Determination ✔️

Galing kay dreama-queen

97.5K 17.8K 5.6K

[TRIGGER WARNING : Buku ini mengandung konten kekerasan pada anak] Ketika pindah ke apartemen barunya karena... Higit pa

Prolog
01. Si Room Boy Dan Kehidupannya
02. Si Pengacara Dan Kesehariannya
03. Si Tetangga Dan Kebohongannya
04. Jwi
05. Cara Berkenalan Yang Benar
06. Rahasia Dan Kejutan
07. Sosok Ayah
08. Titik Terang
09. Markas Orang Aneh
10. 2 Jenis Ibu
11. Luka
12. A Place Called Home
13. Dingin
14. Bidak Baru I : Knight
15. Bidak Baru II : Queen
16. Matikan Ponsel Saat Kencan!
17. Arti Anak Itu Apa?
18. Asa
19. Perseteruan Lama
20. SHIN
21. Petugas Dinas Sosial?!
22. Anggota Keluarga Baru
23. Sesuatu Dari Winwin
24. Romansa Merah Muda
25. Akhir Bahagia?
26. J I N W O O
27. Think Big
28. Rahasia Terakhir
29. Darah Yang Berbeda
30. 2 Burung Dan 1 Batu
31. Urusan Keluarga
32. Titik Balik
33. Peristiwa 9 Menit
34. Sebagai Seorang Kakak
35. Yang Bebas & Yang Terperangkap
36. Ketetapan Hati
37. Pengakuan
38. 4 Tahapan Status
39. Titik Terendah, Sementara
40. Perang Kata-kata
41. The Hunter & The Prey
42. Hurt Me Once, I'll Kill You Twice
43. Perihal Mengurus Anak
44. Now, We'll Be Okay
45. Terakhir Dan Pertama
47. Bayangan Angka 3
48. Let's Winwin!
49. The Dark Side
50. Melawan Arus
51. Hadapi Atau Lari
52. Ini Soal Pilihan
53. Lucifer Juga Malaikat
Epilog

46. Pembalikan Situasi

971 252 78
Galing kay dreama-queen

Dokter Mark Lee adalah seorang pencinta semangka.

Saat Irene menemuinya setelah Jisung pergi dengan Han, dia sedang makan semangka dengan lahap seolah tak ada hari esok untuk memakannya lagi. Rupanya, Mark Lee dan semangka punya hubungan romantis karena bahkan saat datang pagi tadi, dia memakan permen rasa semangka dan meminum minuman dengan rasa yang sama.

Sebagai seorang dokter baru, sangat dianjurkan baginya untuk tidak mencari masalah, tapi dia tidak keberatan membantu siapapun bahkan bila itu artinya harus hadir di ruang sidang.

Tapi Irene curiga bukan itu saja motivasinya.

Saat dipanggil, dia muncul mengenakan kemeja putih mirip snelli tanpa noda dan senyum lebar yang teramat manis pada semua orang kecuali Han.

"Nama Saya Mark Lee."

"Mohon sebutkan pekerjaan dan di mana Anda bekerja."

"Rumah sakit Ok, Saya dokter umum di sana."

"Dokter umum." Irene menunduk menatap jurnalnya, tempat di kolom bagian bawah terdapat definisi mengenai pekerjaan itu. "Bukankah dokter umum adalah dokter yang berpraktik tanpa harus memiliki spesialisasi tertentu? Anda pasti sibuk sekali, dokter Lee."

Mark yang murah senyum kembali menarik sudut bibirnya ke atas. "Begitulah."

"Apakah Anda sering menerima pasien anak di bawah umur? Atau lebih spesifiknya, remaja yang menjelang dewasa?"

"Ya, terutama saat musim dingin seperti ini. Banyak yang flu atau demam. Park Jisung adalah salah satunya, tapi dia tidak masuk rumah sakit karena kedua faktor tadi."

"Bagaimana kondisinya waktu itu?"

"Pakaiannya agak basah. Suhu tubuhnya tinggi." Mark mengatupkan bibirnya. "Intinya keadaannya memprihatinkan."

"Bisakah Anda menceritakannya lebih rinci pada kami?"

Mark memindahkan fokusnya pada Jisung yang pernah jadi pasiennya meski dalam kurun waktu yang singkat. "Dia tiba dengan ambulans dan petugasnya melabeli dia dengan kata "gawat". Itu kode tidak resmi kami bagi pasien yang bukan kasus biasa. Dia punya banyak luka di tubuhnya."

"Luka seperti apa?"

"Tentu, tapi一" Tangan Mark terangkat layaknya murid yang baik ketika hendak mengajukan pertanyaan. "Bolehkan Saya membaca catatan Saya?"

Irene menoleh sekilas pada Kyungsoo yang memberikan izin lewat anggukannya. "Silahkan, dokter."

Maka Mark mengeluarkan kertas kecil dari saku celananya, membongkar lipatan kertas itu dan membaca isinya. "Maafkan Saya, tapi seperti yang Saya bilang, luka itu banyak sekali, meliputi cedera parah di kepala, luka di sudut bibir, memar yang tak terhitung jumlahnya yang menyebar di perut, dada, juga pipinya. Dan apa yang tampaknya adalah luka akibat benda tumpul di punggungnya yang menurut Saya disebabkan oleh penganiayaan."

Kyungsoo mencondongkan tubuh ke depan. Untuknya, gerakan itu sama saja dengan membenarkan letak kacamata bagi orang tertentu saat mulai serius.

"Mengapa Anda berpendapat begitu?"

"Mustahil itu diperoleh pasien dari jatuh atau kecerobohan. Lukanya terlalu banyak."

"Apakah Anda punya kasus serupa yang bisa mendukung pernyataan Anda?"

"Ya. Sekitar 2 minggu sebelumnya, Saya menangani seorang siswa yang jadi korban pem-bully-an, dan Saya bisa berkata bahwa luka mereka identik. Jenis luka yang didapat melalui perlakuan yang disengaja."

"Disengaja." Irene memastikan Kyungsoo mendengarnya sekali lagi dengan lebih jelas dan keras. "Apa yang Anda lakukan setelah itu, dokter?"

"Saya merasa curiga, jadi saya bicara dengan orang yang mengantar pasien."

"Ayah dan ibu Jisung?"

"Bukan. Tapi Lee Taeyong dan temannya yang bernama Winwin."

"Apakah Anda melihat orang tuanya? Atau orang bernama Nam Shin?"

"Tidak. Hanya ada mereka berdua."

"Dan apa yang Lee Taeyong katakan saat itu?"

Dada Mark mengempis sejenak ketika ia menarik napas panjang. "Dia bilang, pasien menjadi korban kekerasan ayah tirinya. Bahwa mereka menemukannya tergeletak di kamarnya dan membawanya kemari."

"Apa rekomendasi Anda sebagai dokter untuk pasien?"

"Bed rest sampai setidaknya lukanya mengering. Kami perlu mengontrol apa akan ada efek jangka panjang dari luka di kepalanya."

"Apakah pasien menuruti rekomendasi itu?"

"Tidak." Mark mengerutkan bibirnya tidak suka. "Lebih tepatnya, tidak bisa."

"Apa yang terjadi?"

Pembalikan situasilah yang terjadi, saat Han mengacaukan pekerjaan Mark namun kini Mark melakukan hal yang sama. Pasiennya diambil orang asing, Mark membalasnya dengan mengambil peluang Han untuk menang.

"Jaksa yang di sana itu, dia mendatangi ruangan Saya dan berkata Saya harus memperbolehkan pasien pulang, karena terdapat kesalahpahaman dan ibunya menginginkan hal itu."

"Bagaimana respon Anda?"

"Tentu saja Saya bilang, tidak, itu tidak boleh. Dia bukan walinya yang sah dan dia tidak berhak melakukan itu. Kalau mau, orang tuanya harus datang sendiri ke rumah sakit."

"Jadi jaksa Han datang sendirian?"

"Ya. Dia tidak memberitahu Saya mengapa orang tuanya tidak hadir. Dia hanya ngotot ingin pasien dipulangkan. Dia juga mengancam Saya."

Dengungan-dengungan keributan perlahan menggema di ruangan itu. Suara yang indah di telinga Irene, tak ubahnya lagu yang diciptakan dan dinyanyikan langsung oleh sang Dewi Keadilan.

Makin lama makin meningkat, Kyungsoo pun harus mengandalkan palunya supaya orang-orang lebih tenang. Tok, tok. Semua harap diam!

Tapi itu jelas takkan mencegah mereka atau Kyungsoo sendiri untuk menyimpulkan seperti apa sikap Han di luar ruang sidang. Tirainya terkuak, semua orang kini tahu Han tidak sebersih reputasi yang ia bangun selama ini.

Sekali bangkai ya tetap bangkai.

Irene melanjutkan, "Mengancam seperti apa, dokter Lee?"

Mark memberengut. "Dia mengancam akan menuntut rumah sakit karena menerima pasien dari penculik. Itulah dia, jaksa Han menyebut Taeyong dan Winwin penculik karena membawa pasien tanpa izin orang tuanya."

"Padahal mereka hanya menolong bukan?"

"Benar. Keadaan pasien akan lebih gawat kalau tidak segera diobati."

"Apakah Anda mengizinkannya setelah itu?"

"Kami berbedebat lama sekali mengenai hal tersebut. Tapi jaksa Han menyambungkan Saya dengan ibu pasien yang memarahi Saya dan meminta kami memulangkan anaknya."

"Bagaimana Anda yakin itu ibunya?"

"Ada foto. Video call. Jadi Saya tidak bisa apa-apa, karena Saya tak bisa mempertaruhkan reputasi rumah sakit."

"Park Jisung pulang hari itu?"

"Ya. Itu tindakan yang sembrono." Lebih dari sembrono, kesaksian Mark menegaskan bahwa saat mengajukan diri menjadi jaksa kasus ini, Han sebetulnya sedang menggali kuburan bagi karirnya sendiri.

Dan Irene dengan senang hati bersedia melayat. "Sekian dari Saya, Yang Mulia. Tapi Saya punya bukti catatan medis Park Jisung dan foto-foto luka yang dimaksud dokter Lee."

Dia kembali ke mejanya, menerima map yang disodorkan Taeyong dan membagikan isinya dengan merata pada Kyungsoo dan Han. Bagi orang lain, itu hanyalah foto. Namun bagi Irene, itu sebenarnya adalah satu pelajaran lagi untuk Han agar berhenti meremehkan wanita. Dia tersenyum saat memberikannya.

Kyungsoo yang sedang meneliti berkas itu tidak melihatnya. Kyungsoo hanya melihat  foto-foto yang merekam kekerasan; luka menganga, memar kebiruan, warna merah darah di kulit seputih susu, dan dari raut wajahnya, dia terkejut bukan main.

Sang hakim menoleh pada sang dokter. "Dokter Lee, apa benar ini luka-luka yang pernah Anda lihat dan tidak ada yang dilebih-lebihkan dalam foto-foto ini?"

Berkas berpindah tangan. Mark Lee menerimanya dari Kyungsoo, tapi ia tidak butuh waktu lama untuk mencapai sebuah kesimpulan. "Ya. Memang seperti itu keadaan pasien saat Saya memeriksanya."

"Baiklah." Ada sesuatu yang baru di sorot matanya ketika Kyungsoo memandang Han. "Anda punya pertanyaan pada saksi ini, jaksa?"

Han ragu-ragu. Setengah berdiri dan setengah duduk, dia bimbang mengambil keputusan. "Ya, Yang Mulia."

Irene duduk lagi di sebelah Taeyong bersamaan dengan Han yang menyuarakan pertanyaan pertamanya. "Dokter Lee, sudah berapa lama Anda berpraktik?"

Tidak ada senyum di bibir Mark saat ia berhadapan dengannya. "Sekitar setengah tahun."

"Kalau begitu Anda pasti tahu bahwa urusan kesehatan anak di bawah umur berada di tangan orang tuanya?"

Mark menatapnya dengan wajah datar. "Saya tahu dan Saya ingat. Itulah kalimat yang Anda gunakan untuk mengancam Saya."

Irene batuk-batuk di belakangnya.

Han gelagapan. Bukan itu yang ia harap akan diucapkan Mark Lee. "Ya, tapi kalau orang tua ingin mencari pendapat kedua soal perawatan anak mereka, bukankah itu sesuatu yang wajar?"

"Waktu itu Anda tidak bilang一"

"Ya atau tidak, dokter Lee?" Han buru-buru menyelanya. "Tolong jawab dengan ya atau tidak saja."

Mark mendengus. "Ya."

"Pertanyaan berikutnya, saat Lee Taeyong menjelaskan perihal Jisung yang menjadi korban kekerasan, kenapa Anda langsung mempercayainya?"

"Dia terlihat sungguh-sungguh. Dia tidak menunjukkan tanda-tanda berbohong dan ketidakhadiran orang tuanya meyakinkan Saya."

"Tapi Anda tidak tahu pasti kan? Bisa saja luka itu sebenarnya bukan berasal dari ayah tirinya? Bukan tidak mungkin pasien Anda bertengkar dengan temannya di sekolah."

"Ya, itu bisa saja..."

"Apakah Anda sempat bicara dengan pasien dan mendengar konfirmasinya mengenai penjelasan itu?"

"Tidak."

"Berarti ada banyak kemungkinan dalam kasus ini bukan? Kita tidak bisa berpatokan pada ocehan 1 orang saja. Sekian dari Saya, Yang Mulia."

Irene mengakui hal yang sama dalam hati. Di kasus ini, satu-satunya cara untuk bisa menemukan kebenarannya adalah dengan terus menggali, atau sebutan lainnya, yakni terus memanggil saksi.

5 dikurangi 1. Irene berdiri mengundang saksi keduanya untuk mematahkan argumen Han.

"Pembela memanggil Jung Jaehyun."

Jung Jaehyun melangkah dari pintu samping ruang sidang seperti orang yang melangkah keluar dari webtoon kegemaran para remaja cewek.

Sosoknya yang rupawan membuat juru tulis yang sedang membenarkan tatanan rambutnya menjatuhkan jepitan yang ia gigit di antara giginya, dan semua wanita di ruangan itu menjulurkan leher agar bisa menatapnya lebih jelas. Jung Jaehyun menyebabkan kegemparan dalam hal yang positif, definisi yang pas untuk kata tampan, terlebih saat ia tersenyum.

"Tolong sebutkan nama Anda."

"Jung Jaehyun." Irene berani sumpah hanya karena mendengar suaranya yang lembut saja, setengah dari penghuni ruang sidang itu kompak tersenyum lebar seolah melihat cinta pertama mereka yang bicara.

Benar-benar menghebohkan. Irene ikut tersenyum karena ulah saksinya yang satu ini. "Apa pekerjaan Anda?"

"Saya guru di SOPA. Mata pelajaran yang Saya ajarkan adalah kimia dan olahraga."

"Di kelas berapa Anda mengajar?"

"Sebagian besar di tingkat 2, tapi Saya juga mengajari murid-murid junior dan senior."

"Apa benar Anda wali kelas dari Park Jisung?"

Jung Jaehyun menyempatkan diri menoleh pada muridnya sebelum mengiyakan. "Benar. Jisung murid Saya."

"Bagaimana perilakunya di kelas?"

"Saya tidak akan berkata bahwa dia murid yang paling pintar atau semacamnya. Tapi dia juga bukan murid yang nakal. Jisung termasuk golongan yang baik. Satu-satunya alasan dia masuk ruang konseling adalah karena membantu guru membawa buku-buku."

"Pernahkah dia bertengkar dengan teman sekelasnya atau dari kelas lain?"

"Setahu Saya tidak." Dan di sini Jung Jaehyun tertawa一tawa yang kian menawan berkat penampakan dimple di masing-masing pipinya. "Baik guru atau sesama siswa, mereka menyukainya."

"Bagaimana soal prestasinya?"

"Baik. Terutama di bidang olahraga. Teman-temannya bahkan menyebutnya mirip Park Jisung si pemain sepak bola profesional karena dia mahir sekali, walaupun dia pernah salah menendang ke kepala temannya."

Sebagian orang tergelak. Dan dari sudut mata, Irene mendapati Joy memukul Jisung main-main. Jung Jaehyun telah mengubah atmosfer ruang sidang menjadi lebih santai.

"Kalau begitu pelajaran Anda pasti adalah pelajaran favoritnya."

"Ya. Dia nyaris tidak pernah absen saat Saya mengajar."

"Nyaris?"

"Beberapa minggu yang lalu, Jisung izin absen karena dia bilang kakinya sakit."

"Apakah Anda memeriksanya?"

"Tidak. Dia bersikeras ingin diperiksa oleh dokter di ruang kesehatan saja."

"Apakah Anda bertanya penyebabnya?"

"Ya. Dia bilang dia jatuh, tapi Saya tidak percaya."

"Mengapa?"

"Karena itu kesekian kalinya dia memakai alasan yang sama."

"Jadi Jisung sering datang ke sekolah dengan kaki atau bagian tubuh lain yang terluka?"

"Sedihnya ... Ya. Kadang-kadang temannya harus memaksanya agar dia istirahat."

"Seberapa sering itu terjadi?"

"Cukup sering. Beberapa bulan ini berat baginya, karena dia kerap terlihat murung."

"Sebagai wali kelasnya, apa yang Anda lakukan?"

"Saya mengajaknya bicara sepulang sekolah. Saya tahu menegurnya di depan murid lain itu salah. Saya tanya padanya, kenapa? Kamu ada masalah? Dia selalu menggeleng dan berkata tidak ada apa-apa.

"Saya pikir ini ada hubungannya dengan cara laki-laki dibesarkan." Jung Jaehyun memandang semua partisipan persidangan hari ini dan dengan gaya seorang guru yang menjelaskan materi, dia berkata, "Saat kita bertemu anak perempuan yang menangis, kita akan bertanya, mana yang sakit? Ayo sini, cerita. Tapi lain halnya bila anak laki-lakilah yang menangis. Kita cenderung memberitahunya agar dia diam dan tidak bersikap cengeng. Jadi saat anak laki-laki punya masalah, mereka lebih sering menyimpannya sendirian."

Irene terperangah. Selain ayah dan saudaranya sendiri, ia sulit percaya bahwa di luar sana ada pria yang punya wajah tampan sekaligus otak yang cemerlang. "Analisis yang bagus." Tak ada yang bisa mengingkarinya kecuali Han yang tengah berlagak bosan. "Apakah Jisung pernah menyebut-nyebut tentang keluarganya di depan Anda?"

"Tidak. Justru dia menutup diri saat Saya menyinggung hal itu. Jisung menolak membicarakannya."

"Apakah Anda pernah bertemu dengan orang tuanya?"

"Hanya ibunya. Park Asa. Dia yang datang bila ada keperluan sekolah. Ayahnya tidak pernah."

"Apakah Asa masih datang dalam, misalnya, kegiatan pengambilan rapor?"

"Tahun ini?" Jung Jaehyun menggelengkan kepalanya yang berambut hitam ikal. "Tidak. Yang mengambil rapor Jisung adalah ibu temannya. Dari situlah Saya menyimpulkan dia punya masalah keluarga."

Pandangan mereka bertemu dan Irene menghadiahi pria itu, pria yang manis itu, senyum kecil. "Terima kasih. Sekian dari Saya, Yang Mulia."

"Jaksa?" Kyungsoo beralih pada Han. "Anda punya pertanyaan?"

Han menggeser kursinya mundur. "Ya, Yang Mulia."

Jaehyun jadi gurunya karena ada rumor kalo dia sama Jisung bakal hadir di it's awkward but it's okay, ngebayangin mereka berdua lucu kali ya HAHAHAHA 😻

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

1M 63.1K 36
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
819 185 20
[COMPLETED] Renafi mengetahui masa depan! hal itu menjadi sebuah keuntungan, dan sebuah kerugian secara bersamaan bagi Renafi. Karena ia tahu masa de...
929K 44.9K 40
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...
231K 34.7K 63
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...