Sugar Baby

By Rhitaz

231K 3.8K 70

Tak tahan dihina terus menerus membuat seorang anak remaja, Iren, nekat menjadi sugar baby. More

Prolog
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
info
info lagi

1

35.3K 441 5
By Rhitaz


°°°°

"Kamu kenapa sukanya pacaran sama om-om? Atau yang jauh lebih tua dari kamu," tanya Wenda seraya tangannya sibuk membersihkan pasien tetapnya tiap bulan itu dengan posisi tiduran di hadapannya.

Seorang gadis remaja kelas tiga SMA, berwajah manis dengan rambut sepinggang. Harusnya umur segitu masih menikmati masa remaja dengan hang out bareng temen, belajar kelompok dan semacamnya.

Namun, gadis ini sudah melakukan hal lebih dari umur seharusnya.

"Enak, Dok. Mereka duitnya banyak. Aku bisa beli apa aja yang aku mau. Kalau pacaran sama yang seumuran mah bokek. Duit aja masih minta sama orang tua. Gimana bisa beliin aku barang mewah," jelas gadis itu tanpa rasa bersalah.

Tangannya sibuk memainkan ponsel. Sesekali si gadis terlihat meringis.

"Ya, tapi kan kebutuhannya udah beda. Kalau dengan seumuran kamu paling pacaran cuma sekedar pegangan tangan doang. Kalau dengan om-om kamu diajak ngamar," ucap Wenda blak-blakan.

"Hehehe. Ya itu sih sudah resiko, Dok. Cara cepat cari uang ya dengan begini tanpa harus capek. Lagipula seumuran aku ini siapa juga yang mau menerima jadi karyawan. Misalkan kerja freelance pun, paling gajinya cuma cukup buat makan. Cuma bikin capek doang mah males aku," terang si gadis, Iren, dengan lugas.

Wenda hanya menggeleng dengan ucapan si gadis remaja yang terlihat santai itu. Gadis yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri. Eh, tapi bocah ini sudah bukan gadis lagi ding, pikir Wenda sedikit geli.

Gadis bukan. Janda bukan. Duh.

"Tapi masa depan kamu jadi taruhan ..."

"Masa depan itu masih misteri, Dok. Bagiku cukup nikmati hari ini saja. Yang lain gimana nanti."

"Dasar ngeyel!" gerutu Wenda. "Udah beres untuk sekarang. Keputihan kamu makin parah loh ini. Sementara jangan melakukan hal aneh dulu deh. Makanan juga dijaga terus minum obatnya dengan benar. Kamu selalu pakai pengaman kan?"

"Kadang. Heheh." Merasa sudah selesai, Iren langsung terbangun lalu merubah posisi menjadi duduk. Tangannya masih sibuk membalas chat.

Wenda membereskan peralatan dan langsung merendamnya dengan anti septik. Tak lupa ia pun langsung melepas sarung tangan dan mencuci tangannya dengan sabun.

Ia pun menuliskan sesuatu di sebuah kartu catatan pasiennya. "Kalau misal udah habis obatnya tapi masih begitu, datang ke sini lagi." Wenda menyerahkan kartu pasien dan sebuah kertas resep untuk ditebus di bagian kasir.

"Siap. Aku permisi ya, Dok. See you." Iren melangkah dengan ringan keluar ruangan dokter langganannya.

Setelah ini, ia harus bertemu si om. Dan sudah pasti takkan pernah terlewatkan hal itu. Kan itu memang sudah menjadi salah satu tugasnya juga. Padahal Dokter Wenda sudah memperingatinya. Tapi sesekali bandel nggak papa deh, pikirnya.

Demi ponsel dan tas baru yang sudah dijanjikan.

Wenda, entah harus bagaimana lagi menasehati bocah itu. Bebal sangat.

Masih remaja tapi kondisi bagian intim sudah seperti pernah melahirkan. Hanya demi mengejar sesuatu untuk sekedar eksis dan diakui.

Miris.

"Padahal masa depan kamu masih panjang Ren ..."

Wenda tau, Iren berasal dari keluarga sederhana. Gadis remaja itu sering curhat kepadanya setelah pertemuan ketiga mereka. Mungkin gadis itu merasa nyaman bercerita dengannya.

Sering diolok dan dihina kawan sekolah karena tidak terlihat gaul dan terlalu berpenampilan sederhana.

Mungkin karena tak tahan terus di bully, membuat Iren nekat melakukan hal itu. Cara cepat mendapatkan uang. Terkadang orang yang kepepet memang akan mengesampingkan apapun. Termasuk harga diri.

Ah, tetap saja. Tidak ada pembenaran untuk sesuatu hal yang buruk.

"Dok, ada pasien satu lagi." Suara asisten Wenda membuyarkan lamunannya.

"Ah, ya. Panggil pasien selanjutnya." Wenda kembali bersiap untuk bertugas.

Masalah Iren biarlah anak itu sendiri yang memutuskan. Sebagai orang lain, ia hanya bisa menasehati. Lagipula dirinya belum bisa membantu lebih banyak dan tak ingin juga terlalu mencampuri urusan orang lain.

***

"Hai, Om Abian. Gimana kabarnya? Udah lama nunggu?" tanya Iren dengan senyum lebar. Ia langsung memasuki kendaraan roda empat yang sudah menjemputnya di depan klinik.

Setiap bulan ia memang rutin berkunjung ke dokter. Memastikan kesehatan organ kewanitaannya agar tetap sehat tentunya. Itu pun atas rekomendasi Om Abian sendiri.

Lelaki itu hanya tersenyum kecil melihat gadis mungil yang sudah duduk di sampingnya itu. "Baru juga lima menit yang lalu," jawabnya seraya melihat jam di pergelangan tangannya.

"Syukur deh. Kirain dah lama." Tanpa malu Iren langsung memeluk omnya itu. "Kangen tau," ucapnya dengan nada manja.

Iren sedikit beruntung. Omnya tidak memiliki perut gendut dan botak seperti kebanyakan. Malah sebaliknya. Berperawakan tinggi sekitar 185cm, rambut model mowhak, berhidung mancung, bibir tipis, semua yang ada pada lelaki itu, Iren menyukainya.

Sudah dua tahun mereka menjalin hubungan. Selama itu pula kebutuhan Iren terpenuhi. Semua teman sekolah yang dulu selalu meledeknya, sekarang berganti menjadi kacungnya.

Apa yang dikenakan Iren semua bermerk dan tentunya bukan barang yang murah. Membuat Iren tentu saja bangga.

Kabar yang beredar bahwa dirinya menjadi sugar baby om-om sudah bukan menjadi rahasia umum lagi. Ia pun tak mengelak gosip yang beredar. Toh, itu memang benar. Bahkan banyak diantara teman cewek lain yang malah ingin mengikuti jejak seperti Iren.

"Gimana keadaan kamu? Masih sakit?" Lelaki itu mengelus rambut gadis mungil di sampingnya dengan sayang. Tak dipungkiri bila gadis ini sudah membuatnya candu.

"Kata dokter sih aku harus istirahat bentar, Om. Dilarang ... uhmm ... itu." Iren mengucap dengan sedikit takut. Kalau dirinya tidak dipake, apa mungkin si om masih mau memberinya uang? Itu yang Iren takutkan. "Tapi kalau om mau, aku sih ayo aja."

"Nggak usah. Kamu berobat dulu saja yang benar. Tapi kamu tidak maen dengan lelaki lain kan?" Tatap lelaki itu dengan penuh selidik.

"Nggak lah. Cuma sama Om Abian aja, kok."

"Awas ya kalau maen di belakang."

"Nggak, dong. Only one."

"Makanya di rawat terus. Biar tetap enak."

"Iya. Mungkin mulai sekarang aku harus memperhatikan diri dengan perawatan dari dalam dan luar. Asal duitnya ada." Kerling Iren.

"Iya. Tinggal sebut saja. Yang penting kamunya sehat."

"Uhhh! Makin sayang kan akunya. Jadi kita kemana?"

"Beli apapun yang kamu mau."

"Beneran?"

"Ya. Setelah itu baru kita ke hotel."

"Tapi kan aku nggak bisa ..."

"Bisa pake cara lain." Senyum tipis lelaki itu selalu membuat Iren terpukau.

Iren tersenyum semakin lebar. Bersyukur omnya tidak marah dan tetap mau membelikan barang yang diinginkannya.

"Om Abian, bertengkar dengan istrinya ya?" Iren memeluk tangan kekar lelaki itu dan bersandar di dadanya dengan manja. Usia yang terpaut jauh tak menghalangi rasa cinta Iren. Lelaki ini sungguh idamannya. Heran saja. bagaimana bisa ada wanita yang menyiakannya.

Menurut pengakuan lelaki itu, istrinya tidak pernah mengurusnya. Sang istri terlalu sibuk arisan dan bersosialita, sibuk hang out bersama kawan-kawannya, sibuk belanja. Membuat Iren sebal sendiri dengan sosok yang tidak dikenalnya itu.

"Biasalah."

"Kenapa tidak menceraikannya saja sih, Om?"

"Itu tidak mungkin. Adat di keluarga besar melarang perceraian."

"Tapi kan ...."

Cup!

Mulut Iren yang hendak protes, mendadak terdiam dengan tindakan omnya yang spontan itu.

"Nggak usah memikirkan apa yang tidak perlu kamu pikirkan. Lebih baik sekarang kita belanja."

Iren semakin mengeratkan pelukan dengan senyuman tak lepas dari bibirnya. Ini adalah momen yang paling Iren suka.

"Ayo, Pak. Kita jalan." Suara bariton Abian memerintahkan.

Sang supir hanya mengangguk, lalu mulai menjalankan kendaraan roda empatnya dalam diam.

***

"Ugh, capeknya habis muter-muter mall." Iren membanting dirinya di kasur king size yang super empuk. Dingin dan nyaman.

Aroma pengharum ruangan yang menguar sungguh menenangkan indera penciuman Iren.

Ah, Iren selalu suka aroma kamar hotel langganannya ini. Tepatnya sih hotel ini milik Abian sendiri.

"Tapi kamu suka kan?" Abian ikut terbaring di samping Iren.

"Suka banget, dong. Makasih banget ya, Om. Udah lama banget aku ngincer barang ini."

"Sure."

"Aku mandi dulu ya, Om. Gerah banget." Iren baru saja hendak bangun ketika Abian malah menarik tangannya sehingga terjatuh dan menindih perut Abian.

"Mau mandi dua kali?"

"Ta-tapi ... Aku bau loh. Mau mandi dulu." Jantung Iren mulai berdebar mendapat tatapan intens dari Abian.

Abian mengendus leher Iren. "Nggak kok."

"Ta-tapi ... kan nggak boleh sama Dokter Wenda ...,"cicitnya.

"Kan udah bilang bisa pake cara lain ..."

Iren semakin berdebar ketika mulai mendapat serangan bertubi. Ia terus melafalkan dalam hati bahwa semua ini akan baik-baik saja.

Abian, entah lelaki ini musibah atau anugerah.

***

Lohaaaaa, selow update semua cerita karena nulis ini.😅

Continue Reading

You'll Also Like

623K 62.3K 31
Pernikahan Rhea dan Starky hanya berlangsung selama tiga tahun. Meskipun mereka telah dikaruniai seorang putra, ternyata Starky belum juga bisa usai...
819K 72.1K 56
Shana begitu ia akrab disapa. Si paling advokasi begitu julukannya. Bagaimana tidak, ini tahun keduanya menjabat sebagai staff bidang Advokasi di Him...
398K 36.1K 91
Gadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami k...
461K 775 4
Kumpulan Cerita Pendek, penuh gairah yang akan menemani kalian semua. 🔥🔥🔥