Mellifluous

By Chocomellow26

5.3K 749 84

Hai, namaku Adresia Michael Polliton. Hiduku awalnya biasa biasa saja, hingga aku dipindahkan ke kantor pusa... More

Part 1: What The Hell He's Doing Here? (Revisi)
Part 2: Keano Ardana Shagufta? (Revis)
Part 3: Gak Papah, Buat Nggak Ngelakuin Apa-apa (Revisi)
Part 4: Kalau Mau Ngomong Itu di Depan Orangnya Langsung (Revisi)
Part 5: Keano, Si Raja Setan (Revisi)
Part 6: Pingsan (Revisi)
Part 7: Mimpi?(Revisi)
Bab 8: Dasar Bos Lucknut! (Revisi)
Bab 9: Disconcert (Revisi)
Bab 10: Bos Tsadeest! (Revisi)
Bab 11: Stalker (Revisi)
Bab 12: Kakak - Adik (Revisi)
Bab 13: Kenapa Dia Bisa Ada Disini? (Revisi)
Bab 14: Stalker (Revisi)
Bab 15: Bon Cabe Level 29 Vs Bon Cabe Level 30 (Revisi)
Part 16: Sekawanan Bebek (Revisi)
Bab 17: Sekarang! Atau Aku Akan Dimakan Hidup Hidup (Revisi)
Bab 18: Gosip (Revisi)
Bab: 19 Gosip (Revisi)
Part 20: Why? Why? Why? (Revisi)
Part 21: Pembalasan (Revisi)
Part 22: Alexi (Revisi)
Bab 23: Bertahanlah Micha (Revisi)
Part 24: Trio Kwek Kwek (Revisi)
Part 25: Oh Mama! (Revisi)
Part 26: Permintaan Pertama Kean (Revisi)
Part 27: Sungguh Mengejutkan (Revisi)
Part 28: Rasa Malu Yang Haqiqi (Revisi)
Part 29: Awkwardness (Revisi)
Part 30: Can I Be Your Boyfriend (Revisi)
Part 31: Single Terhormat (Revisi)
Part 32: Kean Cemburu! (Revisi)
Part 33: Dasar Anak-Anak! (Revisi)
Part 34: Kamu Sekretarisku atau Wanitaku? (Revisi)
Part 35: Aku Hanya Seorang Wanita Yang Selumer Mentega Di Wajan (Revisi)
Part 37: Penjahat Imut (Revisi)
Part 38: Apa Dia Masih Mau Menerimaku? (Revisi)
Part 38: Perisaimu (Revisi)
Part 40: Aku Akhirnya Punya Pacar (Revisi)
Part 41: Hari Pertama (Revisi)
Part 42: Bang Toyib (Revisi)
Part 43: Amukan Kean (Revisi)
Part 44: Hanabi (Revisi)
Part 45: Ketahuan !!! (Revisi)
Part 46: Announcement (Revisi)
Part 47: Aku Ingin Masuk Ke Lubang Tikus (Revisi)
Part 48: Bertemu Kakek (Revisi)
Part 49: Bertemu Kakek (2) (Revisi)
Part 50: Aku Akan Membuktikan Jika Aku Pantas (Revisi)
Part 51: Kean, Yandere?
Part 52: The Vampire Diaries (Revisi)
Part 53: Pesta Ulang Tahun Kakek
Part 54: Gambit
Part 55: Obviously
Part 56: Kesepakatan Yang Bukan Kesepakatan
Part 57: Dewan Direksi Yang Terhormat, Akan Dikumandangkan Kekalahan Kalian
Part 58: Tiba-Tiba Lamaran?
Slide Story 1
Slide Story 2
Slide Story 3 - THE END

Part 36: Drama Picisan (Revisi)

79 10 2
By Chocomellow26

Jangan lupa vote and comment nya ya.

Saya juga menerima kritik dan saran yang mendukung dari pembaca.

Selamat membaca, terima kasih.

***

Kami mengendarai mobil selama kurang lebih tiga jam di perjalanan. Meskipun aku sedikit khawatir saat Kean bersikeras untuk menyetir walaupun badannya masih kurang sehat. Empat puluh menit kemudian kami sampai di hotel yang telah di booking oleh perusahaan. Kami check in dan menaruh barang-barang di kamar masing-masing. Setelah itu, Kean menghubungi Ronald yang juga ada di hotel yang sama.

Alasan aku dan Kean datang jauh-jauh ke Bandung adalah untuk menyelesaikan masalah pembelian tanah untuk pembangunan hotel di Bali. Kebetulan pemilik tanah saat ini tinggal di Bandung.

Pada awalnya Ronald sudah dikirim oleh perusahaan untuk menangani masalah itu. Tetapi kakek Abram tidak mau berurusan dengan Ronald, dia ingin berdiskusi dengan Kean selaku pimpinan perusahaan. Jadi disinilah kami saat ini, berdiskusi dengan Ronald yang sudah menemui Kakek Abram. Kean menanyakan banyak hal pada Ronald, mulai dari bagaimana tanggapannya terhadap tawaran kami dan bagaimana karakter si pemilik tanah ini.

Dan dari apa yang dikatakan Ronald aku mengetahui bahwa tanah yang ada di Bali adalah milik cucu perempuannya. Dia hanya ingin menjualnya jika cucunya menyetujui juga. Kakek Abram sangat menyayangi cucu perempuan satu-satu nya ini. Maka dari itu Kean lebih memilih mendekati cucunya Kakek Abram untuk mempermudah negosiasi ini.

Tapi Ronald memberikan saran untuk berbicara dengan Kakek Abram terlebih dahulu karena bagaimanapun dialah yang memegang hak secara hukum atas tanah-tanah itu.

Besoknya aku dan Kean datang ke kediaman Kakek Abram setelah Ronald membuat janji dengan beliau.

"Ini adalah CEO kami, Pak. Bapak Keano." Ronald mengenalkan Kean pada Kakek Abram.

"Senang bertemu dengan anda Pak Keano, saya Abram." Sapa Kakek Abram. Dia tersenyum hangat dan menggenggam tangan yang Kean ulurkan dengan tegas dan percaya diri.

Aku juga mengenalkan diri, dan Kakek Abram menyambut kami dengan hangat.

"Silahkan duduk, maaf membuat orang sesibuk anda harus datang jauh-jauh datang kesini untuk menemui saya." Kakek Abram membuka pembicaraan.

Kakek Abram berbicara dengan ramah dan sopan. Aku cukup terkejut dengan nada sopan yang dia gunakan saat berbicara dengan kami. Meskipun beliau lebih tua, tapi dia tetap bersikap sopan dan menghargai lawan bicaranya.

Kean dan Kakek Abram berdiskusi tentang tanah yang akan di beli oleh La-Gufta group. Sesekali Ronald ikut menimpali untuk memberikan gambaran lebih jelas pada Kean dan Kakek Abram. Sehingga tak ada miss communication antara keduanya.

Disisi lain, aku mencatat semua point pembicaraan mereka. Dari apa yang aku tangkap, Kakek Abram ingin menjual tanah yang ia peruntukan untuk cucu perempuannya itu. Tetapi beliau tak bisa menjual tanah itu begitu saja karena cucu perempuannya, Latisha tidak menyetujui keputusannya. Alasannya masih belum jelas, karena Kakek Abram tak ingin memberi tahukannya pada kami.

Aku menyadari bahwa Kakek Abram sangat memanjakan cucunya. Matanya terlihat berbinar cerah ketika membicarakan cucu kesayangannya ini. Tapi saat topik terkait bisnis muncul sikapnya berubah. Dia lebih percaya diri dan terlihat bijaksana dalam menyikapi tawaran yang diajukan Kean. Business man sejati, pikirku. Tampaknya beliau masih memiliki pengaruh yang kuat sebagai kepala keluarga. Sangat berbeda dengan kakekku yang lebih memilih menikmati hari tuanya dengan tenang.

Selain itu, beliau juga ingin berinvestasi dalam proyek pembangunan museum dan galeri seni yang rencananya akan berdampingan dengan hotel. Melihat dari banyaknya lukisan dan pajangan antik di rumah ini, aku tahu Kakek Abram sangat tertarik dengan seni.

"Maksud saya meminta pertemuan dengan Bapak Kean adalah untuk membicarakan masalah investasi di museum dan galeri seni yang ingin anda bangun," ucap Kakek Abram.

"Dengan senang hati saya akan merundingkan masalah ini dengan anda," balas Kean dengan sikap yang sama sopannya dengan Kakek Abram.

"Sejujurnya saya ingin ikut serta dalam pembangunan museum dan geleri ini. Anda pasti mendengar bahwa keluarga saya juga sangat mencintai seni dan arsitektur. Saya ingin kita bekerja sama untuk pembangunan museum dan galeri seni. Karena saya ingin memberikan kebebasan untuk cucu perempuan saya." Ucap Kakek Abaram dengan senyum bahagia.

Terlihat jelas bahwa dia sangat menyayangi cucu prempuannya yang bernama Letisha. Kakek Abaram mengatakan bahwa Letisha sama dengannya menyukai lukisan dan barang antik. Sayangnya orang tuanya ingin dia meneruskan bisnis papanya. Dan untuk menghibur gadis itu, Kakek Abram ingin memberikan museum dan galeri untuk cucunya.

"Dia anak yang sopan dan juga baik. Makanya dia sangat jarang membantah orang tuanya." Lanjut Kakek Abram, Kean yang ada disampingku tersenyum lembut menanggapi itu.

"Baiklah, kalau begitu saya akan mencoba menemuinya untuk membicarakan masalah tanah dan kesepakatan kita sebelumnya," kata Kean setelah berdiskusi panjang dengan Kakek Abram.

"Saya akan mengatur pertemuan anda dengannya," Kean tersenyum menanggapi.

Akhirnya pertemuan itu berakhir. Aku dan Kean memilih mampir di salah satu restoran yang dekat dengan hotel. Sedangkan Ronald sudah lebih dulu kembali ke hotel untuk bersiap berangkat ke Jakarta sore ini.

Satu jam setelah makan, Kean mangajakku untuk mendiskusikan langkah apa yang akan kami ambil untuk menghadapi cucu Kakek Abram. Kami melanjutkan pekerjaan di hotel. Dan berakhir makan malam di restoran hotel.

"Kamu pasti kelelahan mengurus semuanya hari ini. Istirahatlah, besok kita lanjutkan." Kata Kean saat kami selesai makan malam.

"Bapak tak perlu mengkhawatirkan saya, saya baik-baik saja. Dari pada itu, apa anda baik-baik saja. Tadi pagi saya masih mendengar anda batuk dan bersin-bersin. Anda meminum obat yang saya berikan, kan?" tanya ku saat aku dan Kean melangkah keluar dari restoran.

"Senang rasanya mendengar kamu mengomel karena mengkhawatirkan saya Micha," ucapnya dengan tersenyum menggoda.

"Jangan menggoda saya disini pak," tandasku saat bos licik ini mulai mendekat dan bertindak aneh.

"Kenapa kamu selalu berfikaran negatif terhadap saya?" tanya Kean dengan nada tak suka.

"Itu karena anda selalu mencari kesempatan setiap saat, jadi saya selalu waspada." Ucapku cepat, saat Kean kembali mendekat bahkan ingin menarik pinggangku kearahnya.

"Kenapa? Kamu tidak menyukainya?" tanya Kean saat aku bergeser menjauh darinya.

"Bukan seperti itu," sergahku cepat.

"Berarati kamu menyukainya?" balas Kean dengan gembira. Karena aku tak menjawab juga, Kean mengulurkan tangannya dan menarikku mendekat kearahnya.

"Jadi kamu menyukainya. Benar begitu?" tanya Kean sekali lagi. Aku tak tahu harus menjawab apa.

"No comment," ucapku akhirnya dan berlari menjauh darinya. Kean terkekeh geli ketika melihatku berlari lebih kencang lagi saat dia memanggil namaku di lobi hotel.

***

Dua hari berikutnya Kakek Abram mengatur pertemuan kami dengan cucunya. Aku melihat gedung di depan kami. Studio milik Latsiha. Kean dan aku melangkah masuk setelah pintu besar di depan kami di buka oleh seorang pembantu.

Di dalam studio terdapat beberapa lukisan dan miniatur unik yang di pajang. Ada juga beberapa patung dan guci yang terlihat menarik minatku. Aku memperhatikan semua yang ada di dalam studio dengan antusias. Saat aku melirik Kean, bos setan disampingku juga melakukan hal yang sama.

"Sepertinya dia cukup berbakat," ucap Kean saat aku menoleh padanya.

"Saya rasa begitu," jawabku. Tak berapa lama Letisha yang kami tunggu muncul.

Dia menggunakan dress berwarna pitch yang membuatnya terlihat segar dan juga imut. Wajahnya bulat dan kulitnya lembut seperti kulit bayi.

"Hai, Kean?" sapanya saat dia mendekat kearah kami.

Berbeda dengan Kakek Abram yang bersikap sopan, Letisha lebih santai. Dia terlihat supel dan yang membuatku terheran adalah senyum manis yang sedari tadi bertengger di bibirnya yang mungil.

"Keanno," sapa Kean saat kami sudah saling berhadapan.

Kean mengulurkan tangannya. Letisha menyambutnya dan memberikan kecupan di pipinya. Aku menatap heran pada Letisha yang menyapa Kean seperti menyapa temannya. Mendengar dia pernah sekolah di luar negeri, aku pikir kebiasaan itu masih ada.

"Adresia," ucapku saat Letisha mengalihkan pandangannya padaku yang ada di sebelah Kean.

"Letisha," sambutnya dengan menjabat tanganku formal.

Hingga beberapa saat yang lalu aku masih tak menganggap aneh perilaku gadis ini. Tapi sekarang, aku bertanya-tanya kenapa dia memperlakukanku dengan formal. Sedangkan dia menyapa Kean dengan sikap centil yang bersahabat. Aku memandang heran Letisha yang mengajak Kean berbicara.

"Aku sudah mendengar banyak tentang kamu dari kakek," katanya. Lalu mengusap bahu Kean.

Kean terlihat keheranan dengan perlakuan Letisha. Tak berbeda denganku yang juga sedikit syok dengan sikap terang-terangannya. Tapi aku dan Kean berusaha tersenyum dan bersikap formal saat dia mengajak kami memasuki lebih dalam studio miliknya.

Kean menarikku mendekat kearahnya. Melingkarkan sedikit tangannya di pinggangku. Melihat itu, Letisha melirik tajam kearahku.

Merasa di tatap, aku menoleh kearahnya. Dia tersenyum sopan saat aku menoleh kearahnya. Lalu dia dengan cepat menarik Kean duduk di salah satu sofa. Dia mengajak mengobrol Kean yang terlihat gerah dengan kelakuannya.

"Saya sudah membicarakan masalah pembelian tanah dengan kakek anda, beliau mengatakan bahwa anda belum menyetujui penjualan atas tanah itu. Jadi saya menemui anda untuk menegosiasi ulang tawaran kami sebelumnya." Ucap Kean saat Letisha meminta salah seorang pembantu disana untuk membuatkan kami minuman.

"Ah, aku sudah mendengarnya dari kakek. Tapi rencananya tanah itu akan aku jadikan lapangan golf," jawab Letisha dengan ringan.

Dia bahkan tak mendengarkan lebih lanjut ucapan Kean. Kean berusaha menawarkan tempat strategis untuk lapangan golf. Tapi Letisha terlihat tidak tertarik dengan topik pembicaraan itu. Aku juga sudah memberikan beberapa penawaran yang kami susun untuk Letisha. Dia bahkan tak meliriknya sama sekali.

Sikapnya berubah seratus delapan puluh derajad saat membicarakan apa yang sedang dilakukannya saat ini, dan uang sebanyak itu tak akan membuatnya berubah pikiran untuk menjual tanah itu. Suasana santainya berubahan sedikit demi sedikit menjadi sombong. Melihat itu Kean mengubah strateginya untuk menarik Letisha.

"Lapangan golf? Rencana anda benar-benar bagus. Saya juga awalnya berencana membuat lapangan golf di sekitar sana. Tapi karena banyak wisatawan yang mengunjungi pantai dan desa di sekitar situ, saya pikir memiliki sebuah penginapan yang dekat dengan budaya masyarakat lokal menciptakan keuntungan yang lebih baik. Selain itu, kakek anda juga ingin berinvestasi dalam pembangunan museum dan galeri seni perusahaan kami. Saya juga sudah berjanji untuk mempertimbangkan anda sebagai direktur di galeri itu. Tapi sepertinya itu hanya akan menjadi angan-angan kakek anda. Padahal dia sangat senang bisa membantu cucu kesayangannya menikmati hobinya." Ucap Kean seoalah dia putus asa dan sedih dengan pilihan Letisha.

Sebelumnya Kakek Abram sudah mengatakan pada Kean bahwa akan sulit membujuk wanita ini. Kerena itu dia menyarankan untuk membocorkan hadiah spesial itu untuk menarik minat Letisha. Dan ternyata berhasil. Letisha terlihat mendengarkan Kean.

"Apakah kakek merencanakan itu?" tanyanya. Dia terlihat tak percaya tapi akhirnya tersenyum senang.

"Benar, kakek anda meminta saya untuk mempertimbangkan anda sebagai direktur museum dan galeri seni milik perusahaan kami. Melihat dari lukisan dan miniatur yang ada diruangan ini. Selera anda cukup bagus. Saya yakin kita akan dapat bekerja sama. Ditambah saya mendengar anda juga pernah mengambil jurusan seni. Ini membuat saya bertambah yakin." Ucap Kean dengan percaya diri.

Letisha mengajukan berbagai pertanyaan tentang museum dan hotel yang akan dibangun disebelahnya. Setelah berunding cukup lama, akhirnya perempuan itu menyepakati tawaran yang kami buat. Kean dengan cepat menghubungi kakek Abram, sedangkan aku mengeluarkan kontrak yang akan ditanda tangani Letisha dan kakek Abram begitu mendengar kesepakatan itu dibuat.

"Baiklah, semoga kita bisa bekerja sama dengan baik." Ucap Kean setelah Letisha menanda tangani kotrak itu.

"Tentu. Oh, kamu mau makan malam disini? Sepertinya sebentar lagi jam makan malam," ucap Letisha, dia lalu menyentuh sedikit pergelangan tangan Kean.

Sedari tadi aku melihat dia mengambil kesempatan untuk menyentuh bos setan ini. Apa dia benar-benar terpikat oleh daya tarik Kean. Well, tak heran jika dia jatuh cinta dengan pesona laki-laki di sampingku ini. Aku sudah terlalu sering melihat kejadian seperti ini. Tapi melihat cara Letisha menyentuh dan menggodanya benar-benar membuat ku muak.

Yang lebih menyebalkannya, dia bahkan tak menganggap ada keberadaanku yang sedari tadi duduk disamping Kean dan memperhatikan aksinya. Kean terlihat tak nyaman dengan kelakuan Letisha. Dia kembali bergeser mendekat kearahku.

Letisha mengajak Kean mengobrol, yang hanya ditanggapi singkat oleh laki-laki itu. Berhenti disitu, ponsel Kean bergetar. Dan bos setan itu melangkah menjauh menjawab panggilan telepon dari Pak Myer.

"Sepertinya anda termasuk sekretaris yang dekat dengan atasannya." Ujar Letisha saat Kean menjauh dari kami. Aku mendengar nada menyindir dari kalimatnya barusan.

"Bukankah setiap sekretaris harus dekat dengan atasannya agar bekerja lebih efisien." Kataku menjawab dengan santai.

"Anda tahu dengan jelas apa makna dekat dari perkataan saya," ucapnya masih dengan nada sindiran yang semakin jelas.

"Apa saya terlihat seperti itu? Apapun hubungan kami, itu bukan sesuatu yang harus anda pedulikan. Selain itu, saya tak berkewajiban menjelaskan bagaimana hubungan saya dengan atasan saya pada rekan bisnis kami." Jawabku dengan memberikan senyum pengeritan padanya.

Tapi sepertinya wanita ini tak puas dengan jawaban ambiguku. Dia terlihat kesal dan juga geram karena aku tak terlihat marah dan memilih membiarkan topik ini berlalu.

"Apa Kean tahu sekeretarisnya bersikap tidak sopan dengan rekan bisnisnya?" ejek Letisha.

"Anda harus memanggilnya Bapak Kean. Bukan Kean," kataku dengan tegas.

"Saya sudah mentoleransi anda sedari tadi, tapi sikap tidak sopan anda benar benar menggangu. Anda menyadari bahwa anda adalah rekan bisnis kami, tapi sikap anda pada Pak Kean justru membuat saya bertanya-tanya. Apa Kakek Abram tahu sikap cucu kesayangannya seperti ini? Sepanjang hari dia hanya membicarakan betapa sopan dan baiknya anda sebagai cucu. Tapi saya rasa kakek akan kecewa mendengar anda mempertanyakan hubungan saya dengan atasan saya seperti apa yang ada lakukan barusan." Jawabku, Letisha terlihat semakin marah.

"Saya rasa tidak ada yang perlu kita diskusikan lagi hari ini. Selanjutnya anggota tim kami akan menghubungi anda untuk membicarakan kesepakatan tambahan yang telah kita setujui. Kalau begitu saya permisi," ucapku saat melihat Kean sudah akan melangkah kearah kami.

Aku berdiri dan mengambil dokumen diatas meja. Tapi saat yang bersamaan Letisha juga berdiri dan sedikit mendorongku hingga aku mundur beberapa langkah.

"Jangan membawa kakek dalam pembicaraan ini. Sepertinya saya salah menilai anda. Anda ternyata lebih kurang ajar dari yang saya kira." Ucapnya, dan melangkah kearahku.

"Dan sepertinya kakek juga salah, anda juga sangat kurang ajar. Lebih dari yang saya kira." Tandasku tak tahan dengan kelakuan Letisha lagi.

Mendengarku kembali menjawab perkataannya dia kembali mendorongku. Kali ini lebih kuat dari sebelumnya. Membuatku terjatuh dengan kuat kebelakang.

Aku mengaduh kesakitan. Dan Kean dengan cepat berlari kearahku yang terjengkang. Wajahnya penuh kekhwatiran. Dia menggeram marah melihatku berusaha bangkit.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Kean. Aku bisa merasakan dia menahan amarahnya karena ulah Letisha.

Aku mengangguk sebagai jawaban. Saat Kean akan memarahi Letisha, aku mencegahanya. Takut jika kesepakatan yang telah susah payah kami dapatkan gagal hanya karena kejadian kecil seperti ini. Akhirnya Kean menghembuskan nafas frustasi, dan kembali mengecek keadaanku.

"Apa? Kamu terluka? Dimana?" teriak Kean. Aku yang mendengarnya menatap bingung pada Kean yang sibuk memeriksa siku tanganku yang berdarah.

Sebelum aku sempat menjawab pertanyaannya. Kean kembali bersuara.

"Apa? Kamu merasa akan mengeluarkan seliter darah? Kamu merasa akan pingsan?" ucap Kean dengan nada panik. Mendengar dia maracau tak jelas, aku menatapnya dengan wajah bodoh. Lalu Kean memberikan kode, memintaku untuk berpura-pura.

Dengan cepat aku kembali terbaring dan berteriak kesakitan.

"Aduh, kepala saya terbentur. Saya rasa kepala saya berdarah pak. Saya tak sanggup bangun karena pusing. Ah, saya rasa saya akan pingsan karena menahan sakit." Teriakku pura-pura kesakitan. Aku memegang kepalaku seolah-olah ada rasa sakit yang tak dapat kutahan hingga aku menjambak sedikit rambutku.

"Saya bawa ke rumah sakit," ucap Kean dengan cepat.

"Iya, saya rasa saya mengalami geger otak." Lirihku. Dan Kean tersenyum mendengarku menambah-nambahkan drama ke dalam permainan kami.

Kean menyandang tasku lalu dia menyelipkan tangannya di kakiku dan mengangkatku dengan kedua tangannya. Aku terkejut dengan perubahan posisi ini, apa boleh buat. Aku kemudian bersandar sedikit kearah Kean, lalu membuat ekspresi tak berdaya yang biasanya ku gunakan untuk meluluhkan Raka yang sedang marah.

"Saya rasa kita tidak bisa makan malam, saya harus membawa sekretaris saya ke rumah sakit segera." Ucap Kean pada Letisha yang hanya menatap kami cengong. Dia dengan bingung menatap aksi dramatis kami.

"Kalau begitu kami permisi," pamit Kean.

Dan kemudian kami keluar dari studio itu dan masuk ke dalam mobil. Kean menaruhku dengan hati-hati di kursi penumpang saat melihat Letisha masih mengikuti kami. Dia menatap kami dengan wajah bodoh, tak tahu harus menanggapi bagaimana aku dan Kean yang melarikan diri dengan cepat dari sana.

***

Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 107K 53
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
664K 24.6K 37
SEQUEL MY HUBBY Masih ingat sama anak sulungnya abi Nathan sama umi Syifa? Ya, Rafelino Gibran Arrafka. Cucu pertama dari tuan dan nyonya besar Arraf...
764K 50.3K 58
[Comedy & Romance] Punya guru yang di kagumi saat SMP? Casyla Cabella tentu punya. Tapi nasib, saat ia kelas 8 guru gans itu dipindah tugaskan. Denge...
12.9K 760 58
Dimana suatu hubungan harus berada diujung perpisahan. Jika kita dihadapi dua pilihan antara bertahan dan lepaskan. Maka apa yang akan kau pilih? Beg...