Jangan lupa vote and comment nya ya
Selamat membaca
***
Kean meraihku tampa peringatan. Tangannya yang berada di pinggangku menarikku dengan lembut mendekat padanya saat dia menghisap bibir merahku. Dia dengan ringan menghisap bibirku untuk melemaskan otot – ototku yang tegang karena tindakannya. Sejujurnya aku tak tau harus berbuat apa. Disisi lain, Kean mengambil langkah berani saat aku masih belum sadar dari keterkejutannku.
Dia malah menggunakan lidahnya untuk memperdalam ciuman. Aku bisa mencicipi rasa anggur yang pahit dan buah segar dari mulutnya. Dengan ahli dia menggulung lidahnya di dalam mulutku. Bermain main dengan lidah, gusi dan gigiku.
Apa yang terjadi?
Kenapa dia tiba-tiba menyerangku. Mataku langsung terbuka begitu Kean berhenti. Dia menatapku, lalu dengan cepat menggulung kembali lidahnya sambil mempertahankan kontak mata dengannku.
"Kenapa kamu begitu terkejut?" ucapnya. Suaranya serak dan dalam, membuatku takut jika Kean tiba – tiba menyerangku lagi tampa peringatan. Saat aku melihat mata Kean yang semakin lama tumbuh menggelap. Alarm di otakku langsung berbunyi, menuntut kewaspadaan.
"Bukankah aku sudah peringatkan Micha, jangan terlalu kentara... Kamu mempersulitku." Katanya sambil mengusapkan jempolnya dipipiku yang sudah terasa semakin panas sejak kami melakukan kontak mata tadi.
"Cobalah untuk menyembunyikannya sebanyak yang kamu bisa. Jika aku merasakannya, itu hanya membuatku ingin menembusnya."
"Hah?" aku berkedip dengan wajah bodoh. Sama sekali tak mengerti kemana arah pembicaraan Kean barusan.
Tapi disisi lain, Kean malah semakin mendekat, merapatkan tubuhnya padaku. Membuatku kembali gugup dan bergerak mundur.
"Kamu terlihat gugup. Terkadang ketakutan seperti ini membuatku ingin memenuhinya."
"Aku tak gugup, apa lagi takut," sergahku segera.
Berbeda dengan apa yang aku katakan, kakiku kembali melangkah mundur begitu Kean mendekat kearahku. Senyum geli muncul diwajahnya. Lalu dengan cepat matanya menatap nakal pada wajahku yang memerah karena malu.
"Oh, Benarkah?" sindirnya, masih dengan wajah nakal.
"Berapa kali aku peringatkan Micha, cobalah untuk menyembunyikannya sebanyak mungkin. Jangan membuat ekspresi wajah seperti ini. Jika kamu melakukannya, itu hanya membuatku ingin menggodamu lebih banyak. Dan mungkin itu akan sampai pada titik tidak bisa dihentikan..." katanya dan kembali meraih pinggangku.
Mataku membesar karena tindakannya yang begitu cepat. Kean tertawa puas melihat ekspresiku. Dan mulai menciumku sekali lagi. Dengan lembut dan manis. Kakiku sudah lemas karena tindakannya. Sehingga tak sanggup lagi menopang berat tubuhku. Aku menelan nafas gugup.
Kean dengan ringan mencium bibirku. Lidahnya dengan lembut merusak bagian dalam mulutku. Dia perlahan lahan berjalan masuk dan menyentuh gusi serta sisi pipiku. Saat Kean berhenti, aku merasa bisa mengambil nafas lega. Tapi dengan cepat dia mengganti posisinya dan mengunci bibirku lagi. Aku terkejut dan menatapnya heran. Kean menatapku geli melihat mataku yang membulat sempurnya karena tindakannya. Aku bisa merasakan senyum bertengger dibibirnya saat dia kembali menciumku.
Setelah dia puas melahap bibirku. Kean mendengus geli dan mengusap bibirku yang kesemutan karena ulahnya.
Lalu sebelum aku protes karena tindakannya. Suara beberapa orang yang mendekat kearah kami menggangguku. Aku langsung menyeret Kean menjauh dari balkon. Bersembunyi dibalik pilar besar yang ada di balkon. Aku tak ingin membiarkan orang lain melihat kondisiku seperti ini. Apalagi terlihat berduaan dengan Kean. Wajahku masih merah karena malu.
Aku bisa melihat dua orang berdiri di tempat kami sebelumnya. Meskipun aku tak bisa mendengar percakapan mereka karena keributan dari acara didalam. Tapi aku yakin keduanya adalah pasangan. Kean memperhatikan aku yang sedang memantau situasi. Lalu dia terkekeh geli melihat raut wajahku yang terkejut melihat pasangan itu berpelukan.
"Kenapa? Bukankah kita sudah melakukan yang lebih dari itu?" katanya dengan raut wajah nakal lengkap dengan senyum geli di bibirnya.
Aku melirik bibir Kean yang juga terlihat berantakan karena ulah kami barusan. Bekas lipstiku terlihat jelas di bibirnya. Membuat wajahku memerah panas memimikirkan tindakan memalukan kami barusan.
Kamu pasti sudah gila Rere? Bisa-bisanya kamu melakukan tindakan tidak bermoral itu di tempat seperti ini? Rutukku dalam hati.
"Micha jangan menatapku seperti itu. Apa kamu ingin mengulangnya disini?" lirihnya dengan suara dalam. Aku menatapnya takjub. Tak percaya dia akan mengatakan itu setelah apa yang terjadi.
Apa laki – laki ini waras? Jangan – jangan dia benar benar mabuk?
"Saya tidak mabuk," sergahnya sebelum aku menanyakannya.
"Kamu yang membuatku ingin menggodamu lagi." Kean kembali mendekat saat aku kembali melirik pasangan di didepan sana.
"Kean, jangan macam macam." Tandasku segera saat kurasa dia akan beraksi sekali lagi.
"Apa aku harus mencium dan menggoda mu baru kamu mau memanggil namaku? Kalau begitu aku akan melakukannya sesering mungkin." Katanya dengan senyum menggoda.
Aku menyikut perutnya dengan sikuku membuatnya meringis dan berteriak kesakitan. Hingga sepasang sejoli di depan sana menoleh kearah kami. Aku langsung membekap mulutnya dan menggeser posisi kami lebih dekat kearah tanaman besar yang ada disamping pilar. Bersembunyi dari dua orang yang mulai curiga dengan keberadaan kami.
"Sstttt, jangan bergerak." Aku kembali menoleh kearah pasangan itu, tapi mereka sudah bergerak masuk ke dalam, bergabung dengan yang lain dalam pesta.
"Apa kamu sedang menggodaku Micha?" Aku tersadar setelah Kean bersuara. Posisi kami benar benar membuat orang salah paham.
"Sorry," ucapku mulai menjauh dari Kean.
"Tunggu, harusnya bapak yang minta maaf pada saya."
"Kenapa bapak lagi..." jawab Kean dengan frustasi.
"Anda harus meminta maaf pada saya." Kataku tak menggubris jawaban Kean sebelumnya.
"Minta maaf? Apa salahku?" tutur Kean dengan wajah dingin seolah-olah tak terjadi apa-apa.
"Apa saya harus menjelaskannya? Anda baru saja mencium saya." kataku dengan geram.
"Dengan tiba-tiba. Terang-terangan. Terus-menerus. Dan tampa mempedulikan saya yang syok karena itu." Kataku dan menatap Kean kesal.
"Jangan pernah melakukan ini lagi Pak, saya tak akan membiarkan ini terjadi lagi." Ucapku. Lalu melangkah menjauh dari Kean.
Kean mengikutiku yang beranjak dari tempat persembunyian kami.
"Jangan mendekat." Aku mengulurkan tangan mencengah Kean melangkah kearahku.
"Apa yang anda lakukan? Apa anda ingin menimbulkan gosip lagi? Anda harus menunggu lima menit disini, jangan sampai orang-orang salah paham melihat kita bersama keluar dari balkon." Tandasku, dan berlalu meninggalkan Kean yang berdiri diam.
***
Kean mematuhi perintahku. Dia masuk lima menit kemudian dan bergabung disebelahku. Aku sedang mengobrol dengan Pak Casey dan rombongannya saat Kean melangkah mengisi posisinya sebagai pasanganku malam ini.
Kean mengambil segelas anggur yang dibawa pelayan. Lalu dia menoleh kearahku. Ketika aku menatapnya kurasa jantungku lepas dari ganggangnya. Kenapa aku bisa lupa. Disekitar bibir Kean penuh dengan bekas lipstick ku. Aku menatap horror kearah Kean. Sedangkan Bos setan ini malah tersenyum dengan bibir yang penuh dengan lipstick ku.
Pak Ardi menatap geli wajahku yang terkejut. Mataku nyaris keluar dari cangkangya. Sedangkan jatungku sudah dari tadi berhenti bedetak. Kean masih saja santai, sementara yang lain menatap gembira bercampur geli kearahnya.
"Jadi siapa wanita itu?" tanya Pak Casey saat Kean menyesap anggurnya.
"Wanita siapa?" dengan acuh Kean menjawab pertanyaan Pak Casey. Sedangkan aku disampingnya panas dingin mendengar percakapan mereka.
"Awalnya saya kira kamu tak akan pernah suka dengan perempuan. Tapi setelah melihatmu malam ini, saya rasa kesimpulan saya salah. Mungkin kabar bahwa kamu dulu playboy memang benar. Bukankah begitu Adre?" kata Pak Casey sambil menatapku kagum, lalu menatapku dengan senyum menggoda.
"Hah? Ah, mungkin benar pak," jawabku, terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba Pak Casey.
Sambil memegang gelas jus dengan gugup, aku kembali melirik Kean. Sedangkan yang dilirik malah menatapku dalam-dalam. Aku menatapnya tajam, sambil mengerucutkan bibirku. Gatal ingin memberitahunya. Aku mengkode Kean dengan menyentuh bibirku. Tapi Kean hanya menatapku bingung. Dengan putus asa aku membuat beragam ekspresi di wajahku, tapi yang terjadi adalah tawa yang keluar dari Pak Casey dan Pak Ardi.
"Maaf pak, kami permisi sebentar," tuturku. Lalu menyeret Kean keluar.
"Ada noda lipstick di bibir bapak. Kenapa bapak tidak membersihkannya sebelum masuk ke dalam?" ucapku dengan frustasi saat melihat Kean menatapku dengan wajah datarnya.
"Kenapa saya harus?" jawabnya dengan acuh. Apa? Apa dia sengaja? Kepalaku berdenyut sakit melihat Kean dengan santai melipat tangannya dan menatapku dengan acuh tak acuh.
"Saya mau kamu yang membersihkannya," katanya. Dan aku terdiam tak tau harus berbuat apa untuk menghilangkan frustasi dan geramku pada Kean.
"Kalau kamu nggak mau yang sudah, saya masuk dulu," jawabnya. Lalu kembali melangkah masuk kedalam.
Apa yang laki – laki gila ini pikirkan? Bertingkah laku kekanak-kanakan.
Aku menarik tanggan Kean. Dan memposisikan diriku di depannya. Lalu mengeluarkan sapu tangan dari clutch bag ku. Dengan cepat aku bergerak membersihkan bekas noda lipstick di bibir Kean. Begitu aku selesai Kean menatapku dengan wajah gembira.
"Bapak menggoda saya lagi bukan? Lain kali saya tidak akan tertangkap lagi." Kataku sebal, dan melangkah menjauh dari Kean sambil menghentakkan kakiku kesal.
***