 42
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
206K 22.1K 42
Menyesal! Haechan menyesal memaksakan kehendaknya untuk bersama dengan Mark Lee, harga yang harus ia bayar untuk memperjuangkan pria itu begitu mahal...