Seharian ini hujan terus-menerus turun. Sejak pagi langit sudah gelap ditutupi awan bermuatan air yang tebal dan keruh. Sinar matahari hanya muncul sesekali di waktu-waktu siang, itu pun hanya sebentar sebelum terganti menjadi mendung lagi.
Berdasarkan kondisi cuaca yang sedang lembap begini maka beberapa orang memilih untuk tetap berada di rumah, menghabiskan waktu di selimut hangat dengan teh atau kopi panas yang enak. Sebuah teori klasik tentang hujan dan orang-orang yang berlindung di baliknya. Tak terkecuali, orang-orang di bawah naungan rumah yang dikepalai oleh Lee Jeno ini.
Niat mereka sore ini adalah pergi ke mall. Ada hiburan untuk anak-anak dalam rangka memeriahkan momen halloween tahun ini. Tapi entah mengapa, cuaca yang sejak pagi tak bersahabat membuat dua sosok orang tua itu mengantisipasi kalau-kalau mereka tidak jadi pergi dan harus tetap berada di rumah. Chenle pasti protes dan banyak bertanya, tapi itu tidak masalah dibanding mereka harus pergi dan menghadapi resiko yang lebih banyak memuat masalah.
"Mama udah bikin potato mash nih, kejunya juga dibanyakin. Kak Lele sama Lolo makan barengan ya...."
Dari arah dapur ibu hamil itu berujar semangat sembari membawa nampan berisi satu buah mangkuk dan dua gelas susu. Dua bayi kakak-beradik yang tengah menghabiskan waktu di ruang tv dengan mainan mereka yang berserakan itu menyambut kedatangan sang mama dengan riang. Maklum, katanya tadi keduanya mengeluh sudah sangat lapar.
"Aku mau suapin Lolo ya!!"
"Apin Lo ya!"
Renjun mengangguk senang menanggapi pertanyaan si kakak yang bersemangat hendak menyuapi adiknya itu. Ia mengecup gemas pipi gendut kedua bayinya yang masih menguarkan bau strawberry itu. Akhir-akhir ini mereka sering menggunakan sabun yang sama dan karenanya wangi keduanya juga jadi serupa. Wangi-wangi khas bayi yang menggemaskan dan bikin nagih!
"Hihihi kamu seneng yah Lolo mau aku suapin?!"
Chenle berujar semangat sembari menggoda adiknya tadi. Bocah bersetelan kaus tidur itu mendekatkan wajahnya ke wajah sang adik, memandangi wajah Logan dengan senyum lebar sebelum memberikan pipi lembut adiknya sebuah kecupan manis. Renjun yang disuguhi adegan manis antara kakak-beradik itu hanya tersenyum sembari menahan gemas, takut mengganggu waktu Kak Lele dan Lolonya.
"Nanti kamu aku ulusin ya Lolo! Nanti aku masakin telus ummm aku suapin deh.... nanti kan Mama ulusin adik bayi beluang jadi Lolo aku yang ulusin yaaaa!"
"Ah masa bayi gendut bisa urusin Lolo!"
Suara yang tidak diharapkan datang menyapa indra penderangan. Renjun sudah mengantisipasi kalau-kalau nanti si sulung kembali ngambek maka ia akan menyuruh suaminya itu mengerjakan pekerjaan lain agar tidak mengangguk putranya. Ngomong-ngomong, Jeno baru kembali dari mengelap halaman depan yang basah akibat hujan. Tenang, bukan Renjun yang menyuruh kok. Papa tampan itu memang kadang suka berinisiatif mengerjakan pekerjaan rumah yang sekiranya tidak bisa dilakukan Renjun yang sudah berperut besar. Salah satunya, mengepel lantai.
"Emang urusin gimana Kak Lele? Nanti Mama berarti ngga usah ngurusin Kak Lele sama Lolo lagi ya hm?"
Chenle yang tadi sempat memberengut kesal karena pertanyaan sang papa itu kembali berbinar cerah saat mendengar respon mamanya. Ia yang baru menyuapi Logan sesuap camilan buatan sang mama itu mengangguk semangat lantas mendekatkan diri ke arah sang mama yang kini sedang selonjoran sambil bersandar ke sofa.
"Iya Mama ngga usah ulusin aku sama Lolo yaaa kalena Mama halus ulus adik bayi beluang aku hihihi!"
"Serius? Nanti Mama ngga usah puk-puk pantat Kak Lele sama Lolo lagi?"
"Puk puk Looooooo!"
Chenle menggeleng yakin lantas mulai menunjukkan raut wajah seriusnya, "Iya selius deh! Nanti aku pagi-pagi masak telus aku ulusin Lolo. Telus nanti aku mandiin Lolo telus ajak main Lolo. Telus puk-pukin pantat Lolo sebelum tidul!"
"Terus Mama ngapain dong? Kan adik bayi beruangnya masih di dalam perut?"
Bocah sulung itu tampak menimbang-nimbang jawaban yang akan diutarakannya sebelum matanya mengerling jahil ke arah sang papa yang baru kembali dari dapur dengan sebuah cangkir dalam genggaman tangannya.
"ULUSIN PAPA! Kan Papa Nono anak bayi hihihi!"
"HEH!!"
"HIHIHI BAYI NONO KAMU NGGA BOLEH MALAH-MALAH YAH NANTI MAMA SEDIH BANGET DEH!"
"Lele pengen Papa gelitikin ya?!!"
"HIHIHIHI AKU TAKUT BANGET DEH!"
Jeno sudah menaruh cangkirnya dan langsung menerjang dua kakak-beradik itu ke dalam pelukannya. Eits, itu bukan pelukan biasa! Sekalinya dipeluk Jeno, Chenle sampai harus teriak-teriak sambil cekikan minta dilepas, begitupun dengan Logan yang pasti akan merengek kesal sambil memandang sang mama penuh harap.
"Udah ngemil, minum susu, terus dipeluk Papa. Pasti abis ini ngantuk nih Kak Lele sama Lolo...." gumam Renjun sembari menaruh mangkuk dan gelas bekas kedua bayinya itu tadi. Saat kembali ke ruang tengah ia sudah mendapati pemandangan Chenle yang terbaring kelelahan di paha papanya meski masih tetap menyengir lebar. Sementara Jeno sedang pura-pura mengabaikan rengekan Logan dalam pelukannya. Kedua papa dan anak dengan wajah serupa itu tengah berpelukan dengan wajah keduanya yang menempel lucu. Bedanya, pelukan ini tak semanis pelukan Lele dan Lolo karena Logan sudah terlihat frustasi dipeluk papanya dengan tidak manusiawi.
"Mama aku ngantuk banget deh!"
Dugaan Renjun ternyata tak keliru. Putra sulungnya itu benar-benar mengantuk meski masih terlihat ceria. Kalau sudah kelelahan dan sedikit mengantuk di jam sore begini Chenle biasanya akan tidur di paha mamanya sembari mengoceh kecil sebelum tidur. Kadang ia juga akan mengajak bicara dua adik bayi yang masih bersarang di perut mamanya, seolah-olah kedua sosok bayi beruang itu benar-benar mengerti ucapannya sebagai seorang kakak.
"Hm? Sini tidur di paha Mama! Lolo juga sini sayang Mama peluk...."
"Ga! Lolo dipeluk sama Nono aja, ya?"
"Lo No, ya?"
Logan membeo dengan raut wajah sedih. Bocah itu menatap mamanya dengan tatapan memelas berharap dibebaskan dari kembaran besarnya yang kini sedang merecokinya dengan ciuman itu. Chenle yang mendapati adik bayinya sedang berada di tangan Papa Nono si anak nakal itu hanya dapat menggeleng-geleng dengan raut wajah serius.
"Papa Nono ngga boleh nakalin Lolo yah kalena Lolo itu adik bayi aku!"
Tubuhnya yang tadi akan direbahkan di paha sang mama itu beranjak menuju Logan untuk mengecup dan mengelus pipinya dengan sayang, "Lolo aku tidul dulu ya kalena aku ngantuk banget! Nanti aku bangun lagi telus aku ulus kamu ya~
Nanti aku pukpuk kamu deh hihihi!"
"Pukpuk yaaaa!"
Mendapat respon dari adiknya membuat Chenle tersenyum senang. Sekali lagi bocah sulung itu mengecup gemas pipi sang adik dengan manis.
"Muah! Aku tidul dulu yaaaa! Nanti kalau Papa Nono nakal kamu bilang ke aku ya Lolo nanti aku malahin deh!"
"Aku juga mau dicium dong Kak Leleeeeee~"
Yang tengah dibicarakan sebagai tersangka dari aksi nakalnya itu ikut unjuk pipi dengan mata terpejam--ceritanya sedang bertingkah imut untuk mendapat ciuman dari si kakak tertua. Chenle yang tadinya mau menolak akhirnya luluh juga. Bukan apa-apa, ia hanya merasa bahwa papanya ini sedang memperlakukannya sebagai seorang kakak setinggi lampu dan Chenle menyukainya.
"Muah!"
Satu kecupan Chenle berikan di pipi Jeno, "Papa Nono ngga boleh nakalin Lolo ya! Nanti aku sedih banget deh!"
"Oke!"
"Hum!" Chenle mengangguk-angguk senang lantas kembali beranjak menuju sang mama yang daritadi menonton adegan manis antara suami dan anak-anaknya itu, "Tok tok tok! Adik bayi beluanggg, aku tidul dulu yah! Kamu ngga boleh nakal sama Mama ya kalena nanti Mama sedih banget deh!"
"Oke Kak Lele~"
Chenle mengetuk perut mamanya dengan pelan, ceritanya sedang bertamu ke dimensi para bayi beruangnya di sana. Hal itu sontak membuat Renjun tersenyum gemas, ia mengerling ke arah Jeno yang juga terlihat menahan tawa melihat tingkah bayi sulungnya.
Tak butuh waktu lama sebelum keadaan menjadi lebih hening. Chenle sudah terlelap dengan wajah yang menempel di perut mamanya, sementara Logan juga sepertinya sudah mulai kehabisan tenaga, apalagi setelah melihat kakaknya terlelap sekarang.
"Le bobo yaaa...."
Jeno mengangguk sembari mengecup pipi Logan yang sedang bermain mobil-mobilan di pangkuannya, "Iya bobo. Lolo bobo juga yuk? Sama Papa?"
Logan tampak bengong sejenak sembari memandangi wajah papanya dari jarak dekat sebelum menggeleng polos lantas kembali sibuk dengan mobil-mobilannya, "Ga, Lo bobo Maaaa!"
"Hihihi, sini sayang sama Mama! Lolo mau bobo sama Mama hm?"
Jeno melotot pura-pura marah dengan Renjun yang justru tertawa dengan suara lirih saat mendengar penolakan sang putra kepada suaminya itu. Sementara itu si calon kakak yang melihat tawa mamanya ikut terkikik manis lantas dengan cepat melepaskan diri dari perangkap papanya, merangkak dengan cepat menuju sang mama.
"Happp! Lolo kenaaa~"
"Hap! Looo naaa!"
Yang baru saja tertolak oleh anaknya itu hanya dapat memandangi interaksi manis antara putranya dengan sang istri dari tempatnya sekarang. Diam-diam dan tanpa sadar, bibir Jeno tertarik perlahan. Menciptakan senyum manis yang damai juga tampan.
Ah, papa tampan yang satu ini sedang terkagum-kagum rupanya!
"Ngapain senyum-senyum sendiri di situ?"
Pertanyaan Renjun yang bermaksud menyindirnya membuat lamunan Jeno buyar. Pria tampan itu mendengus manis saat melihat tawa mengejek istrinya yang tetap tak mengubah euforianya saat ini; sebuah perasaan damai dan bahagia.
"Sini Nono~ Nono ngga mau dipeluk Mama juga hm?"
Renjun berujar dengan nada menggoda. Tangannya menepuk-nepuk sisi sebelahnya yang kosong. Penawaran itu langsung disambut baik oleh Jeno yang sebelumnya sempat terkekeh tampan.
"Emang masih ada tempat buat aku peluk Mama, hm?"
Ditanyai begitu membuat Renjun tampak berpikir, sebelum kemudian menggeleng sembari tersenyum lebar.
"Gimana kalau Nono aja yang peluk Mama? Hm?"
Sekali lagi Jeno terkekeh tampan, sedikit menunduk untuk menyembunyikan pipinya yang mendadak terasa panas dan merona. Dengan lembut dan hati-hati, ia langsung mendudukkan dirinya di samping Renjun, memeluk tubuh itu sebisanya, dan menyandarkan kepalanya di bahu mungil sang istri. Renjun jarang sekali bersikap manis seperti ini, tapi Jeno juga tidak begitu kaget untuk hal-hal tak terduga semacam ini.
"Seminggu ke depan aku bakal sibuk, belum lagi ngurusin kafe Papa yang kepemilikan tanahnya udah resmi jadi milik aku. Kadang rasanya cape banget dan pengen di rumah aja sama kamu dan anak-anak..."
Jeno berujar lirih dengan mata tertutup rapat. Kepalanya mendusel halus di ceruk leher sang istri yang membuat Renjun sedikit geli. Elusan tangan halus di kepalanya lantas membuat pria tampan itu membuka mata, netranya bertabrakan dengan tatapan damai dan menenangkan milik istrinya.
"Nanti kalau sempet aku usahain pesta halloween buat kita ya...."
Renjun menggeleng halus menanggapi ujaran suaminya dengan suara sedikit parau tadi, "Ngga usah mikirin yang lain. Sekarang kamu santai aja dulu, nikmatin waktu kita sebelum kamu sibuk lagi."
"Sibuk ngurusin kerjaan? Ih malesin!"
Sekali lagi Renjun menggeleng jahil, "Ngga, sibuk nyiapin pesta halloween bareng aku, anak-anak, dan temen-temen kita yang lain.
Bareng orang-orang yang sayang sama kamu."
Tatapan mereka lantas bertemu, melabuhkan banyak buncahan perasaan yang tidak perlu diucapkan untuk dimengerti satu sama lain. Sebuah adegan klise di film-film romantis yang faktanya memang kadang mereka lakukan di saat-saat tepat seperti ini.
Adegan selanjutnya bukanlah kecupan manis atau ciuman panas, melainkan lemparan senyum tulus dari masing-masing paras yang masih betah saling menyuguhkan tatapan penuh cinta mereka.
"Njun...."
"Hm?"
Jeno kembali menutup matanya saat merasakan tepukan lembut sang istri di rambutnya. Ia tidak kaget dengan perlakuan manis sang istri dan memilih menikmatinya sebaik yang ia bisa.
Ia tidak kaget, karena ia tahu bahwa Renjun akan selalu datang memberikannya hal-hal yang ia butuhkan.
"Aku sayang kamu."
"Huh?"
"Aku sayang kamu, sayang banget pokoknya! Nono sayang Mama!"
Renjun tertawa kecil yang bagi Jeno suaranya itu rasanya seperti nyanyian dari surga.
"Aku juga sayang kamu,
Mama sayang Nono banget pokoknya!"
Cup!
Satu kecupan Jeno terima di keningnya, dan pelakunya adalah seseorang yang selama ini jarang melakukannya.
Tapi sekali lagi, Jeno tidak kaget. Karena memang, inilah Huang Renjun yang sesungguhnya. Istrinya yang selalu memberikan hal-hal manis di waktu yang tepat. Istrinya yang selalu ada memberikan kenyaman di waktu-waktu tersulitnya.
Istrinya yang sangat ia sayangi dengan sepenuh hati, begitupun sebaliknya.
Ini cringe banget WKWKWKWKWKWKWK tapi jujur aku suka gemes sendiri kalau Jeno sama Renjun udah nunjukin mommy-nono zone (yang sebenernya cuma ada di khayalan gua) karena sebenernya Jeno itu emang segemesin itu gengs🥺
Walaupun perawakannya kaya kuli angkat barang tapi sebenernya dia itu cuma bayi anjing yang kadang suka minta dimanja dan diperhatiin injun🥺 such a big but cute puppy🥺🥺😔