You Hurt Me!

By AisyahLehta

32.1K 2.1K 1.2K

Di sebuah taman yang tampak tidak terawat, daun-daun kekuningan bunga yang gugur berjatuhan di atas rerumputa... More

PROLOG
Character Visual
1. Pandangan pertama
2. Permainan di mulai
3. Pernyataan
4. Ngantin bareng
5. Ngantin bareng (2)
6. Masalah proposal
7. Alamat tanpa sengaja
8. Couple
9. Dua rasa yang berbeda
10. Tikus?
11. Pertemuan dan kemenangan
12. Memendam luka
13. Janji
14. Nyaman
15. David or Raka
16. Cinta yang kalah dan hati yang terluka
17. Bukan gadis yang sama
18. Tiga lelaki
19. Euphoria
20. Kebenaran yang tertutupi
21. 'Udah jatuh cinta sama gue?'
22. Dua lelaki yang berbeda
23. Dua hal memalukan
24. Triple kill
25. Bersama dan Percaya
26. Tak berdaya
27. Not to be okay
28. Segitiga
29. Debaran
30. Bersaing
31. Selalu ada
32. Hampir berpaling
33. Maaf
34. Taman
35. 'Ayo saling menguatkan'
36. Pelampiasan
37. Menjauh dan mundur
38. Obat luka
39. Ketua Osis vs Ketua Basket
40. Pensi day 1
41. Topeng tersembunyi
42. Alter ego
43. Tiga orang terluka
44. Pelajaran Olahraga
45. Yang sebenarnya
46. Tetap kuat
48. Juara penghargaan
49. I Love you
50. Menggenggam wanita lain
51. Tidak bersahabat
52. Hampir putus
53. Semua masalah
54. Luka
55. Terbiasa terluka
56. "Sahabat, are you seriously?"

47. Pesta yang gagal

288 29 15
By AisyahLehta


Oke, sekian. Pembelajaran untuk hari ini selesai."

Rily menghembuskan napas panjang.

Teman-teman les Rily yang lain sudah keluar dari ruangan itu bersama sang tutor yang juga mengundurkan diri.

Rily masih tidak bergeming ditempatnya.

Ting!

Rily melirik touch pop ponsel miliknya yang menyala.

Kutub ES
Dimana? Gue nunggu lo

Rily dengan cepat meraih tas kecil dan ponselnya lalu berlari keluar ruangan itu.

Rily menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa, membuat beberapa orang menggeser tubuh dan menatap tidak suka gadis itu.

Rily sampai di lobi utama gedung itu, gedung tempatnya untuk mendapatkan tambahan pelajaran.

Rily mendorong pintu kaca gedung, keluar dari gedung itu. Ia mengedarkan pandang, mencari-cari keberadaan Raka.

"Eh itu siapa sih? Artis bukan?"

Rily melirik, melihat beberapa gadis seusianya yang mungkin bagian dari orang yang belajar di gedung ini, tempat Rily juga belajar, sedang berbisik-bisik dan menatap kagum seseorang.

Rily mendekat ke arah gadis-gadis cantik itu.

"Ganteng banget astaga ... Dia les disini nggak sih? Kok gue gak pernah lihat."

Benar dugaan Rily, mereka juga les di tempat yang sama dengan Rily.

"Kayak oppa-oppa? Mancung banget hidungnyaa ... Dia sekolah dimanaaa?"

Rily berdeham, ia tahu siapa lelaki yang dipuja-puja gadis-gadis itu. Lelaki yang mengenakan kemeja berpadukan jeans sobek-sobek itu sedang duduk di atas motor besar sembari menyugar rambutnya kebelakang.

Membuat gadis-gadis itu menjerit kesenangan.

Tanpa sadar Rily mendecih, ia berjalan cepat menghampiri lelaki itu dengan raut wajah yang sedang menahan kesal.

"Kak Vian!" panggil Rily sengaja di nyaringkan.

Raka menaikkan alis, menoleh pada Rily. "Udah pulang?" tanya nya dan tersenyum mempesona.

Rily bisa mendengar teriakan-teriakan gadis-gadis dibelakangnya dan itu membuat dada Rily terasa panas.

Rily mengulurkan tangan. "Helm gue mana? Cepetan!"

Raka menyerahkan helm cadangan yang sengaja ia bawa untuk Rily. Raka turun dari motornya, memasangkan helm itu dikepala Rily lalu mengaitkan tali pengamannya dibawah dagu.

Pipi Rily sudah bersemu merah.

"Lah itu ceweknya?"

"Gue pikir adiknya njir,"

"Dah lah mundur, dah punya cewe juga."

Mendengar itu, tanpa sadar Rily tersenyum.

"Ayo naik," ajak Raka dan mengulurkan tangan. "Awas jatuh,"

Rily menerima uluran tangan Raka dan naik ke atas motor Raka dengan perasaan senang. Ia menepuk pelan pundak Raka. "Yuk kang, jalan."

**

"Gimana kalau nanti malam, kita adain party?!"

Rily menghela napas. "Ter-se-rah," sahutnya malas menatap Risa yang antusias.

Amanda tampak berpikir, ia berdecak lalu mengangguk setuju. "Gue sih ayo!" sahutnya tampak berbinar.

Naza menyikut Rily. "Gas lah! Gitu aja lemah!"

"Kalian ngadain party ... apa?" tanya Ica ragu.

"PIYAMA!" sahut Amanda, Risa dan Naza.

"Dirumah siapa .... ?" tanya Ica lagi.

"RILY!" sahut Risa, Amanda dan Naza kompak.

Rily memutar bola mata, sudah ia duga.

"Jam berapa ... ?"

"Banyak tanya lu dora," cibir Risa.

Ica mengerucutkan bibir bawahnya. "Kan gue nanya, nanti bakal ditanyain gitu sama Bunda."

"Gue bakalan bantu, tenang aja." Amanda menepuk pundak Ica dan tersenyum.

Ica mengangguk antusias. "Gue bawa banyak makanan!"

"Gue bawa minuman," Risa diam sejenak. "Anggur merah." ucapnya dan terbahak.

Naza ikut tertawa hingga terpingkal-pingkal. Amanda yang biasanya cuek, kini ikut tertawa. Ica yang bingung-pun tertawa paksa, yang terpenting ia ikutan tertawa bersama teman-temannya.

Kini mereka menjadi sorotan anak kelas yang sedang jam kosong.

Rily mengerutkan dahi. "Pada setres ya?" tanya nya walau tak dihiraukan oleh teman-temannya.

Kring ....


"Eh, udah pulang!" Ica berdiri antusias. "Risa, ayo pulang!

"Eh, eh, eh! Tas gue, tas gue!" Risa dengan cepat meraih tas nya dan tertarik paksa keluar kelas. "Dadah sayang-sayangku semuanya, aku pergi duluu!" teriaknya di luar kelas yang masih bisa di dengar oleh Rily dan yang lainnya di dalam kelas.

Amanda berdiri. "Sampai jumpa nanti malam!" ucapnya dan meraih tas. "Gue duluan, mau siap-siap, bye."

Naza melambai antusias kepada Amanda yang sudah berjalan keluar kelas.

"Yuk Ril,"

Naza dan Rily berjalan keluar kelas.

"Udah lama juga gue nggak nginap di rumah lo, kangen masakan tante." Naza mengerjap. "Oh ya, lo baik-baik aja, kan, sama tante?"

Rily menoleh, ia mengendalikan ekspresi dan menganggukkan kepala pelan. "Hm ...." sahutnya bergumam.

"Kangen jahilin bang Rilan juga," Naza tertawa, namun tiba-tiba netra matanya menangkap sesuatu. "Eh Ril,"

Rily ikut menghentikan langkah saat Naza menghentikan langkah. "Kenapa?"

Naza melirik kebelakang Rily, saat Rily hendak memutar tubuh, Naza langsung menahan pergerakannya.

Rily mengernyit, "kenapa?" tanya nya lagi.

Naza berdeham pelan, tampak salah tingkah. "Eung ... Barang gue ada yang ketinggalan di loker, gue mau ambil dulu. Lo pulang duluan aja ya?"

"Gue temanin."

"Gak usah!" Naza terkekeh pelan. "Nanti ngerepotin."

"Sejak kapan lo gak ngerepotin?" Rily menarik tangan Naza. "Udah, ayo gue temanin."

Naza melepas tangan Rily. "Kayaknya Mang Ali udah jemput lo deh, lo pulang duluan aja. Gue beneran gak papa di tinggal sendiri, okay? Gue pergi dulu, dadah Rily ku sayang!"

Rily hanya mendengus saat Naza berlari meninggalkannya. Tanpa peduli banyak, ia berjalan menuju gerbang sekolah.

Di sisi lain, Naza berjalan mengendap-endap, mengikuti seseorang yang menjadi alasan mengapa ia berbohong kepada Rily.

Naza melangkah pelan, berbelok dengan hati-hati menuju koridor sebelas agar tidak ketahuan.

Di lorong sepi loker kelas sebelas, Naza bersembunyi dibalik tembok pilar. Ia mengintip sosok lelaki jangkung yang sedang membuka loker.

Cukup hening beberapa lama, Naza memperhatikan dalam diam sosok lelaki yang tidak bergerak banyak di depan loker. Lelaki itu tampak memasukkan kedua tangan ke dalam loker, lalu bergerak melakukan sesuatu.

Naza melotot kaget saat mendengar suara cicitan seperti di cekik. Naza bisa melihat darah yang banyak di dalam loker itu dan tangan seseorang yang sedang mencekik tikus.

Mata Naza bergerak naik, melihat sang pelaku yang kini tengah membalas tatapannya.

Naza termundur kaget dengan telapak tangan yang menutup mulut, masih tidak percaya atas apa yang dilihatnya.

Musophobia Naza kambuh.

Naza mual dan merasa jijik serta jantungnya berdegup kencang, tanpa sadar ia terus melangkah kebelakang dengan tatapan ketakutan.

Bruk!


Naza terjatuh saat menabrak sebuah mini tong sampah dibelakang tubuhnya tanpa sengaja.

Derap langkah kaki yang mendekat terdengar.

Naza merangkak mundur ketakutan.

Lalu, muncul lah sosok lelaki jangkung dengan tangan yang berlumuran darah serta tatapan mata yang tajam begitu membunuh.

"Sialan."

Naza menahan tangisnya, semakin ketakutan melihat sosok yang sangat berbeda dihadapannya. "Ka-kak Dav-David?" gelagap Naza dengan suara gemetaran.

"Gue Dev, bukan David. Cewek sialan."

**

"Mama gue pergi ke Bandung, kita bebas."

Perkataan itu meluncur dari bibir Rily tepat lima belas menit yang lalu. Sebelum suatu hal ini terjadi.

"AKU MAH APA ATUH, CUMA SELINGKUHAN KAMU! AKU MAH APA ATUH, CUMA PACAR GELAPMU!"

Risa yang karokean dengan mikrofon yang terhubung ke ponsel lewat bluetooth.

"HUHUHUHU, SEOJUN KENAPA SAD BOY? KENAPA?! KENAPA SUHO HARUS BALIK LAGI SIH?! HIKS .... "

Ica yang menangis karena idolanya berakhir menjadi sad boy di sebuah akhir drama korea yang ia tonton.

"DWEGOPA! NOYE OPPA! NOYE SARANGI, NAN NOMU GOPA! DWEGOPA! NOYE OPPA! NOL GATGO MAL GOYA DUGO BWA!"

Naza yang sedang dance sembarangan, sembari menyanyikan lagu favoritnya dari salah satu boy band yang ia sukai. Namun Naza adalah fans sejati Blackpink, jadi ia tidak akan pernah berlebihan menyukai grup Idol lain.

Amanda?

PRANGG....

Rily memijit pelipisnya. "Apa lagi?" tanya nya menatap pasrah ke arah dapur.

Naza sontak berhenti dance dan berlari kecil ke dapur, suara Naza yang sedang terbahak terdengar hingga ruang tamu. "RILY! PIRING LO PECAH GARA MANDA!" teriak Naza dari dapur.

Risa mematikan mikrofon nya dan berhenti bernyanyi, ia tertawa. "Minta ganti Ril," bisiknya kepada Rily sudah dalam mode kompor.

"Hikss ... Hikss ... Hikss .... "

Rily dengan kesabaran penuh menatap Ica yang masih menangis dan mengusap ingus di hidungnya dengan tissue lalu membuangnya sembarangan di lantai.

Bantal-bantal sofa yang berada di ufuk barat dan selatan, itu pasti ulah Naza yang suka melempar-lempar bantal saat dance.

Bungkus-bungkus makanan ringan yang berserakan serta minuman kaleng yang tumpah di atas meja hias sofa, sudah pasti ulah Risa.

Rily menatap Risa.

"Damai, cis!" Risa menampilkan deretan giginya dan mengangkat jari tengahnya kehadapan Rily.

Rily menahan geraman. Ajakan damai seperti apa yang mengacungkan jari tengah? Bukankah itu ajakan untuk baku hantam?

Risa tertawa dan tanpa dosa meninggalkan Rily. Ia berjalan menuju dapur, lalu tawa Risa terdengar hingga ruang tamu.

Keadaan rumah Rily bagaikan kapal pecah sekarang. Amor bisa marah jika melihat kekacauan ini, bisa-bisa nama Rily akan di coret dari kartu keluarga.

Rily berjalan lunglai menuju dapur. "ASTAGFIRULLAH!" kaget Rily setibanya di dapur.

Sampah bungkus mie instan berserakan, ada piring pecah di lantai dapur, pantat panci yang sudah gosong, dan mie yang menggembung di dalam wadah piring.

"AW, AW!"

"AW!"

"AW!"

Rily menghela napas. Melihat dengan jengah Amanda, Risa dan Naza yang sedang berteriak melindungi diri dari minyak panas di dalam kuali yang sedang menggoreng telur mata sapi.

Rily mengambil alih sendok di tangan Amanda. Ia dengan cepat membalik telur mata sapi itu sebelum berakhir gosong, membuat Amanda dan yang lainnya menatap kagum Rily.

"Hebat! Rily udah cocok jadi Ibu rumah tangga!" puji Risa sembari bertepuk tangan.

Naza menoyor kepala Risa. "Bisa goreng telur belum berarti bisa jadi istri orang! Bego,"

Amanda menatap kulit tangannya. "Duh, gue kena minyak panas nih."

Rily menoleh. "Di laci meja kamar gue ada salep, pakai aja." ucapnya dan mengangkat telur dari dalam kuali.

Amanda menurut dan pergi dari dapur.

"Gue juga kena," celetuk Risa mengadu. "Nih, di muka gue juga kena. Panas tahu,"

"Pakai salepnya juga buat yang di tangan, cuci muka jangan lupa."

"Siap, bos!" Risa dengan riang berlari ke toilet.

Naza ikut membantu Rily memperbaiki dapur yang berantakan.

Saat hendak mengutip bungkus mie instan yang berserakan, Rily tanpa sengaja melihat pergelangan tangan Naza yang memerah.

Rily meraih tangan Naza yang sedang cuci tangan di wastafel. "Kenapa?" tanya nya langsung.

Naza mengerjap, ia mencoba meraih tangannya menjauh dari Rily. Tetapi Rily menahan kuat tangan Naza. "Itu bukan apa-apa Ril," ucap Naza dan berusaha menarik tangannya menjauh.

"Bukan apa-apa gimana? Ini aja udah mau membiru!"

Naza bungkam.

Rily melepaskan pegangannya pada tangan Naza. "Tunggu disini, gue ambil obat."

Rily kembali dengan obat di tangannya, ia mengusapkan obat salep itu secara merata dan lembut ke tangan Naza. "Kenapa?" tanya nya kepada Naza penuh perhatian. "Kok sampai biru gini?"

Naza menarik tangannya dari Rily karena sudah selesai di oleskan obat. "Bukan apa-apa." sahutnya dan kembali membersihkan dapur.

Rily menghela napas. "Kalau ada apa-apa cerita Za, jangan di pendam sendirian."

"Lo sendiri?"

Rily mengerjap. "Maksud lo?"

Naza bersedekap. "Bukannya lo juga mendam semuanya sendirian?"

Rily tertohok.

"Gak usah sok peduli sama orang lain, kalo lo gak peduli sama diri lo sendiri."

"Za, gue cuma mau bantu masalah lo. Salah?"

"Jelas salah! Lo nggak akan pernah bisa selesaikan masalah orang lain, kalau masalah lo sendiri gak bisa lo atasin!"

"Kok lo ... Ngegas?"

"Siapa yang ngegas? Gue cuma ngomong fakta."

"Menurut lo apa yang lo bilang itu fakta?"

"Iya, memang fakta, kan?"

"Tapi gue bisa atasin masalah gue!" ucap Rily tersulut emosi.

"Kalau lo bisa atasin masalah lo, seharusnya lo nggak bertingkah kayak sekarang!"

Rily mengerutkan dahi, menatap Naza yang sedang menatapnya tajam. "Bertingkah gimana maksud lo?"

"Lo sok kuat, tahu nggak? Apa sih, gunanya gue, Manda, Ica, sama Risa?"

"Itu bukan urusan lo!" Rily menghela napas. "Za, lo kenapa sih?"

"Itu juga bukan urusan lo!" Naza menyeka sudut matanya yang berair. "Gue tahu, lo selalu nganggap gue gak ada di mata lo."

"Gak ada gimana? Gue selalu cerita apapun ke lo, tapi lo nggak pernah ceritain apapun masalah lo ke gue, Za!" Rily menahan diri agar tidak menangis. "Lo kenapa? Gue cuma nanya keadaan lo, dan lo buat semuanya berakhir kayak gini!"

Naza mengepalkan tangan. "Karena gue ... Gue nggak suka lo pura-pura kuat!"

"Gue baik-baik aja! Gue bilang gue baik-baik aja!" teriak Rily kesetanan. "LO PAHAM GAK SIH? GUE BAIK-BAIK AJA!"

Rily jatuh tak berdaya dari dirinya, ia duduk di atas pecahan piring yang belum dibersihkan.

Risa hendak berlari ingin menolong Rily, namun Amanda menahan pergerakannya. "Mereka butuh waktu." ucap Amanda yang  membuat Risa hanya bisa diam dan menahan tangis, menatap tak tega kepada Rily yang sedang menangis sengungukan.

"Lo masih baik-baik aja?" tanya Naza dengan suara bergetar.

Rily menatap nyalang Naza. "Lo!" Rily mengatur napasnya yang memburu. "Lo bukan sahabat gue!"

Amanda terbelalak. Sedangkan Risa menutup mulut dengan telapak tangan, ia tidak menyangka bahwa Rily akan mengatakan itu.

Ica sudah menangis karena tidak sanggup melihat perkelahian, sekalipun hanya adu mulut.

Naza tertawa miris. "Benar, kan? Persahabatan dari kecil sampai sebesar sekarang nggak ada artinya buat lo. Lo selalu ngerasa lo bisa ngehadapin semuanya sendirian, lo sok kuat, padahal lo lemah."

"Lo nggak ngaca ya? Lo sendiri gimana? Lo gak cerita apapun tentang lo ke gue, lo selalu punya solusi buat masalah gue, tapi lo gak punya solusi buat masalah lo sendiri." Rily tertawa. "Lo lemah, dan buat pura-pura kuat pun lo gak sanggup. Cupu,"

Naza tertohok.

Rily berusaha berdiri, kakinya menginjak pecahan piring itu. "Gue ... Gue butuh waktu sendiri. Maaf kalau gue keterlaluan, tapi gue nggak suka lo kelewatan batas. Sebelum lo protes ke gue, coba lo ngaca dulu. Apa yang bisa gue bantu di hidup lo, kalau lo nggak pernah cerita apapun masalah lo ke gue. Lo egois."

Naza menangis. "Ril .... " panggilnya bergetar.

"Lo egois Za, lo selalu berusaha lindungin gue. Tapi gue selalu gak ada celah buat lindungin lo, lo selalu nutupin semuanya dari gue."

"Maaf .... "

"Kayaknya kita butuh waktu buat masing-masing. Kita break dulu, ayo saling intropeksi diri."

Malam itu, pesta yang dirancang sesempurna mungkin gagal total. Dan hanya sebuah perpisahan-lah yang terjadi.

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 245K 45
[READY EBOOK πŸ“±] LINK PEMBELIAN EBOOK BISA DM/BUKA DI PROFIL AKU, TEPATNYA DI BERANDA PERCAKAPAN YA☺️ "Ngapain di sini? Jual diri ya." Luna memejamk...
42.6K 2.7K 36
[NEW VERSION || COMPLETED] [SCHOOL | FRIENDZONE] Rate: (13+) Kepada kamu. Seseorang yang berhasil membuatku jatuh terlalu dalam. Menyisakan ruang ses...
323K 15.9K 84
[SELESAI] Best Humor Love Story 😘 Tentang si Dea gila dan si Kevin yang acuh tak acuh. Ditulis : 30 september 2017
6.2M 691K 41
Siapa sangka orang yang Yola tabrak dan maki-maki adalah asisten dosen yang mengajar di kelasnya! Semenjak itu hidup Yola digandrungi dengan berbagai...