Mellifluous

By Chocomellow26

5.3K 749 84

Hai, namaku Adresia Michael Polliton. Hiduku awalnya biasa biasa saja, hingga aku dipindahkan ke kantor pusa... More

Part 1: What The Hell He's Doing Here? (Revisi)
Part 2: Keano Ardana Shagufta? (Revis)
Part 3: Gak Papah, Buat Nggak Ngelakuin Apa-apa (Revisi)
Part 5: Keano, Si Raja Setan (Revisi)
Part 6: Pingsan (Revisi)
Part 7: Mimpi?(Revisi)
Bab 8: Dasar Bos Lucknut! (Revisi)
Bab 9: Disconcert (Revisi)
Bab 10: Bos Tsadeest! (Revisi)
Bab 11: Stalker (Revisi)
Bab 12: Kakak - Adik (Revisi)
Bab 13: Kenapa Dia Bisa Ada Disini? (Revisi)
Bab 14: Stalker (Revisi)
Bab 15: Bon Cabe Level 29 Vs Bon Cabe Level 30 (Revisi)
Part 16: Sekawanan Bebek (Revisi)
Bab 17: Sekarang! Atau Aku Akan Dimakan Hidup Hidup (Revisi)
Bab 18: Gosip (Revisi)
Bab: 19 Gosip (Revisi)
Part 20: Why? Why? Why? (Revisi)
Part 21: Pembalasan (Revisi)
Part 22: Alexi (Revisi)
Bab 23: Bertahanlah Micha (Revisi)
Part 24: Trio Kwek Kwek (Revisi)
Part 25: Oh Mama! (Revisi)
Part 26: Permintaan Pertama Kean (Revisi)
Part 27: Sungguh Mengejutkan (Revisi)
Part 28: Rasa Malu Yang Haqiqi (Revisi)
Part 29: Awkwardness (Revisi)
Part 30: Can I Be Your Boyfriend (Revisi)
Part 31: Single Terhormat (Revisi)
Part 32: Kean Cemburu! (Revisi)
Part 33: Dasar Anak-Anak! (Revisi)
Part 34: Kamu Sekretarisku atau Wanitaku? (Revisi)
Part 35: Aku Hanya Seorang Wanita Yang Selumer Mentega Di Wajan (Revisi)
Part 36: Drama Picisan (Revisi)
Part 37: Penjahat Imut (Revisi)
Part 38: Apa Dia Masih Mau Menerimaku? (Revisi)
Part 38: Perisaimu (Revisi)
Part 40: Aku Akhirnya Punya Pacar (Revisi)
Part 41: Hari Pertama (Revisi)
Part 42: Bang Toyib (Revisi)
Part 43: Amukan Kean (Revisi)
Part 44: Hanabi (Revisi)
Part 45: Ketahuan !!! (Revisi)
Part 46: Announcement (Revisi)
Part 47: Aku Ingin Masuk Ke Lubang Tikus (Revisi)
Part 48: Bertemu Kakek (Revisi)
Part 49: Bertemu Kakek (2) (Revisi)
Part 50: Aku Akan Membuktikan Jika Aku Pantas (Revisi)
Part 51: Kean, Yandere?
Part 52: The Vampire Diaries (Revisi)
Part 53: Pesta Ulang Tahun Kakek
Part 54: Gambit
Part 55: Obviously
Part 56: Kesepakatan Yang Bukan Kesepakatan
Part 57: Dewan Direksi Yang Terhormat, Akan Dikumandangkan Kekalahan Kalian
Part 58: Tiba-Tiba Lamaran?
Slide Story 1
Slide Story 2
Slide Story 3 - THE END

Part 4: Kalau Mau Ngomong Itu di Depan Orangnya Langsung (Revisi)

139 21 2
By Chocomellow26

Selamat membaca, Jangan lupa vote and comment nya ya

Chocomellow

***

Setelah kejadian di tempat parkir, hari-hari ku terasa lebih berat. Sekarang apa yang harus aku lakukan. Aku bahkan belum mulai bekerja dengannya, tapi kengerian karena cengkramannya sudah membuatku menggigil ketakutan.

Andai saja dulu aku tak menggubris permintaan papanya Kean. Dia tak akan semarah itu padaku. Tidak, mungkin lebih baik tak mengenalnya akan jauh lebih baik.

"Ini dia anaknya." Suara Dimas mengagetkanku dari pikiranku yang semerawut. Aku melihat anak anak DK berkumpul di depan kubikel Dimas. Mbak Meli yang pertama kali membuka suara.

"Jadi rumor itu benar atau nggak sih re?" Tanya mbak Meli padaku yang hanya membuatku bertambah bingung. Dari pagi aku harus berurusan dengan bagian acara, jadi baru sekarang aku sempat ke lantai empat, ke ruanganku.

"Rumor apaan mbak? Emang ada kejadian apa selama aku rapat tadi?" Aku penasaran. Baru empat jam ini kantor ku tinggal masa udah ada gosip terbaru sih. Benar benar nih, biang gosip nih DK (Departemen Keuangan).

"Lo benar benar belum dengar re? Gue nggak tau harus ngomong apa, tapi kayaknya lo harus tau ini." Dimas angkat suara setelah disenggol Mbak Meli yang ada di sebelahnya. Mereka menatapku dengan wajah cemas.

"Kantor lagi heboh, ada rumor antara lo sama bos. CEO kita yang baru, pak Kean." Lanjut Dimas. Aku menatapnya tak percaya. Rumor aku dengan Kean? Kok bisa?

"Lo ngomong apa barusan Dim, rumor gue sama Pak Kean?" Aku menghela nafas kasar. Apa lagi ini? "Rumor apaan sih? Emang ada rumor apa antara gue sama Pak Kean?"

"Dari rumor yang beredar, katanya lo godain Pak Kean makanya bisa diangkat jadi sekretarisnya. Ada yang liat lo sama Pak Kean di parkiran di basemen. Kalian pelukan." Dimas menatapku ingin tau.

"Terus gue juga dengar ada rumor lo yang mohon-mohon sampe godain Pak Ardi biar bisa direkomendasikan jadi sekretarisnya Pak Kean."

"Apan sih, kok bisa aku godain Pak Kean sama Pak Ardi? Ngacok nih rumor. Dimana lo dengar rumor ngacok kayak gini Dim?" benar benar gila. Apa mereka kekurangan bahan untuk gosip, kenapa rumor nggak masuk akal ini bisa muncul?

"Dari anak anak Departemen Service mbak, ada yang liat mbak sama Pak Kean pelukan di dekat tempat parkir." Rita menambahkan.

Wah benar benar nih rumor. Ini sih udah fitnah namanya. Siapa sih yang nyebarin nih rumor. Awas aja kalau aku ketemu orangnya bakalan aku cabein tu mulut pedasnya. Biar tau rasa tu orang.

"Dengar ya Dimas, Mbak Mel, semuanya. Gue nggak ada hubungan apa apa sama Pak Kean. Masa Pak Kean mau di goda sama rakyat jelata kayak gue, gue itu beda kasta sama dia. Yah, walaupun gue tau pesona gue nggak bisa di lawan, tapi nggak bakal mampan sama Pak Kean yang jebolan luar negeri. Gue ngaku kalah kalau kalian semua mau adu gue sama cewek cewek bule yang lebih aduhai..."

"Apalagi gue godain Pak Ardi, yang ada gue kena sembur sama dia. Kalian tau sendiri Pak Ardi kayak gimana. Biar pun gue anak bontot dan favoritnya Pak Ardi, tetap aja gue kalah saing sama istrinya yang cantik. Kalian kan pada tau, kalau Pak Ardi itu cinta mati sama istrinya. Kasihan gue liat Pak Ardi di fitnah bareng karyawan yang hampir seumuran anaknya. Ada ada aja deh nih rumor. Sontoloyo banget tau nggak. Nggak ada lagi yang lebih berkelas gitu."

Aku menatap mereka yang balas menatapku cemas. "Udah jangan di pikirin, paling juga nanti hilang sendiri."

"Yah, kami juga tau itu rumor ngacok banget, cuma tetap aja Re, gue cemas liat lo diterkam sama mulut mulut berbisa mereka, apalagi mereka yang iri dengar lo di pindahin ke kantor pusat." Dimas melirikku prihatin.

"Ya udah, nggak usah di pikirin. Biarin aja sampe mulut mereka kering karena ngoceh omong kosong kayak gini. Pokoknya lo jangan terpengaruh Re. Apalagi kalau sempat ganggu kerjaan lo. Bakalan gue sate mereka." Mbak Meli menepuk pundakku. Dan aku mengangguk menerima perhatiannya.

"Jadi beneran lo godain Pak Kean Re?" Tanya Kevin yang muncul dari belakangku. Langkahnya berhenti tepat disebelahku. Dia melirik Mbak Meli dan yang lain yang memberikan tatapan sangar padanya. Siap menerkam kalau dia sempat buka mulut lagi.

"Kalian pada kenapa? Ngapain pada melototin gue? Re, anggota tim lo kenapa nih, kok kayak orang kesambet gitu." Dia semakin menyusut kearahku.

"Mana gue tau," jawabku acuh. Kevin menatapku sebal. Lalu kembali melemparkan pertanyaan yang sama.

"Jadi benar rumor lo gadain Pak Kean buat jadi sekretarisnya Re?" dan Mbak Meli dan Rita langsung turun tangan mendengar pertannya Kevin.

"Lo ngapain sering banget sih main ke sini, lo pikir ini kantor taman bermain apa. Pergi sana ke departemen lo. Terus, sekali lagi lo ngomong ngacok kayak tadi, lo yang gue sate." Mbak Meli mencubit pipi Kevin gemas.

"Re, tolongin gue," teriak Kevin.

"Tau ah, gelap." Aku hanya mengasongkan laporan ke Mbak Meli setelah dia selesai dengan aksi balas dendamnya pada Kevin. Setelah itu aku masuk ke ruanganku, mengambil dompet dan berangkat mencari pengganjal perut.

***

Adanya rumor aku menggoda Pak Kean dan Pak Ardi untuk di pindahkan ke kantor pusat makin menyebar dengan panas. Seperti api berkobar tertiup angin. Tak sampai disitu saja. Empat hari yang lalu, rumor bahwa aku menyerahkan diri sebagai simpanan Pak Kean juga santar terdengar. Aku diam saja, tak membantah atau mengiyakan fitnah kejam itu. Aku masih sibuk dengan persiapan event dan ulang tahun perusahaan. Jadi rumor seperti itu tak terlalu mengganggu pikiranku. Hingga kejadian dimana Rita bertengkar dengan beberapa anak divisi lain di toilet mengganggu pikiranku.

Saat itu, setelah kami selesai makan siang dikantin. Banyak yang melirik dan memandang marah kearahku. Awalnya aku hanya diam, menikmati makan siangku yang sangat sulit untuk di dapat akhir akhir ini. Bagaimanapun mereka berbisik bisik, suara para biang gosip itu masih bisa ku dengar.

"Oh jadi itu yang namanya Adresia, gue pikir secantik apa ceweknya. Eh, rupanya biasa aja. Kalau cewek kayak dia aja bisa godain Pak Kean, gue juga bisa."

"Cih, dasar. Segitu putus asanya kah dia buat naik jabatan sampai godain Pak Kean dan Pak Ardi. Nggak kasihan apa sama istrinya."

"Kalau gue jadi Pak Kean sama Pak Ardi udah pasti gue pecat tu cewek"

"Dasar Ja*ang!"

"Itu tuh! Cewek yang yang ada di rumor"

"Oh jadi dia Adre"

"Dia yang namanya Rere!"

Mendengar mereka berbisik dibelakangku mengingatkanku pada masa SMA ku yang mengerikan. Tentunya dengan penyebab yang sama, Kean. Apakah mereka tau apa yang bisa terjadi karena rumor yang tak berdasar seperti ini?

"Udah mbak, nggak usah didengar. Paling bentar lagi mulut mereka capek sendiri." Rita yang duduk di depanku melirik mereka yang masih berbisik di sekitar kami. Aku hanya mengangguk karena tak peduli sama sekali. Akhirnya kami melanjutkan makan siang. Selesai makan siang aku dan Rita permisi ke toilet di dekat kantin. Sedangkan Doni dan Dimas sudah lebih dulu naik ke lantai empat.

"Lo liat nggak sih tampang tu cewek, ngeres banget. Gue aja sampe jijik liat dia. Kok bisa ya Pak Kean kepincut sama cewek macam dia. Kalau tampang dan bentukan kayak gitu aja Pak Kean bisa tergoda apa kabar sama gue yang lebih seksi coba. Kalau gue yang goda dia, bakal naik jabatan jadi nyonya CEO nih gue." Masih ada aja yang bergosip tentangku saat kami di toilet. Aku dan Rita yang sedang didalam WC mendengar percakapan mereka yang sedang sibuk memoles make up mereka di depan cermin yang terdapat di dalam westafel toilet wanita.

"Kalo udah j**ang ya j**ang aja, tapi nggak usah rusak rumah tangga orang lain juga kan?" salah satu dari mereka kembali berkomentar. Kali ini kata kata mereka memicu amarahku. Aku masih bisa bersabar jika hanya aku yang menjadi bahan gosip dan caci maki mereka. Tapi aku benar benar nggak bisa terima kalau mereka menjelek jelekan orang lain. Apalagi itu Pak Ardi dan keluarganya.

"Dasar Pak Ardi nya juga yang gatel. Mau aja digoda sama cewek kayak dia. Kalau gue sih, lebih milih godain Pak Kean kemana mana kali. Udah ganteng, badan bagus, CEO lagi. Kalau gue jadi Pak Kean, udah pasti gue pecat tu cewek. Lagian Pak Kean kok bisa tergoda dengan tampang biasa kayak gitu coba. Jangan jangan tu cewek guna gunain Pak Kean." Saat aku masih mendengarkan dengan sabar dari dalam. Aku dengar suara pintu yang dibanting dari sebelah.

"Itu mulut nggak pernah disekolahin ya? Kalau ngomong tu di jaga? Jangan seenaknya menyebarkan fitnah." Suara Rita menggema di toilet.

"Eh, siapa yang menyebar fitnah. Emang kenyataannya gitu kok." Ucap salah satu dari cewek-tukang-gosip tadi.

"Lo! Emang lo tau apa soal Mbak Rere, hah. Lo inget ya kalau gue dengar sekali lagi kalian ngomong yang enggak enggak tentang dia, gue cincang kalian. Kalo kalian memang iri, bilang aja iri. Jangan ngomong ngacok tentang orang lain. Apa j**ang? Kalian tu yang j**ang!" Suara Rita terdengar marah.

"Apa lo bilang! Dasar cewek g*la!" terdengar suara keributan dari luar.

Aku langsung membuka pintu toilet, dan saat aku melihat kearah keributan. Mereka berdua menjambak dan mencengkram lengan Rita dengan kuat. Aku langsung memisahkan mereka bertiga. Kedua orang itu langsung terkejut melihatku yang berada di depan mereka saat ini.

Aku menatap mereka tajam. Sedari tadi aku masih berusaha sabar, berfikir tak ada gunanya berurusan dengan dua cewek gila ini. Tapi saat aku mendengar cacian mereka terhadap Pak Ardi dan keluarganya. Dan cacian mereka pada Rita. Aku tak tahan lagi.

"Kalian sepertinya kurang mengenal gue dengan baik." Aku menatap mereka dengan pandangan dingin. Sudut mulutku ku tarik membentuk senyum nakal. Membuatku terlihat kejam dan tak kenal ampun. Saat ini yang terfikir olehku bagaimana cara memberikan pelajaran pada dua gadis nakal ini.

Setelah berhasil mengatasi keterkejutan, mereka balas menatapku tajam. Aku melangkah selangkah demi selangkah ke depan mereka. Mengintimidasi mereka dengan tubuhku. Setiap kali aku melangkah, mereka berdua bergerak mundur dengan cepat. Hingga membentur tembok. Aku menghadiahkan senyum menyeramkan kearah mereka. Membuat mereka makin menggigil.

"Listen. Kalau kalian punya masalah sama gue, bilang langsung di depan gue. Jangan main petak umpet kayak anak kecil. Gue heran, kenapa kalian nggak berani ngomong langsung ke gue? Takut? Atau karena takut sama Pak Ardi dan Pak Kean yang ada dibelakang gue?"

Aku melanjutkan kegiatan intimidasiku. Seperti kucing yang mendapatkan sepasang kecoa untuk menjadi mainan. Aku terhibur melihat mereka menatap takut padaku.

"Apa j**ang? Perusak rumah tangga orang? Dan satu lagi, kalian..." Kata kataku berhenti dan melangkah ke depan, mendorong bahu mereka bergantian, lalu aku menekan tangan kananku ke tembok mengintimidas seperti preman di gang gang ibukota.

"Kalian berani bilang teman gue wanita g*la? Haha..." Aku tertawa mendengar nafas mereka yang terputus putus karena tindakanku.

Aku mengasongkan ponselku kedepan mereka. "Gue rasa, gue perlu kasih rekaman kalian ke Pak Kean dan Pak Ardi. Biar kalian tau apakah mereka bakal tergoda atau nggak sama kalian." Aku memperhatikan ekspresi ngeri di wajah mereka.

"Ah, satu lagi. Karena suara kalian terdengar merdu dan menggoda di sini, mungkin lebih baik disebarkan juga ke website karyawan di perusahaan. Siapa tau ada yang tergoda dan bantu kalian dapetin jabatan jadi nyonya rumah mereka."

Aku menoleh kearah Rita yang masih berdiri di belakangku.

"Rita, bawa ponsel Mbak ke Mbak Meli, barusan mbak udah chat dia buat kasih rekamannya ke Pak Ardi." Rita bergegas kearahku dan segera mengambil ponsel ditanganku. Aku kembali menatap mereka berdua.

"Gue cukup sabar mendengarkan coletahan tak bermutu kalian. Dan gue cukup bermurah hati sampai detik ini, tapi asal kalian tau. Gue bisa pukul wajah cantik kalian, hasil polesan make up tebal ini dengan sekali tendangan." Berutung hari ini aku memakai stelan dengan celana dasar. Aku begerak mundur dan berputar mengangkat kaki kiriku membentuk sudut yang mengarah ke wajah mereka satu persatu. Beberapa sentimeter lagi mengenai wajah mereka berdua. Aku menurunkan kembali kakiku setelah melihat wajah mereka yang putih karena ketakutan.

"Sekali lagi gue dengar omong kosong kalian berdua..." aku menatap mereka bergantian.

"Jangan harap wajah kalian bakalan utuh saat pulang." Saat mereka tak menjawab dan masih gemetar ketakutan. Aku berbalik dan melangkah pergi bersama Rita yang masih berdiri dibelakangku menyaksikan aksi heroik ku dengan bangga.

***

Jangan lupa vote and commen nya ya,

Kontribusi pembaca sangat pengting bagi penulis.

Terima kasih.

Continue Reading

You'll Also Like

3.2M 225K 60
Bagaimana rasanya di pepet oleh dosen yang terkenal seantero kampus ini? "Yaudah taun depan aja ya, pak." "SEKARANG ANDIRA!" "Pak, nama saya Anindhi...
81.2K 1.8K 43
LDR??? Bagaimana rasanya menjalani hubungan LDR??? Sungguh berat bukan??? Itulah yang dirasakan Jhidan dan Keylia. Ujian demi ujian terus melanda hub...
2.1M 155K 65
Jangan lupa follow yaaaa 😘 Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Percayalah, apa dan siapapun yang datang ke kehidupan kamu, itu semua ada...
115K 3.5K 70
Di mohon keras tidak menjiplak hasil karya orang karena itu dosa! Terima kasih. Mantan terindah gue yang menjadi alasan kenapa buku harian gue penuh...